-Past-
Kau mungkin tak menyadarinya.. sejak pertama kali mataku bertemu dan menatap matamu ada sesuatu yang aneh melanda jiwaku, semuanya berubah dan aku merasakan sebuah dejavu.
Mata itu sepertinya sudah biasa menatap hangat mataku, aku mengenalnya.. sangat mengenalnya, kau masa laluku.
Part 1: First Sight
“apa ini pertemuan pertama kita?”
Tik.. tik.. tik….
Rintikan hujan perlahan mulai turun dari langit Seoul, angin yang berhembus kencang membuat sebagian dedaunan pohon yang masih hijau terbang dan menyapu jalanan. Pertanda badai memang sudah diumumkan melalui stasiun televisi dalam acara ‘ramalan cuaca’nya. Dan siaran radio malam ini kembali menyiarkan tentang perkembangan cuaca dan kondisi di Jeolla yg kabarnya sudah diterjang badai terlebih dahulu. Sejak 1 minggu yang lalu memang bukanlah awal musim panas yg baik oleh banyaknya badai.
Dalam kegelapan malam, terdengar suara deru mesin motor yg sepertinya semakin dekat lalu berhenti disebuah rumah berlantai dua, dari atas motor besar itu turun seorang namja, dia mematikan mesin motornya dan suara hembusan angin yg menembus pepohonan kembali mendominasi. Dia melepaskan helmnya dan meletakkannya di atas jok lalu menengadahkan kepalanya. Sejenak ia terdiam dan menatap langit hitam diatasnya, tetesan air hujan turun dan membasahi pipinya. Ia tersenyum tipis lalu melangkah memasuki rumahnya.
Telepon di rumahnya berdering pertanda ada banyak voice mail yg tertinggal di dalamnya. Namja itu menekan sebuah tombol dan mulai terdengar suara seorang wanita paruh baya di sebrang sana.
“Jinyoung-ah ini eomma.. kau masih di kampus nak? Atau sengaja tak ingin mengangkat telepon dari eomma? Eomma hanya ingin mengingatkanmu untuk makan tepat waktu, jangan sampai kau sakit lagi seperti waktu itu arrasseo? Hubungi eomma jika kau sudah sampai hm?”
….
“hyung! Aku Chanshik.. kau tau baru saja seorang yeoja dengan wajah malaikat datang dan terssenyum padaku, aaah… rasanya dunia berhenti untukku, hyung! Kalau kau sudah pulang hubungi aku ok?”
Namja yg bernama Jinyoung itu segera menekan tombol lain dan voice mail tak lagi berbunyi, suasana rumah sangat hening lalu disusul oleh suara hujan deras dari luar sana, Jinyoung menatap keluar jendela dengan tatapan kosong terlihat motornya di depan sana yg tersirami hujan. Dalam hati ia bersyukur itu artinya dia tak perlu repot-repot mencuci motornya esok pagi.
Jinyoung melangkah dan mencari saklar lampu, sebenarnya ia sudah terbiasa diam dalam gelap, namun berbeda dengan malam ini rasanya ia takut dengan kegelapan ni.
Klik..
Ruangan kini terang benerang, Jinyoung melirik kearah kulkasnya di dekat meja makan lalu mendekatinya dan membuka, menatap isinya yg sebagian besar hanyalah left lovers (makanan sisa) dan makanan instan. Jinyoung menutup pintu kulkasnya dan beralih mengambil segelas air dari dapur. Di luar sana hujan turun semakin deras dan memberikan kesan dingin.
Disisi lain masih dari balik derasnya hujan itu seorang gadis berlarian di pinggir jalan dan melindungi kepalanya dari serangan hujan menggunakan tasnya meski itu sama sekali tidak membantu, hujan tetap berhasil membuatnya basah kuyup dari kepala sampai ujung kakinya. namun ia tetap berlari menembus badai itu, hingga langkahnya terhenti di depan sebuah bangunan besar yg diatasnya tertulis ‘International Hospital Cheumdong’ gadis berambut panjang itu menepuk-nepukkan jaketnya yg sudah basah kuyup itu, tak lama dari pintu masuk keluar seorang wanita paruh baya dengan jas warna putih polos, matanya membulat begitu melihat gadis itu.
“Ji-eun!” pekiknya, yg diteraki malah tersenyum tak bersalah.
---
“ada apa kau kemari nak? Bukankah eomma sudah bilang sebaiknya kau diam saja di apartement hm?” wanita tadi memberikan sehelai handuk warna biru muda, Ji-eun menerimanya dengan seulas senyuman hangat.
“na bogoshipo eomma-ya.. tak boleh kah anakmu yg cantik ini mengunjungi eomma?” rajuknya, wanita itu tersenyum lalu mengacak rambut anak semata wayangnya.
“eomma…. Kalau bisa aku ingin seperti dulu lagi melihat eomma praktik, bolehkah?” Tanya Ji-eun tiba-tiba, ibunya terdiam sejenak lalu mengembangkan seulas senyuman hangat diakhiri anggukan. Kini keduanya sama-sama tersenyum senang.
---
Dulu ketika Ji-eun masih duduk di kelas 3 SMP dia sering membantu ibunya menjaga seorang pasien ‘istimewa’nya. Sebenarnya tidak terlalu istimewa, pasien itu hanya salah satu korban kecelakaan bus pariwisata saat akan mengunjungi Daegu. Keadaannya bisa dibilang sangat kritis namun justru itulah yang membuatnya special di mata ibu Soojung, dia mampu melewati masa kritisnya dalam 2 malam dengan pendarahan parah di kepalanya. Menurutnya itu merupakan sebuah keajaiban dan menjadikannya special, dan Ji-eun selalu datang dan menjenguk namja itu meski tak mengenalnya sama sekali. Meskipun diam-diam dan sering kali berpura-pura menjadi salah seorang suster jika ada kerabat namja itu datang.
