-Unromantic Love
Story-04-
By : -fairydean
Jika memang saat ini kau sama sekali
tak menginginkanku, tak masalah.. aku akan berusaha untuk mengerti, hajiman.
Hatiku terus berharap akan datangnya sebuah hari dimana kau ingin bertemu
denganku, jujur.. aku tak suka caramu yang pergi begitu saja seperti ini
The white starlight, the black
darkness
is pushing me away from far
When i look at you with my smile
I always become farther apart
---
Hari-hari tetap harus berlanjut, hidup tak mungkin
menunggumu untuk mengatakan hal-hal yang tak terkatakan, hidup juga takkan
menunggumu untuk melakukan hal yang belum kau lakukan sebelumnya, jika kau tak
berjalan sekarang kau akan tertinggal selamanya. Argumen bodoh yang harus
selalu dipatuhi, orang-orang menyebutnya melangkah
kedepan dan tak menatap kebelakang. Sebenarnya mereka harus memperbaiki
kalimat itu, karena takkan ada masa depan
tanpa masa lalu.
Yeonra baru saja menyadari hari-hari di masa lalunya yang
sudah lama lewat itu terbuang sia-sia karna kebodohannya sendiri. Dia terlalu
sibuk dengan dunianya sendiri sehingga tak menyadari bahwa ada sebuah rasa yang
terabaikan dan sekarang rasa itu mungkin sudah melangkah pergi, namun
menyisakan sesuatu pada hati Yeonra. Kini yang dia rasakan mungkin hanya penyesalan
dan perasaan seperti orang bodoh. Dan pagi ini kembali seperti pagi-pagi
sebelumnya yang sepi dan hanya dia sendiri yang duduk di meja makan kayu bercat
putih dan terdapat pahatan pita disisi-sisinya. Di depannya sudah tersaji 2
potong roti bakar namun sama sekali belum disentuh sejak 5 menit yang lalu.
Yeonra menatap keluar dimana guguran salju turun ke bumi secara perlahan, hari
ini tanggal 24 december. Malam natal, mata Yeonra mengalihkan pandangannya ke
sebuah pohon natal kecil yang kembar Youngmin-Kwangmin belikan semalam. Yeonra
menghela nafasnya mungkin malam natal ini dia harus memilih antara pergi ke
rumah ibunya merayakan malam natal disana atau tinggal di rumah ini sendirian
menanti sosok misterius santa claus datang membawa karung besar berisi hadiah
ke rumahnya, bukan hadiah mewah sebenarnya yang diinginkan oleh Yeonra, dia
hanya ingin tawa-tawa aneh dan kejadian absurd dirumahnya terulang kembali, dan
pelaku utama itu semua – Minwoo tentulah harus kembali.
Bersamaan dengan itu semua, guguran salju diluar sana
semakin deras dan mungkin esok harinya saat Yeonra terbangun dari tidurnya dia
sudah terdampar dalam kota yang berwarna putih seluruhnya.
Dan sekarang Yeonra menyibukkan dirinya dengan aktifitas
barunya menjelajah dunia maya lebih sering ketimbang biasanya, dia membuka
beberapa web dan sesekali tertawa kecil bila menemukan sesuatu yang lucu,
Yeonra menatap keluar jendela dan seakan teringat sesuatu, dia menepuk
keningnya dan baru saja ingat dia membeli sebuah pohon natal tapi tidak dengan
hias-hiasannya.
“aiiiiisssss” sungutnya, dengan perasaan malas Yeonra
bangkit dari kursinya dan meraih mantel putih –pemberian 2 adik kembarnya malam
itu—dan sebuah syal merah yang senada dengan kaus tangan panjangnya. Yeonra
mengikat tali sepatunya asal dan segera mengunci pintu rumah dan melangkah
keluar, dia merogoh-rogoh saku mantelnya dan menemukan sebuah dompet, gadis itu
menghitung beberapa lembar won di dalamnya kemudian tersenyum dan berlari kecil
menuju minimarket atau toko apa saja yang menjual hiasan pohon natal. Tak perlu
berjalan terlalu jauh dari rumah Yeonra sudah menemukan sebuah toko kecil yang
menjual perlengkapan natal, gadis itu tersenyum kemudian melangkah masuk.
