Monday, March 26, 2012

Unromantic Love Story-04a



-Unromantic Love Story-04-
By : -fairydean

            Jika memang saat ini kau sama sekali tak menginginkanku, tak masalah.. aku akan berusaha untuk mengerti, hajiman. Hatiku terus berharap akan datangnya sebuah hari dimana kau ingin bertemu denganku, jujur.. aku tak suka caramu yang pergi begitu saja seperti ini

            The white starlight, the black darkness
            is pushing me away from far
            When i look at you with my smile
            I always become farther apart

 ---

            Hari-hari tetap harus berlanjut, hidup tak mungkin menunggumu untuk mengatakan hal-hal yang tak terkatakan, hidup juga takkan menunggumu untuk melakukan hal yang belum kau lakukan sebelumnya, jika kau tak berjalan sekarang kau akan tertinggal selamanya. Argumen bodoh yang harus selalu dipatuhi, orang-orang menyebutnya melangkah kedepan dan tak menatap kebelakang. Sebenarnya mereka harus memperbaiki kalimat itu, karena takkan ada masa depan tanpa masa lalu.
           
            Yeonra baru saja menyadari hari-hari di masa lalunya yang sudah lama lewat itu terbuang sia-sia karna kebodohannya sendiri. Dia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri sehingga tak menyadari bahwa ada sebuah rasa yang terabaikan dan sekarang rasa itu mungkin sudah melangkah pergi, namun menyisakan sesuatu pada hati Yeonra. Kini yang dia rasakan mungkin hanya penyesalan dan perasaan seperti orang bodoh. Dan pagi ini kembali seperti pagi-pagi sebelumnya yang sepi dan hanya dia sendiri yang duduk di meja makan kayu bercat putih dan terdapat pahatan pita disisi-sisinya. Di depannya sudah tersaji 2 potong roti bakar namun sama sekali belum disentuh sejak 5 menit yang lalu. Yeonra menatap keluar dimana guguran salju turun ke bumi secara perlahan, hari ini tanggal 24 december. Malam natal, mata Yeonra mengalihkan pandangannya ke sebuah pohon natal kecil yang kembar Youngmin-Kwangmin belikan semalam. Yeonra menghela nafasnya mungkin malam natal ini dia harus memilih antara pergi ke rumah ibunya merayakan malam natal disana atau tinggal di rumah ini sendirian menanti sosok misterius santa claus datang membawa karung besar berisi hadiah ke rumahnya, bukan hadiah mewah sebenarnya yang diinginkan oleh Yeonra, dia hanya ingin tawa-tawa aneh dan kejadian absurd dirumahnya terulang kembali, dan pelaku utama itu semua – Minwoo tentulah harus kembali.
            Bersamaan dengan itu semua, guguran salju diluar sana semakin deras dan mungkin esok harinya saat Yeonra terbangun dari tidurnya dia sudah terdampar dalam kota yang berwarna putih seluruhnya.
            Dan sekarang Yeonra menyibukkan dirinya dengan aktifitas barunya menjelajah dunia maya lebih sering ketimbang biasanya, dia membuka beberapa web dan sesekali tertawa kecil bila menemukan sesuatu yang lucu, Yeonra menatap keluar jendela dan seakan teringat sesuatu, dia menepuk keningnya dan baru saja ingat dia membeli sebuah pohon natal tapi tidak dengan hias-hiasannya.
            “aiiiiisssss” sungutnya, dengan perasaan malas Yeonra bangkit dari kursinya dan meraih mantel putih –pemberian 2 adik kembarnya malam itu—dan sebuah syal merah yang senada dengan kaus tangan panjangnya. Yeonra mengikat tali sepatunya asal dan segera mengunci pintu rumah dan melangkah keluar, dia merogoh-rogoh saku mantelnya dan menemukan sebuah dompet, gadis itu menghitung beberapa lembar won di dalamnya kemudian tersenyum dan berlari kecil menuju minimarket atau toko apa saja yang menjual hiasan pohon natal. Tak perlu berjalan terlalu jauh dari rumah Yeonra sudah menemukan sebuah toko kecil yang menjual perlengkapan natal, gadis itu tersenyum kemudian melangkah masuk. Langkahnya terhenti sesaat tepat di depan pintu masuk. Waktu terasa benar-benar berhenti setelah bel yang tertempel di pintu itu tak lagi berbunyi, mata Yeonra memantulkan sosok seorang namja yang memakai mantel dengan warna gelap, tanpa syal dan menggunakan sebuah topi rajutan warna merah. Minwoo?

