UNROMANTIC LOVE STORY -02-
-elsie97
Tubuh kecil itu terhempas ke tanah, debu berterbangan dan mengotori sebagian seragamnya yang putih. 3 anak yang ada di depannya tertawa puas dan terus menghinanya. “tidak. Aku takkan menangis.. noona bilang jika aku menangis aku akan menjadi seorang pengecut!” bisiknya dalam hati. Salah satu dari 3 anak tadi melemparkan tas yang sempat disanderanya ke wajahnya.
“mana?? Mana Guardian Angelmu itu? Haha! Sudah kuduga kau memang anak yang lemah No Min Woo~ya!! Seandainya kau menurut dan membawakan kertas itu kau takkan babak belur begini” sahut anak laki-laki bertubuh tinggi, temannya mengangguk tanda setuju
“andwaeyo! Sekalipun kau membunuhku aku takkan membawakan kalian kertas itu. Aku bukan budak kalian yang bisa kalian paksa!!!” teriak Minwoo. Anak tadi menendang Minwoo lalu kembali memarahinya dan mengatainya dengan kata-kata kasar.
“YAAAAKKKK!!!!”
Tiga jitakan mendarat di kepala anak-anak badung berseragam SMP itu. Di belakang mereka berdiri seorang gadis yang berseragam sama seperti mereka, rambutnya panjang kecoklatannya terurai lembut. “jangan ganggu anak itu sebelum kalian kubunuh dan kujadikan sup untuk makan malam hari ini” ucap gadis itu tegas. Hanya dengan gertakan seperti itu anak-anak badung tadi segera pergi dari tempat itu. Gadis itu berlutut di depan Minwoo sambil tersenyum manis.
“neo gwenchani?” tanyanya, Minwoo menundukan kepalanya ketakutan. “tenanglah aku bukan manusia-manusia sial itu.. aah, ngomong-ngomong aku meminta maaf atas perbuatan mereka.. maafkan mereka ya? Mereka teman sekelasku.. apa kau terluka?” katanya panjang lebar, Minwoo mulai mengangkat wajahnya dan melirik kearah gadis perlahan lalu tersenyum tipis
“na gwenchana” jawabnya singkat. Gadis itu tersenyum manis lalu membantu Minwoo bangkit dan membersihkan kemeja Minwoo yang tertutupi debu jalanan. Dia juga membantu memungut dan membereskan isi tas Minwoo yang berantakan.
“sekali lagi aku minta maaf.. setelah ini aku berani jamin kau takkan bertemu mereka lagi” ucap gadis itu mantap “ngomong-ngomong kau dari SMP mana? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya di sekitar sini? Apa mereka menculikmu?” 3 pertanyaan itu disanggah oleh Minwoo dia menambahkan
“aku masih kelas 5 SD, eem… gomapseumnida” Minwoo membungkukkan badannya lalu berlari pergi.
---
You saw me only as a child
And yet I linger closer
Without me knowing my steps
Walk, little by little, to you
Even though I try to stop myself
---
Perlahan-lahan bayangan hitam itu menyusup ke dalam sebuah ruang kerja. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Hanya ada beberapa guru yang masih bekerja di ruang guru.
“seongsanim” panggil sebuah suara “ah.. aniyo, aboji.” Ralatnya, sosok pria berbalik dan tersenyum padanya. Pemuda itu Minwoo. Minwoo tersenyum pada ayahnya lalu membungkuk hormat
“kau belum pulang? Kenapa datang ke kantor ayah?”
“aboji, bukankah kau yang membawa kunci rumah? Eomma masih lembur di kantor. Karna kantormu lebih dekat jadi aku kemari.”
“biasanya jika kau sudah datang kemari kau akan meminta makan di luar bersamaku… haha, kajja. Ah.. tunggu sebentar.. aku ada urusan. Kau tunggu dulu di luar ya?”