---
Ji-eun’s pov
Aku membuka folder bertuliskan tanggal 2 hari yang lalu dan munculah sederet foto-foto seorang namja yang belakangan ini menjadi pembicaraan orang kampus. Dia seniorku, Jung Jinyoung. Kenapa aku menyimpan banyak fotonya? Jujur, aku sama sekali tidak tertarik dengan namja ini. Sama sekali tidak. Tapi sahabatku iya, dia dan teman-teman 1 geng anehnya itu—mereka menyebut diri mereka fans dan kumpulan mereka adalah fandom—memaksaku mengumpulkan foto senior –yang katanya—bermulut pedas ini. Karena dia tau aku memiliki hobi fotografi, dan ya jujur saja aku suka sensasi ketika memotret namja ini diam-diam. Aku selalu ingat bagaimana debaran jantungku dan ketika aku menahan nafasku dan menekan tombol klik untuk mengambil fotonya. Aku suka dan selalu ingat bagaimana rasanya.
Mendadak tubuhku membeku ketika jariku sibuk memutar-mutar scroll ke bawah dan akhirnya menemukan sebuah foto yang sengaja kusembunyikan di folder ini. Foto Jinyoung-ku yang pertama. Di foto ini dia terlihat biasa saja, namun entah kenapa aku sangat menyukai foto ini. Di foto ini terlihat dia tengah memarkirkan sepedanya di parkiran sepeda.
Pagi itu aku sudah benar-benar terlambat namun entah kenapa langkahku sejenak berhenti ketika melihat namja yang Bo Eun maksud benar-benar berada di depan mataku. Dia Jung Jinyoung itu.. tanganku meraih kamera yang tergantung di leherku dan menaruhnya di depan mataku, tangan kiriku yang berada di dekat lensa bergerak memutar lensa itu hingga menemukan fokusnya. Aku menahan nafasku lalu..
Klik!
Jinyoung menengadahkan kepalanya dan melihat kearahku. Dua mata dingin itu menatapku tajam, dia melangkah mendekatiku, oke, seharusnya aku kabur disaat seperti ini namun tidak. Aku tidak mengambil 1 langkah-pun untuk kabur darinya. Aku masih diam mematung disana.
Tanpa kusadari Jinyoung sudah berdiri di depanku dan memegang kameraku, senyuman sarkatis itu hanya terekam di mataku.
“kau… stalker?” tanyanya, kepalaku terangkat sedikit.
“eh?” responku singkat
“stalker?” ulangnya
“mwo? Anieyo… seutalko anindeyo” jawabku seadaanya
“jeongmallo.. lalu kenapa ada fotoku di kameramu.. bahkan.. aah… ada lebih dari satu, kau tak mungkin beralasan ‘tak sengaja memotretku’ ahgaesshi” aiiishh.. dia bahkan menemukan foto-foto dari 3 hari yang lalu saat Bo Eun menemaniku memfotonya.
“aa..aaa… anieyo.. aku bisa jelas…”
Jinyoung melirik jam tangannya sejenak matanya membulat dan berlari meninggalkanku begitu saja. Aku masih mematung disana seperti orang bodoh dan akhirnya aku kembali melihat kameraku, memastikan orang yang bicara denganku tadi memang benar Jung Jinyoung. Astaga.. untunglah dia tidak menghapus hasil tangkapan yang berharga – untuk Bo Eun—ini.
---
Lamunanku terhenti saat ponselku bergetar di atas meja menandakan e-mail masuk dari Bo Eun, dan… tebakanku tak sia-sia memang e-mail masuk dari Bo Eun aku membukanya dan lag-lagi yeoja stress itu menagih foto dariku seperti rentenir. Akhirnya besok aku setuju untuk memberikannya flashdiskku yg berisi foto-foto Jinyoung itu padanya. Sebenarnya aku bisa saja menolak untuk membantu Bo Eun, toh dia membayarku dengan harga murah.. lagipula, dia tak menjanjikan untuk membantuku membuat tugas dan lain sebagainya, karena memang kami berbeda jurusan.aku mengambil jurusan fotografi—tentu saja, sedangkan Bo Eun mengambil jurusan music, kami berkuliah di sebuah kampus seni yang bisa dibilang sangat terkenal di Seoul. Salah satu kampus bergengsi lah.. namun menurutku nama kampus bergengsi itu tak pantas, hampir semua mahasiswanya sama saja dengan di universitas manapun.
Bahkan saat aku akan beranjak tidur, aku kembali melirik kearah sebuah foto yang tergeletak di atas meja kecil dekat kasurku, lewat terangnya lampu tidurku aku masih bisa melihat jelas foto apa itu. Foto seorang namja yang kuambil sekitar 2 tahun yang lalu, namja yang tengah berdiri di balkon rumah sakit tempat eomma bekerja, saat itu entah kenapa tanganku bergerak dengan sendirinya dan memotretnya. Dan sampai sekarang aku masih penasaran siapa namja itu sebenarnya.
---
Pintu kamar itu terbuka perlahan dari baliknya berdiri seorang gadis SMA dengan seragam lengkapnya, ditangannya terdapat 1 buket bunga lili putih segar, di rumah sakit ini dia bukan akan menjenguk teman, kerabat, atau ibunya yang tengah sakit. Melainkan seorang namja yang bahkan tak ia kenal sama sekali. Salah satu pasien ibunya, namja yang ia namai..
“yeou—bahasa korea dari fox/rubah—!! Aku datang lagi” sapanya bersemangat, namun namja yang ia panggil yeou itu tak bereaksi sama sekali, ia masih diam di tempat dengan kedua mata yang tertutup. Gadis itu membuka bungkusan plastik dari buket yang ia bawa lalu menyusun bunga lili tadi kedalam sebuah vas.
“aku akan mengisikan air dulu, ne?” katanya lalu beranjak menuju sebuah kamar mandi di ujung ruangan itu.
‘My Love, Sunshine, Can you promise me?
Can you always be by my side like this moment?’