Langkahnya terhenti sesaat tepat di depan pintu masuk. Waktu terasa benar-benar
berhenti setelah bel yang tertempel di pintu itu tak lagi berbunyi, mata Yeonra
memantulkan sosok seorang namja yang memakai mantel dengan warna gelap, tanpa
syal dan menggunakan sebuah topi rajutan warna merah. Minwoo?
Yeonra’s POV
Aku masih mematung di depan pintu masuk saat mataku ini
benar-benar memantulkan sosok namja yang tengah memilih-milih sebuah gantungan
–yang mungkin—untuk pohon natalnya. Jika penglihatanku tak salah dia adalah
Minwoo. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku dan benar… dia Minwoo, astaga jantungku
seakan melompat di dalam rongga dada ini ketika bisa melihatnya lagi. Baru
beberapa jam yang lalu kami tak bertemu namun rasanya aku benar-benar
merindukannya.
Aku perlahan mengambil langkah diam-diam kearah rak kecil
dimana dia juga tengah memilih gantungannya, kami saling diam tak ada yang
memulai percakapan. Sebenarnya aku juga yakin Minwoo tak menyadari
kedatanganku. Tangannya masih memilih-milih beberapa gantungan, sampai secara
tak sengaja kami bermaksud mengambil gantungan sama dan…
Kejadian itu terjadi..
Tangan kami
bersentuhan..
Dia menoleh kearahku…
Dan aku benar-benar
merasa sangat sulit untuk bernafas. Dan jujur aku merasakan sedikit perasaan
takut ketika mata itu juga menatap mataku, mata itu tak tersenyum hanya
menatapku datar. Tanpa ekspresi yang berarti. Hanya aku sendiri sepertinya yang
merasakan debaran jantung ini, apa dia marah padaku?
“mianhae” dia berkata dan menyingkirkan tangannya dari
gantungan itu dan kembali memilih yang lain. Suasana kembali hening. Dia marah?
“M…minwoo..Minwoo~ya a..” sebelum aku menyelesaikan
kalimat itu, Minwoo hanya menoleh kearahku –masih tak berekspresi—lalu aku
mendengar seperti dia membisikkan sesuatu, namun tak terdengar di telingaku,
dari gerak bibirnya aku hanya menebak dia mengatakan bogoshipo noona? Aku sebenarnya tak yakin dengan semua itu
Dia menghela nafas panjang, mungkin karna ekspresi
wajahku yang terlihat seperti orang kikuk, lalu melangkah pergi, keluar dari
toko itu. Sebenarnya hatiku berteriak untuk mengejarnya keluar sana.. hajiman…
aku menundukkan kepalaku mencoba meyakinkan diriku sendiri maksud dari
gerak-geriknya tadi, dan akhirnya aku melihat keluar jendela toko. Sosoknya tak
terlihat lagi.. aku berlari keluar toko bermaksud menyusulnya.. namun…
sepertinya aku terlambat lagi.. Yeonra.. kenapa kau benar-benar seperti orang
bodoh? Harusnya tadi kau gunakan sebagai kesempatan untuk minta maaf dan
menanyakan kenapa dia pergi..
Sekarang dia menghilang
lagi..
Dan mungkin takkan
bertemu denganku lagi.
When i call you,
when i look for you
Come to me as the wind
Hug me in secret
So i can feel you
You are always next to me
Minwoo’s POV
“M…minwoo..Minwoo~ya
a..”
Dan akhirnya
suara itu terus terngiang di telingaku. Aku menundukkan kepalaku menatap jalan
yang aku tapaki, tanah yang sedikit basah karena lelehan salju yang terus jatuh
dari langit Seoul. Sampai akhirnya langkah kaki ini membawaku ke halaman dimana
aku pertama kali bertemu dengannya, pertemuan yang mengawali kisah yang
menyebalkan ini. Sungguh aku masih ingat betapa bodohnya aku duduk di depan
pagar besi ini dan menunggunya pulang sampai membeku. Aku selalu tersenyum
membayangkannya.
Sampai akhirnya bidadari itu pulang ke rumahnya dan
mengajakku masuk kerumahnya dan memberiku sup tomat buatan sendiri, aku kembali
tersenyum membayangkan semua itu. Dan sekarang apa yang akan kulakukan
selanjutnya? Mungkin Yeonra-noona sudah bersama Jeongmin-hyung orang yang
paling pantas bersamanya.