            Yeonra’s POV

            Aku masih mematung di depan pintu masuk saat mataku ini benar-benar memantulkan sosok namja yang tengah memilih-milih sebuah gantungan –yang mungkin—untuk pohon natalnya. Jika penglihatanku tak salah dia adalah Minwoo. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku dan benar… dia Minwoo, astaga jantungku seakan melompat di dalam rongga dada ini ketika bisa melihatnya lagi. Baru beberapa jam yang lalu kami tak bertemu namun rasanya aku benar-benar merindukannya.
            Aku perlahan mengambil langkah diam-diam kearah rak kecil dimana dia juga tengah memilih gantungannya, kami saling diam tak ada yang memulai percakapan. Sebenarnya aku juga yakin Minwoo tak menyadari kedatanganku. Tangannya masih memilih-milih beberapa gantungan, sampai secara tak sengaja kami bermaksud mengambil gantungan sama dan…
Kejadian itu terjadi..
Tangan kami bersentuhan..
Dia menoleh kearahku…
Dan aku benar-benar merasa sangat sulit untuk bernafas. Dan jujur aku merasakan sedikit perasaan takut ketika mata itu juga menatap mataku, mata itu tak tersenyum hanya menatapku datar. Tanpa ekspresi yang berarti. Hanya aku sendiri sepertinya yang merasakan debaran jantung ini, apa dia marah padaku?
            “mianhae” dia berkata dan menyingkirkan tangannya dari gantungan itu dan kembali memilih yang lain. Suasana kembali hening. Dia marah?
            “M…minwoo..Minwoo~ya a..” sebelum aku menyelesaikan kalimat itu, Minwoo hanya menoleh kearahku –masih tak berekspresi—lalu aku mendengar seperti dia membisikkan sesuatu, namun tak terdengar di telingaku, dari gerak bibirnya aku hanya menebak dia mengatakan bogoshipo noona? Aku sebenarnya tak yakin dengan semua itu
            Dia menghela nafas panjang, mungkin karna ekspresi wajahku yang terlihat seperti orang kikuk, lalu melangkah pergi, keluar dari toko itu. Sebenarnya hatiku berteriak untuk mengejarnya keluar sana.. hajiman… aku menundukkan kepalaku mencoba meyakinkan diriku sendiri maksud dari gerak-geriknya tadi, dan akhirnya aku melihat keluar jendela toko. Sosoknya tak terlihat lagi.. aku berlari keluar toko bermaksud menyusulnya.. namun… sepertinya aku terlambat lagi.. Yeonra.. kenapa kau benar-benar seperti orang bodoh? Harusnya tadi kau gunakan sebagai kesempatan untuk minta maaf dan menanyakan kenapa dia pergi..
Sekarang dia menghilang lagi..
Dan mungkin takkan bertemu denganku lagi.
           
            When i call you, when i look for you
            Come to me as the wind
            Hug me in secret
            So i can feel you
            You are always next to me