Gadis itu bersenandung riang.. namun sejenak ia diam membeku begitu mendengar suara pintu yang terbuka diluar sana. Suara seorang wanita paruh baya terdengar lagi seperti tengah berbincang panjang dengan ibunya. Gadis itu masih terdiam di kamar mandi membeku dan memasang telinganya mendengar setiap kata yang bisa didengar olehnya, ketika langit mulai gelap dan tak terdengar suara lagi.. gadis itu perlahan keluar dari kamar mandi dan mengawasi daerah di sekitarnya, diluar sangat gelap. Dia menekan saklar lampu dan kini ruangan itu terisi cahaya terang. Dia tersenyum lalu menghampiri namja tadi dan meletakan vas bunga yang sudah terisi air dan bunga lili di dalamnya. Dia tersenyum sembari menatap keluar jendela. Diluar sana sudah sangat gelap.
“kau dengar tadi eomma-mu bilang dia merindukan suara tawamu Yeou.. dia merindukanmu, aku memang belum pernah bertemu denganmu.. mendengar suaramu.. hajiman, aku yakin kau adalah orang yang menyenangkan, geuchi?” gadis itu terdiam sejenak, dia segera meraih tasnya dan mengobrak-abrik isinya, dia menemukan secarik kertas yang dipenuhi coretan dan agak lusuh. Dia tersenyum lalu meletakannya di atas kasur Yeou.
“itu lagu buatanku.. mau dengar?....... tak menjawab? Baiklah.. kuanggap itu sebagai jawaban iya”
Through that soft touch
My heart is wrapped by the melody
My heart is beating
My love is heading for you
Through the beautiful stars
My sweet emotion
I can only show you my shy smile
This feeling is a first for me
My Love, Sunshine, Can you promise me?
Can you always be by my side like this moment?
Hold my hand tightly
Let's be together forever, My Love
----
KRRIIIIINNNNGGGGG!!!! KRRIIINNNGGGG!!! KRRR…
Aigoo.. aku merasa seperti seluruh tubuhku benar-benar tak bisa digerakan sepenuhnya, aku membuka mataku perlahan melihat pada angka berapa jarum jam weker-ku ini yang selalu setia membangunkanku setiap pagi menunjuk.
“AKU TERLAMBAT!!!”
“Ji-eun sarapan dulu” eomma berteriak dari dalam ruang makan saat aku akan memasang kedua sepatuku
“andwae eomma.. aku sudah sangat terlambat, aku bisa makan di kampus.. aku berangkat. Saranghae eomma”
Aku bergegas berlari menuju halte bus, sekarang aku benar-benar menyesal menolak anjuran eomma untuk membeli sepeda. Yah.. penyesalan memang selalu datang terakhir, selain menyesal karena urusan sepeda sekarang aku juga menyesal mengambil kuliah tambahan di pagi buta seperti ini. Jangan tertawa.. jam 7.15 menurutku adalah pagi buta karena biasanya aku berangkat ke kampus seitar pukul 9 setelah malam harinya bergadang mengurusi Jung Jinyoung itu.
Beruntung aku tak tertinggal bis disaat penting seperti ini, aku segera naik ke dalam dan benar dugaanku tak mendapatkan tempat duduk, bis mulai berjalan dan aku terpaksa berdiri dan mengatur nafasku. Tak lama kemudian bis kembali berhenti pintu bis terbuka, kurasa seorang namja baru saja naik. Aku tak begitu memperhatikan keadaan sekitarku, kini aku sibuk mengatur kameraku agar tidak terbentur dengan buku dan perlengkapan lainnya, tas kameraku hilang dan aku malas membeli yang baru. Baiklah itu tak penting. Selesai mengatur tempat untuk kamera akupun memperhatikan pemandangan Seoul dari kaca bis, meskipun aku melewati jalan ini setiap hari namun tetap saja bagiku kota ini indah sekali.
Saat jam istirahat aku berjanji pada Bo Eun untuk menyerahkan beberapa foto Jinyoung, semalam aku benar-benar menyortir foto yang sudah kuperbaiki dan yang belum. Aku lupa memisahkannya dan semalam aku bergadang hanya untuk menyortir foto namja itu dari computer ke flashdisk ini.
Jam istirahat yang seharusnya kuhabiskan di kafetaria hari ini menjadi pengecualian saat yeoja yang selalu menguncir dua rambutnya – Bo eun menyuruhku menyerahkan foto Jinyoung pada jam istirahat. Oke, aku menunggunya disini sedangkan dia mungkin tengah melahap makan siangnya di kafetaria bersama teman-teman fandom¬nya itu. Aku membaringkan kepalaku diatas meja dan menghadap keluar jendela perpustakaan berharap bisa mendapatkan sedikit hiburan visual diluar sana namun bukan itu yang kudapatkan. Ternyata di sebelahku juga ada seorang namja memakai jaket biru sedang tertidur, chakkaman…
Tiba-tiba seorang yeoja datang dan menaruh sebuah keranjang penuh berisi coklat, keranjang yang terlihat sangat mencolok dengan berbagai pita warna pink di sekelilingnya itu benar-benar menyilaukan mataku. Aku bangkit dari posisiku dan segera mengeluarkan novel dari dalam tasku lalu pura-pura membacanya, ketika yeoja itu tengah tersenyum manis sambil menuliskan sesuatu diatas kertas dengan warna yang senada dengan keranjang coklatnya tadi.
“semoga kau suka oppa” bisiknya lalu melangkah pergi. Namja yang tertidur di sebelahku itu memang… Jinyoung.
“kau sangat tenar rupanya… Bo eun memang luar biasa” bisikku pada diri sendiri. Tiba-tiba Jinyoung terbangun dan menatap keranjang pink di depannya dengan tatapan tak suka, dia beralih melihatku
“bukan aku.. aku baru saja tiba” kataku membantah apapun yang tengah dia pikirkan.
Jinyoung melihat secarik kertas yang terletak di sebelah keranjang itu lalu membacanya sebentar. Dia menaruh kertas itu kembali lalu melangkah pergi meninggalkan perpustakaan tanpa membawa keranjang itu bersamanya.