Minwoo mengangguk lalu melangkah keluar. Dia menunggu di depan ruang guru sambil memainkan ponselnya. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya. Minwoo spontan menoleh. Dia… gadis yang kemarin.
“annyeong haseyo~” sapa Minwoo ramah. Gadis itu terkekeh melihat tingkah bocah yang ada di depannya ini.
“yak, tak usah terlalu formal begitu.. kau yang kemarin kan?” tanyanya. Minwoo mengangguk. Gadis itu tersenyum lagi. “Jo Yeon Ra imnida.. siapa namamu?”
“Minwoo. No Min Woo imnida”
Hening sejenak.
“sedang apa kau disini?”
“eh? Aku menunggu nae aboji di dalam”
***
Itulah saat aku pertama mengetahui siapa namanya. Dia bilang padaku nae aboji pernah bercerita tentangku setiap kali jam mengajarnya. Aku tau aboji memang sedikit berlebihan mengenai anak bungsunya ini. Haha.. malam itu, mungkin pertama kalinya dan juga menjadi terakhir kalinya aku bertemu dengannya Jo Yeon Ra-ku. Malam itu noona mengajakku mengengelingi lingkungan sekolah hingga akhirnya kami melewati sebuah lorong yang disinari cahaya redup, beberapa kelas yang kami lewati terlihat lebih gelap. Di sebuah persimpangan Yeonra noona meminta izin untuk pergi ke kamar kecil, sedangkan aku menunggu di salah satu sudut tembok dan melihat sekeliling meskipun tak ada yang bisa kulihat. Hentakan langkah sepatu yang terpantul hingga sampai ketelingaku terdengar semakin mendekat, dia kan….
Braak!!
Tepat sebelum aku berhasil mengenalinya orang itu kabur meninggalkanku dan sebuah map coklat di pangkuanku. Dari kejauhan aku melihat seorang pria bertubuh besar berlari mendekatiku lalu tiba-tiba menarikku dari tempat tadi entah kemana.
“ahjussi, kau mau membawaku kemana?”
“ke tempat dimana kau harusnya dihukum anak nakal” jawabnya kasar
“mworaguyo? Apa salahku?” tanyaku bingung
“jangan berlagak polos!!!berani-beraninya mencuri lembar kunci jawaban, jika ingin mendapat nilai bagus belajarlah!”
Min Woo’s POV
Disaat itulah, entah jebakan macam apa yang berhasil menjerumuskan aku kedalam masalah besar yang tak memiliki sebuah ujung. 3 orang yang kemarin memaksaku untuk mencuri kunci jawaban dari brankas sekolah ini menuduhku yang melakukannya, dan akan menjualnya, tunggu dulu! Untuk apa aku melakukan hal itu? Sungguh tidak masuk akal, dan yang lebih tak kupercaya adalah nae aboji percaya semua itu. Dia membenciku untuk seumur hidupnya karna masalah ini…. Mungkin?
---
Yang selalu ada disisiku dalam masa-masa seperti ini hanya gadis itu. Gadis penuh semangat dan selalu tersenyum, lelucon bodoh dan semua tingkahnya selalu berhasil membuatku tertawa hingga suaraku habis. Alasanku untuk bisa menyongsong hari esok hanya untuk bertemu dengannya, hanya dia. Haha.. lucu ya? Kami berkenalan tak lebh dari 3 hari tapi aku sudah mengagumi dan percaya padanya sampai seperti ini. Jo Yeon Ra. Nama yang indah dan akan selalu kuingat. Semangatku.
“minwoo~ya, jika kau memiliki masalah yang sangat berat kau bisa cerita padaku.. aku tau meski menceritakannya padaku tak berarti akan menyelesaikan semuanya… tapi setidaknya aku bisa sedikit mengurangi beban otak dan hatimu untuk menyimpan semua rasa sakit itu” katanya diakhiri senyuman manis dan mata yang membentuk bulan sabit terbalik itu. Eye smilenya yang indah.