“Minwoo~ya” aku sedikit tersentak mendengar suara itu,
aku menoleh kebelakang dengan semua perasaan ragu dan debaran jantung yang
sepertinya semakin menguat ketika aku akhirnya melihat wajahnya lagi, bidadari
tempatku bersandar. Noona.
“apa… apa yang sedang kau lakukan disini? Hmm? Apa kau
bermaksud bernostalgia?” tanyanya dengan nada dingin, bukan seperti harapanku
dimana semuanya sama seperti dulu saat dia menyuruhku masuk ke dalam rumahnya
dan kembali menyantap sup tomat
“jesongieyo” aku membungkukkan badanku dan berbalik,
bermaksud untuk pulang kerumah
“BOGOSHIPO! JEONGMAL BOGOSHIPO!” teriaknya dibelakangku,
mataku membesar dan aku benar-benar membeku di tempat sekarang, entah aku harus
menoleh kebelakang dan menatap wajahnya lagi aku melangkah pergi membuatnya
menganggapku orang jahat? Aku bingung.
“kau tak merindukan orang yang selalu kau panggil Yeonra-noona
ini? Kau… benar-benar marah sampai kau membenci dan berniat melupakan aku?
Begitu?”
Pertanyaan itu benar-benar membungkam mulutku, entah
jawaban macam apa yang harus kukatakan padanya. Semakin aku berusaha
memikirkannya aku semakin bingung. Sampai akhirnya sebuah kalimat yang
benar-benar belum pernah terpikirkan oleh otakku mengalir melalui mulutku dan
kurasa itu berhasil melukai hati noona.
“maaf.. tapi aku tak pernah merindukan noona sama
sekali.. aku Cuma merasa betapa bodohnya aku dulu datang kerumah ini dan
berharap menemukan tempat berlindung….” Sebelum kalimat itu selesai
Yeonra-noona mengembangkan sebuah senyuman dan melangkah mendekatiku, dia
melepaskan syal merah yang terlilit di lehernya dan memakaikannya pada leherku
“aku sudah terlalu bodoh dan berharap terlalu banyak
untuk dirindukanmu Minwoo~ya… aku benar-benar minta maaf jika aku membuat
sebuah kesalahan malam itu dan membuatmu marah sampai seperti ini, tapi tolong
jika kau tak ingin aku merindukanmu ambilah syal ini.. aku cukup senang dengan
syal merah pemberianmu ini dan terimakasih untuk semuanya selama kau tinggal di
rumahku.. sekali lagi aku minta maaf jika aku pernah membuat kesalahan besar…
aku tak memohon maaf darimu.. itu yang perlu kau ingat” katanya seraya
melilitkan syal itu di leherku, kemudian dia tersenyum dan masuk ke dalam
rumahnya. Aku yakin dia menangis karena kalimatku yang jahat tadi.. sungguh bukan
itu yang ingin aku katakan noona. Aku berani bersumpah untuk hal ini. Aku
mengeluarkan satu kotak kecil dari saku mantelku dan memasukkannya kedalam
kotak surat yang bertengger di dekat pagar rumahnya dan juga menggantungkah
syal merah itu. Sebelum aku pulang aku menatap pintu rumah yang tertutup rapat
itu
Mianhaeyo
---
Sebenarnya jantungku berhenti
berdetak saat kau mengakui bahwa kau merindukanku, kalimat itu akhirnya
menghancurkan hatiku juga ketika aku ingat bagaimana aku membalas kalimat yang
penuh kejujuran darimu dengan kalimat yang sangat jahat. Aku sudah melukai hatimu
bukan? Kuharap kau masih sudi melihat wajahku jika kita bertemu
My heart is cracked, cut and broken
At
the end of a rough day
When I am broken into pieces, you
would be able to see me
Esoknya aku berangkat ke sekolah seperti biasa, semuanya
kembali seperti semula dimana eomma yang membangunkanku dari mimpi indah dan
sarapan di meja makan besar yang menurutku sangat boros karena hanya ada 3
orang yang menempati kursinya masing-masing. Aku diam tak membuka mulut sama
sekali terutama saat aboji memasuki ruang makan dengan wajah cerahnya, eomma
menyambutnya dan memberikan kecupan selamat pagi seperti keluarga-keluarga
idaman di film barat. Aku masih diam, dan hanya menjawab sapaan aboji dengan
senyuman tipis
“Minwoo, apa kau sakit?” Tanya eomma, aku menggelengkan
kepalaku dan memberikan senyumanku sebagai perwakilan jawaban dari
pertanyaannya tadi
“semalam kau pulang larut bukan.. aku khawatir kau sakit”
aboji bersuara dengan nada bicara yang aneh.. apa ini akhir dunia? Kenapa dia
seolah peduli pada anaknya yang satu ini?