“oppa!” panggilku, aku menyampirkan tasku, membawa keranjang itu dan mengejarnya keluar. Dia berbalik dan menatapku datar
“kau tak membawanya..?” tanyaku seraya menyodorkan keranjang tadi
“aku tak suka coklat, untukmu” katanya singkat
“oppa… setidaknya kau harus membawa ini bersamamu” kataku bersikeras, Jinyoung menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
“kenapa kau begitu berisik nona?” tanyanya
“eh?”
“untukmu” sepertinya dia tak ingin menghabiskan waktunya denganku, dia kembali berbalik dan melangkah pergi. Aku menatap keranjang berisi coklat ini lekat-lekat, yeoja itu pasti menghabiskan banyak waktu untuk membuatnya, dan namja itu tak menghargai usahanya sama sekali. Tepat saat aku berniat mengejar Jinyoung, Bo eun meneleponku dan mengajakku bertemu di kedai es krim depan kampus. Yah setidaknya aku bisa meminta Bo eun mentraktir semangkuk es krim jika pertemuan disana. ^^
“MWOO? JINYOUNG”
Baiklah kesalahan apa yang kau pelajari hari ini Ji-eun? Jangan menceritakan semua pengalamanmu pada 3 yeoja temanmu yang sangat tergila-gila pada namja bernama Jinyoung itu. Aku tersenyum kaku dan langsung menyodorkan flash disk pada Bo eun, gadis berkuncir dua itu tersenyum senang lalu memberikanku amplop yang berisi uang 15000 won. Aku tersenyum senang lalu memasukan amplop itu kedalam tas.
“hajiman.. jinha Ji-eun kau bertemu Jinyoung di perpustakaan tadi?” dia Eun bin salah satu teman Bo eun yg sama tergila-gilanya pada Jinyoung. Dia selalu memakai kacamata yg sebenarnya tidak minus dan bahkan bukan kacamata baca, itu hanya kacamata gaya yg ketinggalan jaman.
“apa keranjang coklat yg tadi kalian makan isinya itu bukanlah bukti yg cukup?” tanyaku, mereka bertiga mengangguk, satu lagi yang disebelah kirinya Bo eun, dia Shinyoung. Dia tak terlalu tergila-gila pada Jinyoung, namun dia yang sering menolongku ketika aku nyaris ketauan lagi oleh Jinyoung, dia juga yg sering meng-uplaod hasil ‘tangkapan’ku dan mendesain blog kami. Ah.. bukan kami.. aku tak termasuk di dalam kumpulan orang aneh ini.
Baiklah, kebanyakan teman yeoja-ku termasuk kedalam kelompok aneh Fans Jung Jinyoung itu, satu-satunya tempat dimana aku bisa tenang dan tak perlu mendengar pujian-pujian dari namja itu memang disini.. di atap kampus, aku sering menghabiskan soreku disini. Eomma bekerja pada sebuah rumah sakit besar dan ternama, beliau biasa pulang diatas jam 11 malam dan aku rasa percuma saja pulang lebih awal ke rumah. Tak ada yang menungguku disana. Aku anak semata wayang, dan di kampus ini aku memiliki seorang kakak sepupu yang mengambil jurusan seni. Shinwoo namanya. Hmm.. kurasa aku sudah cukup banayk bercerita tentang diriku sendiri.. aku menghela nafasku dan merasakan lembutnya angin di wajahku. Mataku melihat ke sekeliling dan tak sengaja melihat Jinyoung di tangga menuju tempat yang sama denganku, eh?? Mau apa dia kesini?
Aku diam di tempat, berpura-pura tak menyadari keberadaannya, ketika dia sampai diatas keliatannya dia kaget melihat ada manusia disini. Dia bermaksud berbalik namun dia terdiam sejenak dan akhirnya mengambil tempat kosong disampingku.
Deg..
Deg..
Deg..
Tuhaan.. rasanya jantungku ingin berhenti berfungsi, tanganku gatal rasanya ingin segera meraih kameraku dan memfotonya dari jarak sedekat ini,
“coklat yg tadi kau makan semua?” tiba-tiba dia berkata seperti itu, aku terdiam mencerna maksud kalimatnya dan..
“aaaah… ani.. kuberikan pada temanku, aku tak begitu suka coklat” jawabku, sedikit aneh dia amsih mengingat kejadian di 9 jam yang lalu itu.
“geurae… apa yang kau lakukan disini? Menunggu mata kuliah?” tanyanya, aku menggeleng
“anieyo, mencari ketenangan..” jawabku santai
“aku mengganggu?” sekilas aku melihatnya menoleh ke arahku
“ani.. kau tak mengganggu sama sekali” bantahku, perlahan mataku meliriknya perlahan, Jinyoung menatap kedepan dengan seulas senyuman hangat.. entah kenapa aku mengenalnya.. aku pernah melihatnya di satu tempat entah dimana.
“maaf… boleh aku memotretmu?”
---
Author’s pov
Malam kembali datang dan gadis itu masih duduk di samping kasur yeou, temannya berbagi cerita dan pengalamannya di sekolah tadi. Dia tersenyum dan menatap lembut wajah yeou-nya yang terkena snar bulan purnama malam itu.
“yeou..kapan kau bangun?”
Ji-eun masih diam mematung bahkan mungkin membeku melihat layar desktop komputernya, tak ada yang special jika orang lain melihatnya disana hanya terdapat foto seorang namja memakai kemeja warna biru muda tengah tersenyum dan menghadap ke kamera. Namja itu Jinyoung. Entah apa yang ada di pikiran Ji-eun hingga menjadikan foto itu sebagai wallpaper desktopnya.
“aku sepertinya pernah melihat senyuman ini.. dimana ya..” ji-eun memiringkan wajahnya sejenak, dia menggelengkan kepalanya dan mengganti wallpaper desktopnya ke foto sebelumnya. Foto yg sama dengan bingkai di sebelah kasurnya, ji-eun membuka aplikasi Word lalu melanjutkan tugasnya.