“gomawo noona.. aku rasa bukan hal penting membicarakan hal itu”
“akan buruk untukmu jika memendamnya.. tapi, yah.. aku tak memaksa” sahutnya. Telapak tanganku basah akan keringat.. pertanda apa ini? Kenapa setiap aku dekat dengannya aku selalu seperti ini? Gelisah, jantung berdegup kencang. Ada apa sebenarnya denganku?
“aah.. baiklah, teman sekelasku pernah bilang. Jika ada masalah dan kau rasa menceritakannya pada orang lain akan menghasilkan hal buruk lainnya. Kau bisa menyandarkan kepalamu ke bahuku. Itu akan membuatmu merasa lebih bebas meski sedikit” katanya, aku menatapnya memperhatikan setiap lekuk wajahnya yang manis itu dengan seulas senyuman tipis. Anggapanku tentang ; semua wanita itu manja dan menyebalkan. Lenyap begitu saja.
“kenapa melihatku begitu? Apa wajahku aneh?” tanyanya meleburkan lamunanku, aku menggeleng dan tetap tersenyum
“noona… eem… bolehkan aku menyandarkan kepalaku ke bahumu?” pertanyaanku dijawab sebuah anggukan, perlahan aku menyendarkan kepalaku ke atas bahunya, apa ada yang aneh dengan posisi ini? Biarlah… asalkan aku bisa merasakan kebebasan walau hanya sekejap. Hangatnya matahari senja di penghujung musim gugur perlahan memaksaku untuk menutup mata, hinggaku terlelap dalam tidurku. Yang kuharap menjadi tidur terpanjangku. Namun ketika kuterbangun, bidadari itu menghilang… kemana dia?
---
BRAKK!!!
Suara itu spontan membangunkanku dari mimpi burukku yang satu itu.. Park Seongsanim berdiri dan mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di atas mejaku. Tertidur di kelas…….. lagi? Kurasa iya. Astaga, aku melihat ke sekelilingku, seisi kelas memperhatikanku.
“Minwoo~ya, apa kau sakit?” bisik Youngmin di belakangku, tanpa menoleh aku membisikan kata tidak padanya
“kau memang sakit!!! Bagaimana bisa tidur di jam pelajaran Park Seongsanim.. cih~ hanya anak gila yang berani menutup matanya di jam ini” ledeknya padaku. Cih~ jika rasa kantuk sudah menguasaimu mana bisa menahan diri untuk tidak tidur. Lagipula semalam aku tidur jam 1 malam, karna tugas untuk hari ini menumpuk setinggi gunung. Aku menghela nafas dan berusaha kembali berkonsentrasi ke papan tulis meski kantuk masih menguasai sebagian tubuhku. Seandainya saja jam ini segera berakhir~
Bel tanda jam pelajaran berakhir segera membuat riuh seisi kelas. Aku sibuk membereskan beberapa buku yang berantakan dalam tasku, dan ya.. lagi-lagi ponselku bergetar dan orang-orang rumah meneleponku berulang kali. Aku mengacuhkannya, dan beranggapan bahwa aboji pasti mencariku untuk dijadikan alasan pelampiasan emosinya, mencari-cari kesalahan anaknya setiap kali menghadapi masalah berat lalu menyalahkan dan melimpahkan semua masalahnya pada anaknya, yaitu aku.
Selesai mengemasi beberapa barang kedalam tasku, si kembar itu tiba-tiba berdiri di depan mejaku dengan tatapan memaksaku untuk tidak pulang dulu.
“mwohae?” tanyaku pada mereka berdua
“namja yang menginap di rumah noonaku itu kau?” Kwangmin membuka acara introagis ini dengan pertanyaan tadi jawabanku hanya seulas senyuman.