“ani.. na gwenchana” jawabku singkat lalu melahap roti
bakarku, aku agak kurang nyaman dengan suasana ini, dimana aku tau bahkan sadar
ada dua pasang mata yang memperhatikan gerak-gerikku, namun aku berusaha
bersikap itu sama sekali bukan masalah buatku. Anak yang sudah kabur dari rumah
selama 2 bulan belakangan.. tunggu dulu…
“aboji, eomma… apa kalian menelepon polisi saat aku
pergi?” tanyaku penasaran, biasanya para orang tua sekaya apapun mereka akan
memanggil polisi jika anaknya menghilang. Pertanyaanku tak kunjung mendapat
jawaban. Orangtuaku masih sibuk bertukar pandang
“apa kalian merasa cukup dengan orang-orang suruhan yang
selalu tak berhasil membawaku pulang?” tanyaku, dan ekspresi aboji seketika
berubah, menjadi sepucat piring tempat roti bakarnya terhidang
“apa kalian merasa sedikit lega ketika aku pergi karena
pembuat masalah sudah pergi?” tanyaku dengan nada yang menuntut sebuah jawaban.
“bukan begitu Minwoo…… kami hanya…”
“atau kalian tau kemana aku pergi hari itu?”
Pertanyaan yang
terlontar dari mulutku itu seperti menjadi sebuah skakmat bagi aboji dan eomma
mereka berdua tak bersuara sama sekali, mereka berdua justru terlihat tegang,
aku tersenyum sarkatis dan langsung menggendong tasku
“sepertinya memang kalian menyembunyikan sesuatu.. aku
tak tau itu apa.. tapi aku yakin itu bukanlah hal baik bukan?” kataku dingin
lalu melangkah pergi, eomma segera bangkit dari duduknya dan menghampiriku
“eomma akan menceritakan semuanya ketika kau pulang
sekolah” katanya, kedua tangannya yang hangat itu menyentuh pundakku, dengan
cepat aku menepisnya
“itu jika aku pulang ke rumah” kataku lebih dingin dari
kalimat sebelumnya lalu pergi dari ruangan itu. Setibanya di kelas dan seperti
biasa pasangan kembar itu menyambutku di depan pintu kelas dengan ekspresi
cerah mereka namun agak sedikit berbeda untuk Youngmin hari ini, dia terlihat
lebih… murung? Entahlah, mungkin hanya perasaanku, begitu melihatku mendekat
dia tersenyum dan menyapaku.
“kau duduk denganku atau hyung?” Tanya Kwangmin
tiba-tiba, aku mengerutkan keningku dan melirik kearah Youngmin yang hanya
menatapku dan tak memberi komentar apapun
“kau duduk dimana? Pelajaran pertama matematika, kurasa
lebih baik duduk di depan” ucapku diakhiri senyuman, Kwangmin menunjukkan
kursinya yang terletak ketiga dari depan “bagaimana denganmu Youngmin-hyung?”
tanyaku, Youngmin tak menjawab namun jari telunjuknya menunjuk kursi dibelakang
Kwangmin
“bagaimana?” Tanya Kwangmin lagi
“kurasa dengan Youngmin-hyung” jawabku dengan perasaan
canggung, Kwangmin tersenyum dan berlari keluar kelas menemui Seojoo gadis
paling pintar di kelas ini dan menawarkan untuk duduk disampingnya, Seojoo
tentu setuju. kudengar dia menyukai Kwangmin. Aku meletakan tasku di meja
Youngmin, si pemilik meja memperhatikan Kwangmin dan ketika adik kembarnya itu
keluar kelas bersama dengan Seojoo dia menghampiriku, kemudian duduk di kursi
kosong sebelahku. Suasana hening.
“kudengar semalam kau ke rumah noona?” Tanya Youngmin
memecah keheningan, dalam hati aku bertanya darimana dia tau hal itu?
“bagaimana kau tau?” tanyaku balik, Youngmin tersenyum
tipis kemudian menoleh kearahku dengan tatapan dingin
“kau merindukannya?”