Dalam sebuah pagi yang mendung kedua mata itu akhirnya terbuka secara perlahan, dari pandangannya yang masih sangat kabur itu dia melirik sebuah vas berisikan bunga lili putih yang aroma segarnya tertiup angin dan memenuhi kamarnya.
“jadi yang semalam itu.. mimpiku… apa aku dalam kenyataan atau aku masih bermimpi?” hatinya berbisik
“hyuuung… kau kenapa bengong terus seperti itu hah?” chanshik kembali membuka mulutnya ketika jinyoung kembali membisu dan focus menatap layar televisinya.
“kau mau aku bicara apalagi?” Tanya Jinyoung malas, tangannya meraih remot dan memindahkan channelnya lagi
“hyung, tak biasanya kau diam seperti ini… hyuuung~” namja itu menggunakan kartu asnya.
“aiiisshh.. berhenti melakukan awgyo bodoh itu” jinyoung melemparkan bantal ke wajah Chanshik
“aiish.. hyung tergoda kan? Hahahaha”
“berhenti tertawa itu tak lucu”
“bahkan wajah hyung memerah kyaahaahahaah”
“kau… aiiisss bocah ini…”
“mianhae hyung haha kau sangat lucu”
“geurae.. bagaimana yeoja yg kau sebut bidadari waktu itu? Secantik apa dia memangnya?”
“geu yeoja ga? Hmmm…. Molla hyung, mungkin saat kau melihatnya kau akan menganggapnya biasa saja”
“hmm.. dia first love-mu?”
“aiis anieyo”
Ketika suara pintu bergeser kembali terdengar mata itu kembali menutup, masih berpura-pura tertidur. Dari balik pintu itu muncul kepala seorang gadis dengan seragam SMAnya yg sama seperti kemarin kini di tangannya dia mengenggam sebuah kotak bekal berisi bekal makan siangnya. Dia perlahan masuk ke dalam kamar itu.
“hmm.. kau berpura-pura tertidur yeou-ah” katanya dengan senyuman nakal. “ireona!” perintahnya dengan suara lantang, namun kedua mata itu masih tetap tertutup, gadis itu mengeluarkan sebuah bulu angsa lalu menggerak-gerakkan bulu angsa itu di dekat hidung namja yg dipanggilnya yeou itu.
“hatchi!”
“hahahahha~ sudah kuduga~ kau sudah sadar kan yeou-ah” katanya bangga
“yeou?” namja itu bertanya “kau siapa? Kenapa memanggilku.. aku……” kalimat itu terhenti ketika kedua mata namja itu akhirnya menatap wajah dari suara yang selalu dia dengar beberapa hari yang lalu itu.
“ah, ya.. siapa namamu? Mianhae.. selama ini aku memanggilmu yeou..”
Namja itu tak menghiraukan segala yang dikatakan gadis itu, dia tenggelam dalam apa yang terdapat di depan matanya
“ani.. gwenchana.. kau boleh memanggilku yeou” katanya. Awalnya gadis itu terlihat bingung namun dia kembali tersenyum lalu menawarkan bekal yang dibawanya tadi
“oh ya siapa namamu? Maksudku aku harus memanggilmu siapa?”
“teman-temanku menanggilku Liji kau boleh memanggilku liji” sahut gadis itu
Paginya entah kenapa itu pagi dimana pertama kalinya Jinyoung bangun sepagi dan seawal itu dia melirik jam di dekat kasurnya, dia tersenyum dan langsung beranjak ke kamar mandi.
Pagi ini, Ji-eun dan kameranya kembali mengintai dan memotret semua kegiatan Jinyoung, hari ini slah satu hari terlancar untuk mendapatkan banyak foto Jinyoung tanpa ketauan sama sekali. Ji-eun tersenyum ketika melihat semua hasilnya di kamera kesayangannya itu
“Ji-eun –ah apa yang membuatmu tersenyum sendiri seperti itu?”
“eh?” Ji-eun mengangkat kepalanya dan tanpa ia sadari di depannya telah duduk Shinwoo kakak sepupunya “oppa~ haha anieyo” ji-eun mematikan kameranya
“kau masih hobi memotret rupanya?” ujar Shinwoo
“hehe.. ne oppa… fotografi sudah seperti hidupku”
“arrasseo.. apa yang kau foto sampai tersenyum sendiri seperti itu? Oppa boleh tau?”
“anieyo..”
Ji-eun’s pov
Aku cukup kaget ketika oppa sampai bertanya seperti itu padaku, dalam lorong di kampus aku kembali melihat hasil fotoku tadi, dan entah kenapa rasanya aku sangat senang bisa mendapatkan foto sebanyak ini dengan sangat mudah, tak sengaja aku melihat sesuatu di UKS dan tak lama kemudian salah satu temanku dari fakutas fotografi juga keluar dari sana.
“sunwoo-ya, wae geurae?” tanyaku pada sunwoo –temanku itu yang baru saja keluar dari UKS
“aniya, gwenchana.. ohya, tadi Bo eun memintamu membawakannya obat maag”
“eh, maagnya kambuh?” tanyaku panic
“ani.. dia Cuma bilang begitu”
Aku mengangguk tanda mengerti, sunwoo pergi meninggalkan tempat itu, perlahan aku melangkah masuk ke dalam UKS, aku tersenyum dan member salam pada penjaganya(?) dan menanyakan obat maag, dia masuk kedalam ruangans empit berisi obat-obatan itu dan mataku tiba-tiba tertarik melihat ke atas kasur di UKS, seorang namja berbaring disana, aku mendekatinya dan saat aku melihat wajahnya otakku tiba-tiba berputar dan deretan kejadian di masa lalu yang sudah lama tak pernah kuingat lagi berputar di balik mataku seperti sebuah film. Semuanya terasa seperti dejavu.