            Minwoo’s POV

            “M…minwoo..Minwoo~ya a..”
            Dan akhirnya suara itu terus terngiang di telingaku. Aku menundukkan kepalaku menatap jalan yang aku tapaki, tanah yang sedikit basah karena lelehan salju yang terus jatuh dari langit Seoul. Sampai akhirnya langkah kaki ini membawaku ke halaman dimana aku pertama kali bertemu dengannya, pertemuan yang mengawali kisah yang menyebalkan ini. Sungguh aku masih ingat betapa bodohnya aku duduk di depan pagar besi ini dan menunggunya pulang sampai membeku. Aku selalu tersenyum membayangkannya.
            Sampai akhirnya bidadari itu pulang ke rumahnya dan mengajakku masuk kerumahnya dan memberiku sup tomat buatan sendiri, aku kembali tersenyum membayangkan semua itu. Dan sekarang apa yang akan kulakukan selanjutnya? Mungkin Yeonra-noona sudah bersama Jeongmin-hyung orang yang paling pantas bersamanya.
            “Minwoo~ya” aku sedikit tersentak mendengar suara itu, aku menoleh kebelakang dengan semua perasaan ragu dan debaran jantung yang sepertinya semakin menguat ketika aku akhirnya melihat wajahnya lagi, bidadari tempatku bersandar. Noona.
            “apa… apa yang sedang kau lakukan disini? Hmm? Apa kau bermaksud bernostalgia?” tanyanya dengan nada dingin, bukan seperti harapanku dimana semuanya sama seperti dulu saat dia menyuruhku masuk ke dalam rumahnya dan kembali menyantap sup tomat
            “jesongieyo” aku membungkukkan badanku dan berbalik, bermaksud untuk pulang kerumah
            “BOGOSHIPO! JEONGMAL BOGOSHIPO!” teriaknya dibelakangku, mataku membesar dan aku benar-benar membeku di tempat sekarang, entah aku harus menoleh kebelakang dan menatap wajahnya lagi aku melangkah pergi membuatnya menganggapku orang jahat? Aku bingung.
            “kau tak merindukan orang yang selalu kau panggil Yeonra-noona ini? Kau… benar-benar marah sampai kau membenci dan berniat melupakan aku? Begitu?”
            Pertanyaan itu benar-benar membungkam mulutku, entah jawaban macam apa yang harus kukatakan padanya. Semakin aku berusaha memikirkannya aku semakin bingung. Sampai akhirnya sebuah kalimat yang benar-benar belum pernah terpikirkan oleh otakku mengalir melalui mulutku dan kurasa itu berhasil melukai hati noona.
            “maaf.. tapi aku tak pernah merindukan noona sama sekali.. aku Cuma merasa betapa bodohnya aku dulu datang kerumah ini dan berharap menemukan tempat berlindung….” Sebelum kalimat itu selesai Yeonra-noona mengembangkan sebuah senyuman dan melangkah mendekatiku, dia melepaskan syal merah yang terlilit di lehernya dan memakaikannya pada leherku
            “aku sudah terlalu bodoh dan berharap terlalu banyak untuk dirindukanmu Minwoo~ya… aku benar-benar minta maaf jika aku membuat sebuah kesalahan malam itu dan membuatmu marah sampai seperti ini, tapi tolong jika kau tak ingin aku merindukanmu ambilah syal ini.. aku cukup senang dengan syal merah pemberianmu ini dan terimakasih untuk semuanya selama kau tinggal di rumahku.. sekali lagi aku minta maaf jika aku pernah membuat kesalahan besar… aku tak memohon maaf darimu.. itu yang perlu kau ingat” katanya seraya melilitkan syal itu di leherku, kemudian dia tersenyum dan masuk ke dalam rumahnya. Aku yakin dia menangis karena kalimatku yang jahat tadi.. sungguh bukan itu yang ingin aku katakan noona. Aku berani bersumpah untuk hal ini. Aku mengeluarkan satu kotak kecil dari saku mantelku dan memasukkannya kedalam kotak surat yang bertengger di dekat pagar rumahnya dan juga menggantungkah syal merah itu. Sebelum aku pulang aku menatap pintu rumah yang tertutup rapat itu
            Mianhaeyo

---
            Sebenarnya jantungku berhenti berdetak saat kau mengakui bahwa kau merindukanku, kalimat itu akhirnya menghancurkan hatiku juga ketika aku ingat bagaimana aku membalas kalimat yang penuh kejujuran darimu dengan kalimat yang sangat jahat. Aku sudah melukai hatimu bukan? Kuharap kau masih sudi melihat wajahku jika kita bertemu

            My heart is cracked, cut and broken
            At the end of a rough day
            When I am broken into pieces, you would be able to see me