“aish.. jawabanmu iya atau bukan?? Kami hanya penasaran” Youngmin menambahi, senyumanku yang tadinya terkembang sempurna memudar. Apa aku harus menjawabnya? Atau berbohong dan bilang tidak
“No Min Woo!!” kesabaran mereka habis rupanya. “jangan pasang ekspresi terkejut begitu.. kau tinggal jawab ya atau tidak, sesulit itukah? Ini bukan ulangan matematika” sahut Youngmin dia mulai duduk di atas meja di depanku yang sudah ditinggal pemiliknya beberapa puluh menit yang lalu.
“geurae.. itu aku” jawabku akhirnya, mata kedua mahluk berwajah sama itu tiba-tiba membesar ekspresi mereka menggambarkan keterkejutan mereka mendengar jawabanku.
“wae?” tanyaku, mereka berdua beradu pandang dan seolah berbincang menggunakan sebuah telepati yang tak bias kumengerti, “neo baboya~! Bukankah banyak Jo Yeon Ra yang ada di Seoul!! Kenapa yang kau datangi uri noona?” omel Kwangmin, beruntung kelas sudah sepi.. tak ada yang bias menjadikanku bahan gossip kelas kecuali jika kembar ini membeberkannya ke depan kelas besok
“kalian memberikan aku alamatnya ya sudah…. Memangnya kenapa? Apa aku melanggar hukum dating ke rumah Yeonra noona?” tanyaku.. mereka menggelengkan kepalanya bersamaan. “neo aboji tau kau tinggal disana?” Tanya Youngmin, aku menggeleng tentunya. Untuk apa mengabari hal itu pada aboji?
“apa dia bertanya pada kalian berdua?” tanyaku
“aniyo.. mereka tak bertanya pada kami, hanya saja ibumu yang terus mendatangi rumah kami menanyakan apa kau kesana. Dia sangat khawatir” ucap Kwangmin
“kasihan dia… kenapa kau harus acara kabur segala?” timpal Youngmin
“kau tau bagaimana perlakuan nae aboji.. aku hanya ingin membuatnya percaya padaku, meski cara ini salah tapi yah… mau bagaimana lagi, jika aku tetap disana mungkin tubuhku akan diremukannya setiap saat jika dia mau”
“masalah itu sudah beberapa taun yang lalu kan? Kenapa masih dipermasalahkan sampai sekarang?” Youngmin bertanya, pertanyaan yang tak bisa kujawab entahlah kenapa aboji masih mempermasalahkan soal itu.
Aku terdiam sejenak berfikir tentang satu hal yang belum pernah kufikirkan sebelumnya. Apa sebaiknya aku pulang ke rumah? Hajimanyo… bagaimana dengan Yeon ra-noona? Aku ingin memastikan tentang sesuatu yang ada padanya. Dia sangat mirip dengan Yeon Ra-noonaku.. sebaiknya apa yang kulakukan sekarang? Langkahku kembali terhenti tepat di gerbang sekolah. Kepalaku tertunduk merenungkan tentang kemana aku harus pergi sekarang. Bimbang dalam memilih sebuah pilihan sederhana.
“kau sudah pulang anak bandel?”
Mataku segera melirik ke arah sumber suara itu. Seketika mataku membesar melihat dari mana datangnya suara itu. Kenapa dia ada disini?
---
Yeon Ra’s POV
Tanganku menggerak-gerakkan mouse asal, perasaan malas sejak tadi terus menggerogoti tubuhku dan.. tugas yang seharusnya sudah selesai dalam waktu 2 jam tertunda hingga 3 jam waktu bergulir. Apa yang sebenarnya kulakukan?? Pikiranku melayang entah kemana. Membayangkan hal-hal yang tidak perlu dan benar-benar aneh. Membayangkan Minwoo. No Minwoo. Bocah kecil yang sudah beberapa hari ini menginap di rumahku. Tadi pagi, dia berangkat ke sekolahnya meski sebenarnya dia belum begitu sembuh dari demamnya. 1 jam setelah dia berangkat tadi rasa cemas dan perasaan aneh ini mulai dating bergantian. Mencoba mengalihkan perhatian dengan mengerjakan tugas sama sekali tak membantu, dan… yah… beginilah akhirnya, aku terlihat seperti orang bodoh berputar-putar di home web daum tanpa melakukan apapun. Hanya membuka beberapa berita tentang artis dan kembali ke home mencari-cari hal yang tak jelas.