Pertanyaan itu membungkam mulutku, dan ketika Youngmin
melihat perubahan ekspresi dari wajahku dia tersenyum sinis lalu terkekeh pelan
“kau lucu.. merindukannya tapi membuatnya menyesal
merindukanmu” ucap Youngmin, aku menghela nafas panjang, tau akan maksud
kalimatnya itu.
“aku bodoh” kalimat singkat itu membuat ekspresi Youngmin
kembali mendatar dia menghembuskan nafasnya lalu bersandar pada sandaran
kursinya
“kau memang bodoh… dan yang lebih bodoh lagi adalah kau
meninggalkan barang yang seharusnya Noona kembalikan…. Kau kira aku tak tau?”
---
Apa kita
ditakdirkan untuk seperti ini? Kita berdampingan tapi berpura-pura tak saling
kenal satu sama lain? Seperti air dan minyak.. mereka sama-sama cair namun
selalu terpisah.. apa kau dan aku juga begitu?
Author’s POV
Yeonra menaikan
resleting mantelnya sampai ke puncak, dia berlari di tempat dan menggosokkan
kedua tangannya mencari kehangatan. Menunggu dua adiknya pulang itu sangat
merepotkan apalagi di cuaca seperti ini, ingin rasanya dia berlari masuk ke
sekolah itu dan menghangatkan diri di ruangan yang pastinya sudah terpasang pemanas
ruangan. Yeonra melirik jam tangannya dan jarum terus berputar menghitung
detik-detik beku yang dialami gadis itu,
“tau begini lebih baik aku membuat 1001 alasan untuk
bermalas-malasan di rumah” gerutunya, hari ini dia akan menghabiskan malamnya
bersama keluarga kecilnya karena dia juga mendapat kabar dari ibunya bahwa
ayahnya mengambil cuti beberapa hari. Kebetulan besok juga sudah masuk liburan
natal dan tahun baru. Yeonra kembali membuat scenario kegiatan malas-malasannya
di kamar yang pernah ia tempati sampai usia menginjak 18 tahun itu. Namun semua
itu dibuyarkan oleh suara bel tanda pulang sekolah dan suara yang sangat ribut
dari arah bangunan besar di belakangnya. 5 menit kemudian para siswa dengan
seragam musim dinginnya lalu lalang di depan Yeonra, gadis itu diam dan
mengingat masa-masa SMA nya yang bodoh bersama Jeongmin dulu,
“dulu jika hari terakhir sekolah begini aku dan Jeongmin
membeli arak beras dan menghangatkan diri di kedainya” lirih Yeonra.
Lamunan Yeonra terhenti
seketika saat dua adik kembar –yang super kurang ajar itu—mengagetkannya dari
belakang, tak lama setelah itu saat Yeonra sibuk mengomel dan memukul kepala
mereka berkali-kali, Minwoo datang. Suasana mendadak hening.
YoungKwang bertukar pandang dan mengembangkan sebuah
senyum—pertanda hal tak baik. Kwangmin tersenyum lebar dan merangkul Minwoo
“malam ini kami mengadakan pesta makan malam.. Minwoo~ya,
kau kuundang secara sangat-sangat-sangat special.. kau bisa datang kan?” ajak
Kwangmin, Minwoo menatap gadis yang ada didepannya. Segaris senyuman muncul di
bibirnya membuat hati Minwoo benar-benar meleleh kala itu.
“Annyeong haseyo” katanya sopan lalu membungkukkan
tubuhnya sedikit
“bocah ini…” Youngmin menggerutu—lagi
“sebaiknya
kita segera berangkat ke super market.. eomma mungkin mengomel di rumah..
kajja” ajak Yeonra mendahului yang lain masuk ke dalam mobil, Youngmin melirik
Minwoo sebentar lalu mengikuti noonanya masuk ke dalam mobil
“kau
mau datang?” Tanya Kwangmin, Minwoo tersenyum tipis
“mungkin”
“baiklah..
aku pergi dulu” pamit Kwangmin, dia yang paling terakhir masuk ke dalam mobil,
lalu kendaraan itu mulai bergerak meninggalkan gerbang sekolah. Minwoo masih
mematung disana, dia menggelengkan kepalanya seraya mengacak-acak rambut cepak
itu
“aku
benar-benar gila sekarang”
---
Mengetahui
keadaan rumahnya yang sepi Minwoo perlahan mengambil langkah mengendap masuk
dan berniat kabur ke kamarnya namun. Langkahnya terhenti saat melihat ibunya
mengobrol dengan seorang namja yang menggunakan penutup kepala warna merah, dia
menganggukkan kepalanya.