            Esoknya aku berangkat ke sekolah seperti biasa, semuanya kembali seperti semula dimana eomma yang membangunkanku dari mimpi indah dan sarapan di meja makan besar yang menurutku sangat boros karena hanya ada 3 orang yang menempati kursinya masing-masing. Aku diam tak membuka mulut sama sekali terutama saat aboji memasuki ruang makan dengan wajah cerahnya, eomma menyambutnya dan memberikan kecupan selamat pagi seperti keluarga-keluarga idaman di film barat. Aku masih diam, dan hanya menjawab sapaan aboji dengan senyuman tipis
            “Minwoo, apa kau sakit?” Tanya eomma, aku menggelengkan kepalaku dan memberikan senyumanku sebagai perwakilan jawaban dari pertanyaannya tadi
            “semalam kau pulang larut bukan.. aku khawatir kau sakit” aboji bersuara dengan nada bicara yang aneh.. apa ini akhir dunia? Kenapa dia seolah peduli pada anaknya yang satu ini?
            “ani.. na gwenchana” jawabku singkat lalu melahap roti bakarku, aku agak kurang nyaman dengan suasana ini, dimana aku tau bahkan sadar ada dua pasang mata yang memperhatikan gerak-gerikku, namun aku berusaha bersikap itu sama sekali bukan masalah buatku. Anak yang sudah kabur dari rumah selama 2 bulan belakangan.. tunggu dulu…
            “aboji, eomma… apa kalian menelepon polisi saat aku pergi?” tanyaku penasaran, biasanya para orang tua sekaya apapun mereka akan memanggil polisi jika anaknya menghilang. Pertanyaanku tak kunjung mendapat jawaban. Orangtuaku masih sibuk bertukar pandang
            “apa kalian merasa cukup dengan orang-orang suruhan yang selalu tak berhasil membawaku pulang?” tanyaku, dan ekspresi aboji seketika berubah, menjadi sepucat piring tempat roti bakarnya terhidang
            “apa kalian merasa sedikit lega ketika aku pergi karena pembuat masalah sudah pergi?” tanyaku dengan nada yang menuntut sebuah jawaban.
            “bukan begitu Minwoo…… kami hanya…”
            “atau kalian tau kemana aku pergi hari itu?”
Pertanyaan yang terlontar dari mulutku itu seperti menjadi sebuah skakmat bagi aboji dan eomma mereka berdua tak bersuara sama sekali, mereka berdua justru terlihat tegang, aku tersenyum sarkatis dan langsung menggendong tasku
            “sepertinya memang kalian menyembunyikan sesuatu.. aku tak tau itu apa.. tapi aku yakin itu bukanlah hal baik bukan?” kataku dingin lalu melangkah pergi, eomma segera bangkit dari duduknya dan menghampiriku
            “eomma akan menceritakan semuanya ketika kau pulang sekolah” katanya, kedua tangannya yang hangat itu menyentuh pundakku, dengan cepat aku menepisnya
            “itu jika aku pulang ke rumah” kataku lebih dingin dari kalimat sebelumnya lalu pergi dari ruangan itu. Setibanya di kelas dan seperti biasa pasangan kembar itu menyambutku di depan pintu kelas dengan ekspresi cerah mereka namun agak sedikit berbeda untuk Youngmin hari ini, dia terlihat lebih… murung? Entahlah, mungkin hanya perasaanku, begitu melihatku mendekat dia tersenyum dan menyapaku.
            “kau duduk denganku atau hyung?” Tanya Kwangmin tiba-tiba, aku mengerutkan keningku dan melirik kearah Youngmin yang hanya menatapku dan tak memberi komentar apapun
            “kau duduk dimana? Pelajaran pertama matematika, kurasa lebih baik duduk di depan” ucapku diakhiri senyuman, Kwangmin menunjukkan kursinya yang terletak ketiga dari depan “bagaimana denganmu Youngmin-hyung?” tanyaku, Youngmin tak menjawab namun jari telunjuknya menunjuk kursi dibelakang Kwangmin
            “bagaimana?” Tanya Kwangmin lagi
            “kurasa dengan Youngmin-hyung” jawabku dengan perasaan canggung, Kwangmin tersenyum dan berlari keluar kelas menemui Seojoo gadis paling pintar di kelas ini dan menawarkan untuk duduk disampingnya, Seojoo tentu setuju. kudengar dia menyukai Kwangmin. Aku meletakan tasku di meja Youngmin, si pemilik meja memperhatikan Kwangmin dan ketika adik kembarnya itu keluar kelas bersama dengan Seojoo dia menghampiriku, kemudian duduk di kursi kosong sebelahku. Suasana hening.
            “kudengar semalam kau ke rumah noona?” Tanya Youngmin memecah keheningan, dalam hati aku bertanya darimana dia tau hal itu?
            “bagaimana kau tau?” tanyaku balik, Youngmin tersenyum tipis kemudian menoleh kearahku dengan tatapan dingin
            “kau merindukannya?”
            Pertanyaan itu membungkam mulutku, dan ketika Youngmin melihat perubahan ekspresi dari wajahku dia tersenyum sinis lalu terkekeh pelan
            “kau lucu.. merindukannya tapi membuatnya menyesal merindukanmu” ucap Youngmin, aku menghela nafas panjang, tau akan maksud kalimatnya itu.
            “aku bodoh” kalimat singkat itu membuat ekspresi Youngmin kembali mendatar dia menghembuskan nafasnya lalu bersandar pada sandaran kursinya
            “kau memang bodoh… dan yang lebih bodoh lagi adalah kau meninggalkan barang yang seharusnya Noona kembalikan…. Kau kira aku tak tau?”