“ahgaessi”
“ne!”
aku keluar dari UKS dengan obat maag di tanganku dan fikiran yang kembali melayang ke masa lalu yang sudah aku lupakan dan buang jauh-jauh. Kenapa semuanya benar-benar seperti dejavu?
“eomma.eomma… kapan eomma pulang?”
“ji-eun.. mianhae.. eomma sedang mengurus seorang pasien kecelakaan nak, kau sudah liat beritanya di tivi kan? Eomma harus tinggal di rumah sakit lebih lama.. shinwoo-oppa ada disana?”
“ada eomma..”
“jadi anak baik ya.. tinggal dengan shinwoo-oppa dulu, ne? saranghae”
“nadoo”
Ottheyo? ._.
Sepertinya aku comeback bukan dengan FF yang ditunggu-tunggu .____. Mianhaeyo~ FF yg lain masih dalam tahap di proses –meski pada stuck semua—yah mungkin sambil menunggu FF yg lain aku akan post FF ini dulu .__. Coba-coba pake alur maju-mundur dan jadinya sangat abstrak seperti ini hahaha ;w; yah, castnya itu Lee Ji-eun (IU) sama Jinyoung ._. gatau kenapa rasanya ingin pake cast ini aja, ada beberapa member B1A4 juga di dalemnya, dan yah.. dengan di postnya FF ini berarti YMT di cancel == mianhae .__. Aku ga ada ide apa-apa untuk FF itu, mungkin Silent reader akan bertebaran disini jadi… yah biarlah~
Mohon RCLnya m(_ _)m
Dan tolong jangan di copas tanpa seizinku ;A;
Ppyong~!
-dean
Kau mungkin tak menyadarinya.. sejak pertama kali mataku bertemu dan menatap matamu ada sesuatu yang aneh melanda jiwaku, semuanya berubah dan aku merasakan sebuah dejavu.
Mata itu sepertinya sudah biasa menatap hangat mataku, aku mengenalnya.. sangat mengenalnya, kau masa laluku.
Part 1: First Sight
“apa ini pertemuan pertama kita?”
Tik.. tik.. tik….
Rintikan hujan perlahan mulai turun dari langit Seoul, angin yang berhembus kencang membuat sebagian dedaunan pohon yang masih hijau terbang dan menyapu jalanan. Pertanda badai memang sudah diumumkan melalui stasiun televisi dalam acara ‘ramalan cuaca’nya. Dan siaran radio malam ini kembali menyiarkan tentang perkembangan cuaca dan kondisi di Jeolla yg kabarnya sudah diterjang badai terlebih dahulu. Sejak 1 minggu yang lalu memang bukanlah awal musim panas yg baik oleh banyaknya badai.
Dalam kegelapan malam, terdengar suara deru mesin motor yg sepertinya semakin dekat lalu berhenti disebuah rumah berlantai dua, dari atas motor besar itu turun seorang namja, dia mematikan mesin motornya dan suara hembusan angin yg menembus pepohonan kembali mendominasi. Dia melepaskan helmnya dan meletakkannya di atas jok lalu menengadahkan kepalanya. Sejenak ia terdiam dan menatap langit hitam diatasnya, tetesan air hujan turun dan membasahi pipinya. Ia tersenyum tipis lalu melangkah memasuki rumahnya.
Telepon di rumahnya berdering pertanda ada banyak voice mail yg tertinggal di dalamnya. Namja itu menekan sebuah tombol dan mulai terdengar suara seorang wanita paruh baya di sebrang sana.
“Jinyoung-ah ini eomma.. kau masih di kampus nak? Atau sengaja tak ingin mengangkat telepon dari eomma? Eomma hanya ingin mengingatkanmu untuk makan tepat waktu, jangan sampai kau sakit lagi seperti waktu itu arrasseo? Hubungi eomma jika kau sudah sampai hm?”
….
“hyung! Aku Chanshik.. kau tau baru saja seorang yeoja dengan wajah malaikat datang dan terssenyum padaku, aaah… rasanya dunia berhenti untukku, hyung! Kalau kau sudah pulang hubungi aku ok?”
Namja yg bernama Jinyoung itu segera menekan tombol lain dan voice mail tak lagi berbunyi, suasana rumah sangat hening lalu disusul oleh suara hujan deras dari luar sana, Jinyoung menatap keluar jendela dengan tatapan kosong terlihat motornya di depan sana yg tersirami hujan. Dalam hati ia bersyukur itu artinya dia tak perlu repot-repot mencuci motornya esok pagi.
Jinyoung melangkah dan mencari saklar lampu, sebenarnya ia sudah terbiasa diam dalam gelap, namun berbeda dengan malam ini rasanya ia takut dengan kegelapan ni.
Klik..
Ruangan kini terang benerang, Jinyoung melirik kearah kulkasnya di dekat meja makan lalu mendekatinya dan membuka, menatap isinya yg sebagian besar hanyalah left lovers (makanan sisa) dan makanan instan. Jinyoung menutup pintu kulkasnya dan beralih mengambil segelas air dari dapur. Di luar sana hujan turun semakin deras dan memberikan kesan dingin.
Disisi lain masih dari balik derasnya hujan itu seorang gadis berlarian di pinggir jalan dan melindungi kepalanya dari serangan hujan menggunakan tasnya meski itu sama sekali tidak membantu, hujan tetap berhasil membuatnya basah kuyup dari kepala sampai ujung kakinya. namun ia tetap berlari menembus badai itu, hingga langkahnya terhenti di depan sebuah bangunan besar yg diatasnya tertulis ‘International Hospital Cheumdong’ gadis berambut panjang itu menepuk-nepukkan jaketnya yg sudah basah kuyup itu, tak lama dari pintu masuk keluar seorang wanita paruh baya dengan jas warna putih polos, matanya membulat begitu melihat gadis itu.
“Ji-eun!” pekiknya, yg diteraki malah tersenyum tak bersalah.