Setiap kali ponselku berdering mataku dengan cepat melirik dan otakku seolah berharap itu pesan atau telepon dari Minwoo. Dan cih~ aku benar-benar gila sekarang.
“Yeon ra~ya~~~!!! Apa yang kau lakukan sebenarnya???” aku berteriak pada diriku sendiri dan beranjak dari hadapan computer menuju dapur dan mengambil segelas air berharap bisa menemukan titik terang atau sedikit perasaan tenang dari rasa khawatir ini. Bel pintu rumahku berdering kencang. Siapa lagi itu?
Aku membuka pintunya dan dua bocah tengik yang masih mengenakan seragam itu berdiri di balik pintu rumahku dan mengacungkan beberapa dokkbokki ke depan mukaku.
“wasseo?” tanyaku pada mereka berdua
“aku membawakanmu dokkbokki, ayo makan bersama~!” ajak Kwangmin yang langsung menerobos masuk diikuti Youngmin, dengan malas aku menutup kembali pintu depan rumahku. 2 bocah itu sudah duduk mengengelilingi meja di ruang tengah dengan tas berserakan, mengganggu pemandangan saja.
Youngmin beranjak ke dapur sebentar dan kembali dengan 3 buah piring kecil. Aku ikut mengengelilingi meja kayu yang sepertinya mulai ditutupi asap dokkbokki yang sepertinya baru dimasak ini.
“kalian baru pulang kan?” tanyaku, dijawab anggukan dari Youngmin, Kwangmin tak menjawab anak itu sudah terhipnotis oleh makanan yang ada di depannya.
“geurae, noona, kau sendirian?” Tanya Youngmin, aku mengerutkan kedua alisku. Tak mengerti maksud pertanyaanya.
“aah… ya, kau memang sendirian setiap hari. Mianhae” Youngmin menarik kembali pertanyaan yang belum kujawab tadi dan mulai melahap dokkbokkinya. Sendirian? Ahh… Minwoo dan mereka berdua kan satu sekolah. Jika mereka berdua sudah pulang, kenapa Minwoo belum?
Like or dislike or whatever
I don't even know how I feel towards you
Why is it like that, I dont know
Matahari bersiap meninggalkan langit Seoul, gurat-gurat senjapun mulai terlihat. Ada satu yang kurang hari ini, kenapa kau tak ada disampingku seperti hari-hari kemarin? Tega sekali kau membuatku sekuatir ini. Meskipun aku tak tau sebenarnya ada apa dengan perasaanku ini. Sepertinya ada sesuatu yang salah disini. Ada sesuatu yang tak berjalan seperti seharusnya. Setiap detik yang berlalu perlahan-lahan menjadi butiran air yang jatuh ke bumi. Hujan. Mewakili perasaanku kah?
Tanganku meraba permukaan kaca yang mendingin akibat hujan di luar sana.. sebenarnya ini musim dingin atau apa? Kenapa hampir setiap hari turun hujan? Daripada memikirkan hal itu aku terus menunggu dia pulang ke rumah. Minwoo. Kemana dia sebenarnya? Aish… otakku sepertinya kembali mulai dengan penyakit anehnya ini.aku terdiam dalam kesunyian rumah ini.. hanya suara derasnya hujan yang menemaniku sore ini. Kembar bocah itu sudah terlelap di kamarku karna kelelahan mungkin. Aku berbalik dan mengambil nafas dalam-dalam. Tenangkan dirimu Ra~ya… mungkin anak itu sudah pulang ke rumahnya.
Sometimes I want to see you,
sometimes I miss you
Why is this happening?