---

            Apa kita ditakdirkan untuk seperti ini? Kita berdampingan tapi berpura-pura tak saling kenal satu sama lain? Seperti air dan minyak.. mereka sama-sama cair namun selalu terpisah.. apa kau dan aku juga begitu?

            Author’s POV

            Yeonra menaikan resleting mantelnya sampai ke puncak, dia berlari di tempat dan menggosokkan kedua tangannya mencari kehangatan. Menunggu dua adiknya pulang itu sangat merepotkan apalagi di cuaca seperti ini, ingin rasanya dia berlari masuk ke sekolah itu dan menghangatkan diri di ruangan yang pastinya sudah terpasang pemanas ruangan. Yeonra melirik jam tangannya dan jarum terus berputar menghitung detik-detik beku yang dialami gadis itu,
            “tau begini lebih baik aku membuat 1001 alasan untuk bermalas-malasan di rumah” gerutunya, hari ini dia akan menghabiskan malamnya bersama keluarga kecilnya karena dia juga mendapat kabar dari ibunya bahwa ayahnya mengambil cuti beberapa hari. Kebetulan besok juga sudah masuk liburan natal dan tahun baru. Yeonra kembali membuat scenario kegiatan malas-malasannya di kamar yang pernah ia tempati sampai usia menginjak 18 tahun itu. Namun semua itu dibuyarkan oleh suara bel tanda pulang sekolah dan suara yang sangat ribut dari arah bangunan besar di belakangnya. 5 menit kemudian para siswa dengan seragam musim dinginnya lalu lalang di depan Yeonra, gadis itu diam dan mengingat masa-masa SMA nya yang bodoh bersama Jeongmin dulu,
            “dulu jika hari terakhir sekolah begini aku dan Jeongmin membeli arak beras dan menghangatkan diri di kedainya” lirih Yeonra.
Lamunan Yeonra terhenti seketika saat dua adik kembar –yang super kurang ajar itu—mengagetkannya dari belakang, tak lama setelah itu saat Yeonra sibuk mengomel dan memukul kepala mereka berkali-kali, Minwoo datang. Suasana mendadak hening.
            YoungKwang bertukar pandang dan mengembangkan sebuah senyum—pertanda hal tak baik. Kwangmin tersenyum lebar dan merangkul Minwoo
            “malam ini kami mengadakan pesta makan malam.. Minwoo~ya, kau kuundang secara sangat-sangat-sangat special.. kau bisa datang kan?” ajak Kwangmin, Minwoo menatap gadis yang ada didepannya. Segaris senyuman muncul di bibirnya membuat hati Minwoo benar-benar meleleh kala itu.
            “Annyeong haseyo” katanya sopan lalu membungkukkan tubuhnya sedikit
            “bocah ini…” Youngmin menggerutu—lagi
“sebaiknya kita segera berangkat ke super market.. eomma mungkin mengomel di rumah.. kajja” ajak Yeonra mendahului yang lain masuk ke dalam mobil, Youngmin melirik Minwoo sebentar lalu mengikuti noonanya masuk ke dalam mobil
“kau mau datang?” Tanya Kwangmin, Minwoo tersenyum tipis
“mungkin”
“baiklah.. aku pergi dulu” pamit Kwangmin, dia yang paling terakhir masuk ke dalam mobil, lalu kendaraan itu mulai bergerak meninggalkan gerbang sekolah. Minwoo masih mematung disana, dia menggelengkan kepalanya seraya mengacak-acak rambut cepak itu
“aku benar-benar gila sekarang”

---
Mengetahui keadaan rumahnya yang sepi Minwoo perlahan mengambil langkah mengendap masuk dan berniat kabur ke kamarnya namun. Langkahnya terhenti saat melihat ibunya mengobrol dengan seorang namja yang menggunakan penutup kepala warna merah, dia menganggukkan kepalanya.
“nugu?” kata Minwoo pelan.
Ibu Minwoo mengalihkan pandangannya dan menatap anak kesayangannya itu, wanita itu tersenyum lalu menyambut Minwoo sementara mata Minwoo membesar saat namja yang sejak tadi mengobrol dengan ibunya menoleh. Jeongmin?