---
“ada apa kau kemari nak? Bukankah eomma sudah bilang sebaiknya kau diam saja di apartement hm?” wanita tadi memberikan sehelai handuk warna biru muda, Ji-eun menerimanya dengan seulas senyuman hangat.
“na bogoshipo eomma-ya.. tak boleh kah anakmu yg cantik ini mengunjungi eomma?” rajuknya, wanita itu tersenyum lalu mengacak rambut anak semata wayangnya.
“eomma…. Kalau bisa aku ingin seperti dulu lagi melihat eomma praktik, bolehkah?” Tanya Ji-eun tiba-tiba, ibunya terdiam sejenak lalu mengembangkan seulas senyuman hangat diakhiri anggukan. Kini keduanya sama-sama tersenyum senang.
---
Dulu ketika Ji-eun masih duduk di kelas 3 SMP dia sering membantu ibunya menjaga seorang pasien ‘istimewa’nya. Sebenarnya tidak terlalu istimewa, pasien itu hanya salah satu korban kecelakaan bus pariwisata saat akan mengunjungi Daegu. Keadaannya bisa dibilang sangat kritis namun justru itulah yang membuatnya special di mata ibu Soojung, dia mampu melewati masa kritisnya dalam 2 malam dengan pendarahan parah di kepalanya. Menurutnya itu merupakan sebuah keajaiban dan menjadikannya special, dan Ji-eun selalu datang dan menjenguk namja itu meski tak mengenalnya sama sekali. Meskipun diam-diam dan sering kali berpura-pura menjadi salah seorang suster jika ada kerabat namja itu datang.
---
Ji-eun’s pov
Aku membuka folder bertuliskan tanggal 2 hari yang lalu dan munculah sederet foto-foto seorang namja yang belakangan ini menjadi pembicaraan orang kampus. Dia seniorku, Jung Jinyoung. Kenapa aku menyimpan banyak fotonya? Jujur, aku sama sekali tidak tertarik dengan namja ini. Sama sekali tidak. Tapi sahabatku iya, dia dan teman-teman 1 geng anehnya itu—mereka menyebut diri mereka fans dan kumpulan mereka adalah fandom—memaksaku mengumpulkan foto senior –yang katanya—bermulut pedas ini. Karena dia tau aku memiliki hobi fotografi, dan ya jujur saja aku suka sensasi ketika memotret namja ini diam-diam. Aku selalu ingat bagaimana debaran jantungku dan ketika aku menahan nafasku dan menekan tombol klik untuk mengambil fotonya. Aku suka dan selalu ingat bagaimana rasanya.
Mendadak tubuhku membeku ketika jariku sibuk memutar-mutar scroll ke bawah dan akhirnya menemukan sebuah foto yang sengaja kusembunyikan di folder ini. Foto Jinyoung-ku yang pertama. Di foto ini dia terlihat biasa saja, namun entah kenapa aku sangat menyukai foto ini. Di foto ini terlihat dia tengah memarkirkan sepedanya di parkiran sepeda.
Pagi itu aku sudah benar-benar terlambat namun entah kenapa langkahku sejenak berhenti ketika melihat namja yang Bo Eun maksud benar-benar berada di depan mataku. Dia Jung Jinyoung itu.. tanganku meraih kamera yang tergantung di leherku dan menaruhnya di depan mataku, tangan kiriku yang berada di dekat lensa bergerak memutar lensa itu hingga menemukan fokusnya. Aku menahan nafasku lalu..
Klik!
Jinyoung menengadahkan kepalanya dan melihat kearahku. Dua mata dingin itu menatapku tajam, dia melangkah mendekatiku, oke, seharusnya aku kabur disaat seperti ini namun tidak. Aku tidak mengambil 1 langkah-pun untuk kabur darinya. Aku masih diam mematung disana.
Tanpa kusadari Jinyoung sudah berdiri di depanku dan memegang kameraku, senyuman sarkatis itu hanya terekam di mataku.
“kau… stalker?” tanyanya, kepalaku terangkat sedikit.
“eh?” responku singkat
“stalker?” ulangnya
“mwo? Anieyo… seutalko anindeyo” jawabku seadaanya
“jeongmallo.. lalu kenapa ada fotoku di kameramu.. bahkan.. aah… ada lebih dari satu, kau tak mungkin beralasan ‘tak sengaja memotretku’ ahgaesshi” aiiishh.. dia bahkan menemukan foto-foto dari 3 hari yang lalu saat Bo Eun menemaniku memfotonya.
“aa..aaa… anieyo.. aku bisa jelas…”
Jinyoung melirik jam tangannya sejenak matanya membulat dan berlari meninggalkanku begitu saja. Aku masih mematung disana seperti orang bodoh dan akhirnya aku kembali melihat kameraku, memastikan orang yang bicara denganku tadi memang benar Jung Jinyoung. Astaga.. untunglah dia tidak menghapus hasil tangkapan yang berharga – untuk Bo Eun—ini.
---
Lamunanku terhenti saat ponselku bergetar di atas meja menandakan e-mail masuk dari Bo Eun, dan… tebakanku tak sia-sia memang e-mail masuk dari Bo Eun aku membukanya dan lag-lagi yeoja stress itu menagih foto dariku seperti rentenir. Akhirnya besok aku setuju untuk memberikannya flashdiskku yg berisi foto-foto Jinyoung itu padanya. Sebenarnya aku bisa saja menolak untuk membantu Bo Eun, toh dia membayarku dengan harga murah.. lagipula, dia tak menjanjikan untuk membantuku membuat tugas dan lain sebagainya, karena memang kami berbeda jurusan.aku mengambil jurusan fotografi—tentu saja, sedangkan Bo Eun mengambil jurusan music, kami berkuliah di sebuah kampus seni yang bisa dibilang sangat terkenal di Seoul. Salah satu kampus bergengsi lah.. namun menurutku nama kampus bergengsi itu tak pantas, hampir semua mahasiswanya sama saja dengan di universitas manapun.