“nugu?”
kata Minwoo pelan.
Ibu
Minwoo mengalihkan pandangannya dan menatap anak kesayangannya itu, wanita itu
tersenyum lalu menyambut Minwoo sementara mata Minwoo membesar saat namja yang
sejak tadi mengobrol dengan ibunya menoleh. Jeongmin?
“jadi…?”
Minwoo mengulangi pertanyaanya untuk ke-tiga kalinya, Jeongmin masih diam dan
bersandar di pagar besi yang membatasi sebuah teras kamar Minwoo dan halaman
belakang yang sudah ditutupi salju tebal. Dingin.. namun namja itu seakan merasa
nyaman dengan udara di luar sana, Minwoo menyusul keluar dan sama-sama
bersandar dipagar yang sama
“Hyung..
jawab aku” katanya
“apa
diam ini bukan jawaban?”
“tentu
saja bukan”
“biasanya
orang bisa dengan mudah menebak jawaban yang akan keluar dari mulutku ketika
aku diam” ucap Jeongmin matanya menatap lurus kedepan
“aku
bukan orang yang seperti itu” bantah Minwoo tanpa berfikir lagi, Jeongmin
menggariskan senyuman di bibirnya
“dia
tak menyukaiku.. kau yang menang”
“mwo?”
kedua alis Minwoo mengerut “mworaguyo?”
“kau
tadi secara tak langsung menanyakan hubunganku dan Yeonra kan? Kami berteman..
tak lebih… cih… aku kalah oleh anak SMA” Jeongmin berlagak tak terima namun air
mukanya tak mampu menipu Minwoo, namja itu tersenyum.
“aku
tak peduli lagi.. aku… sudah kembali ke kehidupanku meski rasanya aneh, tapi
lebih baik begini” ujar Minwoo
“Yeonra
berubah semenjak kau datang.. dan dia kembali berubah saat kau pergi” ucap
Jeongmin, Minwoo sebenarnya berniat menanyakan apa maksudnya namun dia diam
menunggu orang yang pernah menantangnya ini melanjutkan kalimatnya “ketika kau
datang dia lebih banyak bicara dibanding sebelumnya, dan saat kau pergi dia tak
pernah bicara pada siapapun lagi… bocah hebat.. kau bisa membuat perubahan
besar pada Yeonra” sambungnya diakhiri kekehan pelan
Minwoo
masih diam, membeku lebih tepatnya
“hajiman…”
Jeongmin menggantungkan kalimatnya “aku tak suka dia menjadi pendiam seperti
itu.. jujur.. kau harus kembali padanya”
“andwae……
aku sudah terlanjur membuatnya membenciku” ungkap Minwoo, Jeongmin tertawa
karena kalimat itu, dia menepuk keningnya dengan tawa yang masih meledak-ledak
“kau..
phuahahahaha aku seperti dalam drama saja.. astaga hahahahaha kau… maaf, tapi
itu kalimat terbodoh yang pernah kudengar.. Minwoo~ya Yeonra bukan orang yang
bisa dengan mudah membenci orang yang benar-benar ia sukai. Percaya padaku”
In front of a twinkling candle
I will promise to you that I will
only look at you for the rest of my life
“jadi..
apa yang membawa hyung kemari? Lagipula dari mana hyung tau alamat rumahku?”
Tanya Minwoo, Jeongmin tersenyum polos
“apa
yang tak Lee Jeongmin ini ketahui? Aku jelas tau semuanya” katanya berbangga,
Minwoo tertawa karena kalimat itu. Jeongmin menepuk pundak Minwoo dan tersenyum
kearah namja itu
“malam ini aku akan datang ke makan malam di
rumah Yeonra, kau ikut? Yah.. mungkin kita bisa kesana bersama” tawar Jeongmin,
Minwoo terdiam sejenak mempertimbangkan ia akan datang atau tidak
Minwoo’s pov
“jika kau mau datang, bersiaplah.. kita beli
kado natal untuk adik-adik yeoja aneh itu”
“hyung, kau mau membelikan mereka kado??