“jadi…?” Minwoo mengulangi pertanyaanya untuk ke-tiga kalinya, Jeongmin masih diam dan bersandar di pagar besi yang membatasi sebuah teras kamar Minwoo dan halaman belakang yang sudah ditutupi salju tebal. Dingin.. namun namja itu seakan merasa nyaman dengan udara di luar sana, Minwoo menyusul keluar dan sama-sama bersandar dipagar yang sama
“Hyung.. jawab aku” katanya
“apa diam ini bukan jawaban?”
“tentu saja bukan”
“biasanya orang bisa dengan mudah menebak jawaban yang akan keluar dari mulutku ketika aku diam” ucap Jeongmin matanya menatap lurus kedepan
“aku bukan orang yang seperti itu” bantah Minwoo tanpa berfikir lagi, Jeongmin menggariskan senyuman di bibirnya
“dia tak menyukaiku.. kau yang menang”
“mwo?” kedua alis Minwoo mengerut “mworaguyo?”
“kau tadi secara tak langsung menanyakan hubunganku dan Yeonra kan? Kami berteman.. tak lebih… cih… aku kalah oleh anak SMA” Jeongmin berlagak tak terima namun air mukanya tak mampu menipu Minwoo, namja itu tersenyum.
“aku tak peduli lagi.. aku… sudah kembali ke kehidupanku meski rasanya aneh, tapi lebih baik begini” ujar Minwoo
“Yeonra berubah semenjak kau datang.. dan dia kembali berubah saat kau pergi” ucap Jeongmin, Minwoo sebenarnya berniat menanyakan apa maksudnya namun dia diam menunggu orang yang pernah menantangnya ini melanjutkan kalimatnya “ketika kau datang dia lebih banyak bicara dibanding sebelumnya, dan saat kau pergi dia tak pernah bicara pada siapapun lagi… bocah hebat.. kau bisa membuat perubahan besar pada Yeonra” sambungnya diakhiri kekehan pelan
Minwoo masih diam, membeku lebih tepatnya
“hajiman…” Jeongmin menggantungkan kalimatnya “aku tak suka dia menjadi pendiam seperti itu.. jujur.. kau harus kembali padanya”
“andwae…… aku sudah terlanjur membuatnya membenciku” ungkap Minwoo, Jeongmin tertawa karena kalimat itu, dia menepuk keningnya dengan tawa yang masih meledak-ledak
“kau.. phuahahahaha aku seperti dalam drama saja.. astaga hahahahaha kau… maaf, tapi itu kalimat terbodoh yang pernah kudengar.. Minwoo~ya Yeonra bukan orang yang bisa dengan mudah membenci orang yang benar-benar ia sukai. Percaya padaku”

In front of a twinkling candle
I will promise to you that I will only look at you for the rest of my life

“jadi.. apa yang membawa hyung kemari? Lagipula dari mana hyung tau alamat rumahku?” Tanya Minwoo, Jeongmin tersenyum polos
“apa yang tak Lee Jeongmin ini ketahui? Aku jelas tau semuanya” katanya berbangga, Minwoo tertawa karena kalimat itu. Jeongmin menepuk pundak Minwoo dan tersenyum kearah namja itu
 “malam ini aku akan datang ke makan malam di rumah Yeonra, kau ikut? Yah.. mungkin kita bisa kesana bersama” tawar Jeongmin, Minwoo terdiam sejenak mempertimbangkan ia akan datang atau tidak