I don't know why i keep on changing
Malam hampir menjelang, aku menyibukan diriku memasak makan malam untuk dua bocah yang katanya akan menginap malam ini. Menjajah seluruh rumahku sampai besok pagi, saat tengah sibuk menyantap makan malam sederhana ini bel rumahku bordering tanda kami kedatangan tamu. Siapa yang datang di malam setengah hujan dan hujan salju ini – kau tau maksudku kan? Terkadang cuaca tak bisa dijelaskan apa ini hujan dalam bentuk air atau hujan salju – Kwangmin langsung beranjak dan membukakan pintu aku kembali mengobrol bersama Youngmin menanyakan bagaimana pelajaran dan rencana liburan musim dingin yang tinggal menghitung hari.
“noona, dimana kau biasa menyimpan handuk?” Tanya Kwangmin dengan nada agak panic, suasana nyaman tiba-tiba berubah menjadi keadaan darurat saat aku melihat Minwoo duduk di dekat sofa dengan beberapa luka lebam di tangan dan wajahnya, tubuhnya bergetar karna menggigil kedinginan. Ada apa dengan anak ini? Aku mendekat dan berlutut tepat disebelahnya.
“noona~” suaranya yang bergetar memanggilku.
“neo gwenchani?” tanyaku, aku kalap. Jantungku berdegup kencang melihat keadaanya yang seperti ini. Minwoo~ya apa yang terjadi di luar sana?
“neo gwenchani???” tanyaku lagi ketika pertanyaan pertamaku tadi tak kunjung dijawabnya, bibirnya yang membiru itu mengembangkan seulas senyuman lalu mengangguk lemah. “kemana saja kau?! apa mereka berhasil menemuimu lagi?” Youngmin ikut melemparkan pertanyaan juga untuk Minwoo. Hanya sebuah gelengan dan senyuman yang menjadi jawabannya sejak tadi.
“sudahlah.. sebaiknya kau keringkan badanmu baru setelah itu noona mengobati beberapa lukamu arrachi?” Kwangmin segera menengahi dan memapah Minwoo menuju kamarnya, aku masih terdiam di tempat. Inikah jawaban perasaan kuatirku sejak tadi siang? Minwoo pulang dalam keadaan seperti itu. Aku menatap Youngmin bertanya tentang ada apa ini sebenarnya lewat tatapanku, seketika Youngmin mengalihkan wajahnya tak mau bertemu pandang denganku. Aku diam lalu bangkit dari posisi dudukku tadi dan menyusul Kwangmin ke kamar Minwoo.
Aku mengintip melalui celah pintu, Minwoo terlihat sudah duduk di atas kasurnya dengan pandangan terus tertuju kebawah. Kwangmin berdiri di sebelahnya dan melipat kedua tangannya di depan dada.
“kau menuruti permintaan mereka?! Apa yang ada di otakmu?! Kau tau kan mereka hanya akan membuatmu mati konyol??” kata Kwangmin setengah berteriak
“aku tak bisa kabur begitu saja Kwangmin-ah mereka yang membuat aboji membenciku.. mereka yang mencuri berkas ujian 7 tahun yang lalu dan mencuri berkas penting kantor aboji beberapa bulan yang lalu.. aku tak bisa tinggal diam jika mereka ada di depanku” balas Minwoo dengan suara pelan namun sangat tegas. Kwangmin mengacak rambutnya frustasi.
“aku setuju dengan pendapatmu. Sangat setuju.. tapi apa gunanya jika kau berakhir babak belur seperti ini? Hah?! Berfikirlah sebelum bertindak”
“noona, sebaiknya kau siapkan satu mangkuk sup untuk Minwoo.. dia pasti membutuhkan itu” Youngmin berbicara tepat di sebelah telingaku, sejenak aku menatap ke dua matanya lalu berlalu menuju dapur. Ada apa ini sebenarnya?