Sebaiknya tak perlu… aku kenal adik noona, mereka tak butuh barang atau hadiah,
yang mereka mau biasanya makanan”
“katakan saja kalau kau ingin aku belikan
makanan juga”
“hahahaha.. kenapa kau tau apa yang
kupikirkan?”
Aku tersenyum melihatnya tertawa setelah
lawakan garingku tadi, lalu mengajaknya masuk ke dalam kamar. Tadi juga
Kwangmin sudah mengajakku jadi apa salahnya datang? Tapi… aku tak yakin noona
akan suka dengan kedatanganku ini.
“kau jadi ikut tak?” Tanya Jeongmin,
sepertinya dia berniat segera berangkat ke tempat pesta itu. Aku tersenyum lalu
menggeleng padanya
“wae? Ada yang menunggumu disana” katanya,
membuat rona-rona merah di pipiku kembali bersemu
“aku.. ada yang ingin kubicarakan dengan aboji
malam ini.. mianhae” jawabku segera, Jeongmin kemudian tersenyum “oh ya,
darimana hyung tau alamat rumahku?” aku kembali bertanya
“kau pikir untuk apa aku punya nomor ponselmu
di kontakku? Aku menanyakan pada operator tentang data lengkapmu tuan No haha…
aku hebat bukan?”
Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku.
Orang ini sepertinya akan melakukan apa saja
asal bisa bertemu dengan orang yang dicarinya.
“geurae..”
“kau tak titip salam untuk Yeonra?” Jeongmin-hyung
bertanya lagi, dan jawabanku sama saja, sebuah senyuman dan gelengan kepala.
Namja itu membalas senyumanku kemudian keluar dari kamarku, samar-samar aku
mendengarnya berpamitan pada eomma. Aku duduk diatas kasurku, diam dan sesekali
menatap gugruan salju diluar sana.
“kenapa eomma sama sekali tidak memanggil
polisi ketika aku menghilang dulu? Apa kalian sudah tau kemana aku pergi
sebelumnya?”
“jika kami mencarimu dengan bantuan polisi
akan menjamin kau kembali dan tak pernah kabur seperti itu lagi? Tanpa harus
memanggil polisi pun kau kembali dengan sendirinya bukan?”
“kalian sesungguhnya bahagia aku tak ada
disini kan? Kalian senang aku menghilang kan?”
“bukan seperti itu Minwoo-ya.. dengarkan
eomma, kami mencarimu.. karena kami khawatir jika menggunakan bantuan polisi
muncul kabar-kabar yang tidak mengenakan sayang.. bukan kami bermaksud..”
“arrasseo.. apapun jawaban kalian aku hanya
harus percaya bukan? Arrasseo.. aku takkan membahas ini lagi”
“apa yang membuatmu bertanya seperti ini pada
kami?”
Aku tak menjawab pertanyaan appa tadi dan
langsung masuk ke kamarku dengan bonus bantingan pintu, entah kenapa aku malah
sangat marah ketika appa bertanya seperti itu padaku. Aku berbaring di kasur
dan menerawang ke atas langit-langit kamarku, pikiranku kosong sekarang,
ponselku bergetar mendadakan sebuah e-mail masuk dari Kwangmin, dia mengirimiku
foto pesta di rumahnya dan satu foto yang membuatku tersenyum ketika
melihatnya, tanganku bergerak cepat dan langsung menjadikan foto itu wallpaper
di ponselku, foto itu memperlihatkan Yeonra noona tengah mengobrol dengan
Youngmin sebenarnya aku tak yakin karena orng yang ada di sebelahnya tak begitu
terlihat, dia sangat cantik disitu. Aku menyesal tak datang. Tapi jika saja aku
datang apakah noona akan senang? Kurasa tidak. Mungkin…?
----
Author’s pov
“Yak!! Hyung….” Kwangmin
kembali mengomel pada kakaknya yang mendorong sepeda itu menjauh darinya
“waee?” balas Youngmin tak mau kalah
“ itu.. baru saja aku akan menggunakannya..
hyuung~ kau pakai yang lain sana!!” perintah Kwangmin lalu meraih salah satu
stang sepeda itu.
“mwohaeee???!” protes Youngmin “kau.. siapkan
saja kameranya!!” perintah Youngmin balik
“kenapa harus aku???”