 Minwoo’s pov

 “jika kau mau datang, bersiaplah.. kita beli kado natal untuk adik-adik yeoja aneh itu”
 “hyung, kau mau membelikan mereka kado?? Sebaiknya tak perlu… aku kenal adik noona, mereka tak butuh barang atau hadiah, yang mereka mau biasanya makanan”
 “katakan saja kalau kau ingin aku belikan makanan juga”
 “hahahaha.. kenapa kau tau apa yang kupikirkan?”
 Aku tersenyum melihatnya tertawa setelah lawakan garingku tadi, lalu mengajaknya masuk ke dalam kamar. Tadi juga Kwangmin sudah mengajakku jadi apa salahnya datang? Tapi… aku tak yakin noona akan suka dengan kedatanganku ini.
 “kau jadi ikut tak?” Tanya Jeongmin, sepertinya dia berniat segera berangkat ke tempat pesta itu. Aku tersenyum lalu menggeleng padanya
 “wae? Ada yang menunggumu disana” katanya, membuat rona-rona merah di pipiku kembali bersemu
 “aku.. ada yang ingin kubicarakan dengan aboji malam ini.. mianhae” jawabku segera, Jeongmin kemudian tersenyum “oh ya, darimana hyung tau alamat rumahku?” aku kembali bertanya
 “kau pikir untuk apa aku punya nomor ponselmu di kontakku? Aku menanyakan pada operator tentang data lengkapmu tuan No haha… aku hebat bukan?”
 Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku.
 Orang ini sepertinya akan melakukan apa saja asal bisa bertemu dengan orang yang dicarinya.
 “geurae..”
 “kau tak titip salam untuk Yeonra?” Jeongmin-hyung bertanya lagi, dan jawabanku sama saja, sebuah senyuman dan gelengan kepala. Namja itu membalas senyumanku kemudian keluar dari kamarku, samar-samar aku mendengarnya berpamitan pada eomma. Aku duduk diatas kasurku, diam dan sesekali menatap gugruan salju diluar sana.

 “kenapa eomma sama sekali tidak memanggil polisi ketika aku menghilang dulu? Apa kalian sudah tau kemana aku pergi sebelumnya?”

 “jika kami mencarimu dengan bantuan polisi akan menjamin kau kembali dan tak pernah kabur seperti itu lagi? Tanpa harus memanggil polisi pun kau kembali dengan sendirinya bukan?”

 “kalian sesungguhnya bahagia aku tak ada disini kan? Kalian senang aku menghilang kan?”

 “bukan seperti itu Minwoo-ya.. dengarkan eomma, kami mencarimu.. karena kami khawatir jika menggunakan bantuan polisi muncul kabar-kabar yang tidak mengenakan sayang.. bukan kami bermaksud..”

 “arrasseo.. apapun jawaban kalian aku hanya harus percaya bukan? Arrasseo.. aku takkan membahas ini lagi”

 “apa yang membuatmu bertanya seperti ini pada kami?”

 Aku tak menjawab pertanyaan appa tadi dan langsung masuk ke kamarku dengan bonus bantingan pintu, entah kenapa aku malah sangat marah ketika appa bertanya seperti itu padaku. Aku berbaring di kasur dan menerawang ke atas langit-langit kamarku, pikiranku kosong sekarang, ponselku bergetar mendadakan sebuah e-mail masuk dari Kwangmin, dia mengirimiku foto pesta di rumahnya dan satu foto yang membuatku tersenyum ketika melihatnya, tanganku bergerak cepat dan langsung menjadikan foto itu wallpaper di ponselku, foto itu memperlihatkan Yeonra noona tengah mengobrol dengan Youngmin sebenarnya aku tak yakin karena orng yang ada di sebelahnya tak begitu terlihat, dia sangat cantik disitu. Aku menyesal tak datang. Tapi jika saja aku datang apakah noona akan senang? Kurasa tidak. Mungkin…?


            ­­­----

 Author’s pov

 Yak!! Hyung….” Kwangmin kembali mengomel pada kakaknya yang mendorong sepeda itu menjauh darinya
 “waee?” balas Youngmin tak mau kalah
 “ itu.. baru saja aku akan menggunakannya.. hyuung~ kau pakai yang lain sana!!” perintah Kwangmin lalu meraih salah satu stang sepeda itu.
 “mwohaeee???!” protes Youngmin “kau.. siapkan saja kameranya!!” perintah Youngmin balik
 “kenapa harus aku???”