Itulah pertanyaan yang memenuhi otakku saat ini,
---
Minwoo selesai menyantap sup yang tadi kubuatkan, dia tersenyum dan menaruh mangkuknya ke atas baki yang tengah kupangku. Aku tau. Dia sedang berpura-pura baik-baik saja sekarang.
“gomapta.. supnya enak” ucapnya lalu memamerkan dua jempolnya, senyuman manis itu belum mau menghilang dari bibirnya.
“ne.. kau kemana saja hari ini? Kenapa pulang babak belur? Apa kau dihadang oleh preman di jalan?” tanyaku membuka sesi introgasi. Raut wajah Minwoo langsung berubah menjadi sangat canggung, senyum itu tak lagi tersungging di bibirnya. Dia menatapku datar, namun aku yakin, ada sesuatu dibalik tatapannya itu
“na gwenchana~ tadi itu ada insiden kecil.. tapi buktinya aku selamat kan?” katanya berusaha meyakinkan aku. Aku menatap sebuah goresan yang sedikit terlihat di dadanya. Tanpa sengaja tanganku menyentuhnya.
“ini bekas apa?” tanyaku, Minwoo menepis tanganku dan segera menutupinya.
“de?? Aah… bukan hal penting” sanggahnya lagi-lagi dengan senyuman itu.
“jeongmallo?” tanyaku lagi, Minwoo mengangguk. Tanganku menyentuh keningnya, suhu tubuhnya sama seperti pertama aku bertemu dengannya. Anak ini mudah sekali sakit.
“istirahatlah..” ucapku pelan, Minwoo menatapku dengan tatapan aneh, aku mengerutkan keningku bertanya lewat ekspresiku tadi
“wajahmu sangat familiar dimataku.. apa kita pernah bertemu sebelumnya?”
You saw me only as a child
And yet I linger closer
Without me knowing my steps
Walk, little by little, to you
Even though I try to stop myself
The heart that I can’t lie to
Is driving me crazy
I know I’m bad
But, I can’t let you go
Even though I know that
You only see me as a child
Even though I can’t speak, know of this day
When I came to your love
Again, come closer to me
Come again closer to me
Aku terdiam sejenak sebelum akhirnya sebuah gelengan menjadi jawabanku, sejenak aku juga merasakan hal sama. –dejavu. Seperti pernah bertemu dengan anak ini sebelumnya. No Min Woo. Nama itu taka sing di telingaku, sepertinya aku pernah mendengarnya di satu tempat. Dimana??
“Minwoo. No Min Woo imnida”
Otakku berputar sendirinya mengingat sebuah kepingan masa lalu itu. No Min Woo.. bocah kecil dengan senyuman polos itu… sudah sedewasa ini? Mungkinkah?
HALOO HALOO~!!
Hahaha ketemu lagi sama AuthorKyu xD
Ga bosenkah baca ketikan gaje ku ini ._. udah menjelang klimaks ini.. penasaran kah gimana klimaksnya? Atau lebih penasaran sama endingnya wkwkwkwk tunggu aja ya.. kan seperti janjiku FF ini ga akan panjang-panjang soalnya ini Cuma percobaan sama selingan supaya imaginator otakku yang suka atau hobii banget bikin cerita di luar FF yg lagi ditulis >< gimana pendapat kalian tentang karakter Minwoo yang perlahan-lahan mulai terkuak(?) ini??
Minta kritik dan sarannya ya?~
Seperti biasa rule RCL BERLAKU LOO
Don’t be silent readers please~~ silent readers itu dosa XP ahahaha
Udahan deh P.S gaje yang kaya gininya^^
Semoga kalian tetap mau nunggu kelanjutan salah satu FF kesayanganku ini.. jangan ENVY liat covernya ya Minnies~~ :p
Dewa-dewa.,
Adieu~n
DJppyong a.k.a No Yeonra ._. a.k.a pacar Amber -.-V *becandabro* sign out~!!!!!!
Ppyong~!
No comments:
Post a Comment