Kamera..ya kamera.. sebelum liburan musim
dingin dimulai sepertinya guru kelas seni kedua bocah kembar ini sama sekali
tak mau membiarkan murid-muridnya tenang-tenang sampai akhirnya beliau
memberikan mereka tugas, yaitu membuat sebuah film. Ya, film.. menggunakan
kamera dan peralatan sebagainya. Dalam kelas itu terbagi menjadi beberapa
kelompok dan tersisalah Kwangmin,Youngmin, dan Minwoo hanya bertiga dalam satu
kelompok. Sedangkan teman-teman mereka lainnya kelompoknya sudah pas berjumlah
8-9 orang. Bukan hal buruk memang, karena guru mereka mengizinkan –hanya
mengizinkan kelompok mereka—untuk menggunakan bantuan orang luar. Akhirnya
kembar ini mengatur nasakahnya sampai selesai, dengan bantuan Jeongmin dan
Yeonra tentunya. Seterah selesai mereka baru ingat akan pemain-pemainnya,
setelah naskah itu di print Youngmin mengirimkan naskah itu pada Minwoo untuk
dihafalkan sebagai tokoh utama dalam cerita ini.
“Youngmin-ah!!! Kenapa peranku seperti ini?!”
protes Minwoo dalam sambungan telepon mereka ketika Minwoo –tentunya sudah
membaca isi naskah drama itu.
“eiii~ tenanglah.. itu belum seberapa, hari
selasa kita melakukan pengambilan gambar aku akan menjemputmu arra?”
“aiiiss.. wae?”
“jangan melawan! Aku yg tertua di kelompok ini
jadi kau harus menurut padaku”
“Youngmin-ah~~”
Youngmin memutuskan sambungan telepon itu
dengan tawa setan khasnya,merasa rencana –dibalik pengambilan gambar
ini—berhasil.
“jadi.. siapa pemain yeojanya?” Tanya Minwoo
saat Youngmin tiba di rumahnya, Minwoo langsung duduk di tempat boncengan,
Youngmin hanya diam dan mengulas sebuah senyuman yang sangat-sangat-sangat
mencurigakan
“Youngmin-ah~” rajuk Minwoo
“rajukanmu seperti yeoja.. geumane?!” perintah
Youngmin lalu mulai mengayuh sepedanya menuju lokasi pertama.
“di scene ini aku tak perlu berkata-kata kan?
Cuma diam dan memasang ekspresi memelas ke kamera?” Tanya Minwoo yg kembali
membukan lembaran-lembaran naskah.
“geurae… tapi.. bukan memelas juga pabo?!
Biasa saja”
“lalu.. aku harus bagaimana?? Aku sudah
berlatih depan kaca supaya nilai kita bagus” omel Minwoo
“kau baca naskahnya lagi, Cuma ekspresi sedih”
“memelas dan ekspresi sedih sama saja?!”
“BEDA”
“SA~MA!”
“aiis”
---
Youngmin tiba di sebuah tepi sungai yg dihiasi
rumput ilalang yg tinggi dan berwarna kecoklatan, Minwoo melihat ke sekeliling
lalu tak sengaja melihat kea rah Kwangmin yg sibuk dengan kameranya.
“aku disini Cuma sendirian? Mana pemeran
yeojanya?” Tanya Minwoo
“dia kan muncul diakhir.. lagipula dia juga
sedang mengambil gambar di tempat lain supaya menghemat waktu kita” jawab
Youngmin, dia memegang naskah juga membacanya sebentar lalu mengarahkan Minwoo
untuk memulai darimana dan bagaimana. Pengambilan gambar tidak semudah yg
mereka bayangkan karena udara dingin dan juga Minwoo yg harus melepas sebagian
mantel tebalnya karena factor kostum mengakibatnya bersin-bersin dan NG
bertebaran di mana-mana. Setelah pengambilan gambar selesai Minwoo berharap
lokasi selanjutnya berada di sebuah ruangan tertutup yg penuh dengan penghangat
ruangan sebelum flu menyerangnya.
Kira-kira segitu
dulu untuk hari ini(?) haha~ aku baru selesai ngetik sampai sini sodara-sodara
._.v mian kalo keterlaluan sekali ini ngaretnya .-.vv doakan saja semoga bagian
4.bnya segera selesai dan tamatlah(?) ff ini wkwkw.. ikay, itu aja.. ^^/
annyeong~~
Ppyong~!