 Kamera..ya kamera.. sebelum liburan musim dingin dimulai sepertinya guru kelas seni kedua bocah kembar ini sama sekali tak mau membiarkan murid-muridnya tenang-tenang sampai akhirnya beliau memberikan mereka tugas, yaitu membuat sebuah film. Ya, film.. menggunakan kamera dan peralatan sebagainya. Dalam kelas itu terbagi menjadi beberapa kelompok dan tersisalah Kwangmin,Youngmin, dan Minwoo hanya bertiga dalam satu kelompok. Sedangkan teman-teman mereka lainnya kelompoknya sudah pas berjumlah 8-9 orang. Bukan hal buruk memang, karena guru mereka mengizinkan –hanya mengizinkan kelompok mereka—untuk menggunakan bantuan orang luar. Akhirnya kembar ini mengatur nasakahnya sampai selesai, dengan bantuan Jeongmin dan Yeonra tentunya. Seterah selesai mereka baru ingat akan pemain-pemainnya, setelah naskah itu di print Youngmin mengirimkan naskah itu pada Minwoo untuk dihafalkan sebagai tokoh utama dalam cerita ini.

 “Youngmin-ah!!! Kenapa peranku seperti ini?!” protes Minwoo dalam sambungan telepon mereka ketika Minwoo –tentunya sudah membaca isi naskah drama itu.
 “eiii~ tenanglah.. itu belum seberapa, hari selasa kita melakukan pengambilan gambar aku akan menjemputmu arra?”
 “aiiiss.. wae?”
 “jangan melawan! Aku yg tertua di kelompok ini jadi kau harus menurut padaku”
 “Youngmin-ah~~”
 Youngmin memutuskan sambungan telepon itu dengan tawa setan khasnya,merasa rencana –dibalik pengambilan gambar ini—berhasil.

 “jadi.. siapa pemain yeojanya?” Tanya Minwoo saat Youngmin tiba di rumahnya, Minwoo langsung duduk di tempat boncengan, Youngmin hanya diam dan mengulas sebuah senyuman yang sangat-sangat-sangat mencurigakan
 “Youngmin-ah~” rajuk Minwoo
 “rajukanmu seperti yeoja.. geumane?!” perintah Youngmin lalu mulai mengayuh sepedanya menuju lokasi pertama.
 “di scene ini aku tak perlu berkata-kata kan? Cuma diam dan memasang ekspresi memelas ke kamera?” Tanya Minwoo yg kembali membukan lembaran-lembaran naskah.
 “geurae… tapi.. bukan memelas juga pabo?! Biasa saja”
 “lalu.. aku harus bagaimana?? Aku sudah berlatih depan kaca supaya nilai kita bagus” omel Minwoo
 “kau baca naskahnya lagi, Cuma ekspresi sedih”
 “memelas dan ekspresi sedih sama saja?!”
 “BEDA”
 “SA~MA!”
 “aiis”

---

 Youngmin tiba di sebuah tepi sungai yg dihiasi rumput ilalang yg tinggi dan berwarna kecoklatan, Minwoo melihat ke sekeliling lalu tak sengaja melihat kea rah Kwangmin yg sibuk dengan kameranya.

 “aku disini Cuma sendirian? Mana pemeran yeojanya?” Tanya Minwoo
 “dia kan muncul diakhir.. lagipula dia juga sedang mengambil gambar di tempat lain supaya menghemat waktu kita” jawab Youngmin, dia memegang naskah juga membacanya sebentar lalu mengarahkan Minwoo untuk memulai darimana dan bagaimana. Pengambilan gambar tidak semudah yg mereka bayangkan karena udara dingin dan juga Minwoo yg harus melepas sebagian mantel tebalnya karena factor kostum mengakibatnya bersin-bersin dan NG bertebaran di mana-mana. Setelah pengambilan gambar selesai Minwoo berharap lokasi selanjutnya berada di sebuah ruangan tertutup yg penuh dengan penghangat ruangan sebelum flu menyerangnya.



             Kira-kira segitu dulu untuk hari ini(?) haha~ aku baru selesai ngetik sampai sini sodara-sodara ._.v mian kalo keterlaluan sekali ini ngaretnya .-.vv doakan saja semoga bagian 4.bnya segera selesai dan tamatlah(?) ff ini wkwkw.. ikay, itu aja.. ^^/ annyeong~~

Ppyong~!a mungkin.atang apakah noona akan senang? kurasa disitu. aku  dengan Youngmin sebenarnya aku tak yakin karena orng yang ada

No comments:

Post a Comment