Bahkan saat aku akan beranjak tidur, aku kembali melirik kearah sebuah foto yang tergeletak di atas meja kecil dekat kasurku, lewat terangnya lampu tidurku aku masih bisa melihat jelas foto apa itu. Foto seorang namja yang kuambil sekitar 2 tahun yang lalu, namja yang tengah berdiri di balkon rumah sakit tempat eomma bekerja, saat itu entah kenapa tanganku bergerak dengan sendirinya dan memotretnya. Dan sampai sekarang aku masih penasaran siapa namja itu sebenarnya.
---
Pintu kamar itu terbuka perlahan dari baliknya berdiri seorang gadis SMA dengan seragam lengkapnya, ditangannya terdapat 1 buket bunga lili putih segar, di rumah sakit ini dia bukan akan menjenguk teman, kerabat, atau ibunya yang tengah sakit. Melainkan seorang namja yang bahkan tak ia kenal sama sekali. Salah satu pasien ibunya, namja yang ia namai..
“yeou—bahasa korea dari fox/rubah—!! Aku datang lagi” sapanya bersemangat, namun namja yang ia panggil yeou itu tak bereaksi sama sekali, ia masih diam di tempat dengan kedua mata yang tertutup. Gadis itu membuka bungkusan plastik dari buket yang ia bawa lalu menyusun bunga lili tadi kedalam sebuah vas.
“aku akan mengisikan air dulu, ne?” katanya lalu beranjak menuju sebuah kamar mandi di ujung ruangan itu.
‘My Love, Sunshine, Can you promise me?
Can you always be by my side like this moment?’
Gadis itu bersenandung riang.. namun sejenak ia diam membeku begitu mendengar suara pintu yang terbuka diluar sana. Suara seorang wanita paruh baya terdengar lagi seperti tengah berbincang panjang dengan ibunya. Gadis itu masih terdiam di kamar mandi membeku dan memasang telinganya mendengar setiap kata yang bisa didengar olehnya, ketika langit mulai gelap dan tak terdengar suara lagi.. gadis itu perlahan keluar dari kamar mandi dan mengawasi daerah di sekitarnya, diluar sangat gelap. Dia menekan saklar lampu dan kini ruangan itu terisi cahaya terang. Dia tersenyum lalu menghampiri namja tadi dan meletakan vas bunga yang sudah terisi air dan bunga lili di dalamnya. Dia tersenyum sembari menatap keluar jendela. Diluar sana sudah sangat gelap.
“kau dengar tadi eomma-mu bilang dia merindukan suara tawamu Yeou.. dia merindukanmu, aku memang belum pernah bertemu denganmu.. mendengar suaramu.. hajiman, aku yakin kau adalah orang yang menyenangkan, geuchi?” gadis itu terdiam sejenak, dia segera meraih tasnya dan mengobrak-abrik isinya, dia menemukan secarik kertas yang dipenuhi coretan dan agak lusuh. Dia tersenyum lalu meletakannya di atas kasur Yeou.
“itu lagu buatanku.. mau dengar?....... tak menjawab? Baiklah.. kuanggap itu sebagai jawaban iya”
Through that soft touch
My heart is wrapped by the melody
My heart is beating
My love is heading for you
Through the beautiful stars
My sweet emotion
I can only show you my shy smile
This feeling is a first for me
My Love, Sunshine, Can you promise me?
Can you always be by my side like this moment?
Hold my hand tightly
Let's be together forever, My Love
----
KRRIIIIINNNNGGGGG!!!! KRRIIINNNGGGG!!! KRRR…
Aigoo.. aku merasa seperti seluruh tubuhku benar-benar tak bisa digerakan sepenuhnya, aku membuka mataku perlahan melihat pada angka berapa jarum jam weker-ku ini yang selalu setia membangunkanku setiap pagi menunjuk.
“AKU TERLAMBAT!!!”
“Ji-eun sarapan dulu” eomma berteriak dari dalam ruang makan saat aku akan memasang kedua sepatuku
“andwae eomma.. aku sudah sangat terlambat, aku bisa makan di kampus.. aku berangkat. Saranghae eomma”
Aku bergegas berlari menuju halte bus, sekarang aku benar-benar menyesal menolak anjuran eomma untuk membeli sepeda. Yah.. penyesalan memang selalu datang terakhir, selain menyesal karena urusan sepeda sekarang aku juga menyesal mengambil kuliah tambahan di pagi buta seperti ini. Jangan tertawa.. jam 7.15 menurutku adalah pagi buta karena biasanya aku berangkat ke kampus seitar pukul 9 setelah malam harinya bergadang mengurusi Jung Jinyoung itu.
Beruntung aku tak tertinggal bis disaat penting seperti ini, aku segera naik ke dalam dan benar dugaanku tak mendapatkan tempat duduk, bis mulai berjalan dan aku terpaksa berdiri dan mengatur nafasku. Tak lama kemudian bis kembali berhenti pintu bis terbuka, kurasa seorang namja baru saja naik. Aku tak begitu memperhatikan keadaan sekitarku, kini aku sibuk mengatur kameraku agar tidak terbentur dengan buku dan perlengkapan lainnya, tas kameraku hilang dan aku malas membeli yang baru. Baiklah itu tak penting. Selesai mengatur tempat untuk kamera akupun memperhatikan pemandangan Seoul dari kaca bis, meskipun aku melewati jalan ini setiap hari namun tetap saja bagiku kota ini indah sekali.
Saat jam istirahat aku berjanji pada Bo Eun untuk menyerahkan beberapa foto Jinyoung, semalam aku benar-benar menyortir foto yang sudah kuperbaiki dan yang belum. Aku lupa memisahkannya dan semalam aku bergadang hanya untuk menyortir foto namja itu dari computer ke flashdisk ini.
Jam istirahat yang seharusnya kuhabiskan di kafetaria hari ini menjadi pengecualian saat yeoja yang selalu menguncir dua rambutnya – Bo eun menyuruhku menyerahkan foto Jinyoung pada jam istirahat. Oke, aku menunggunya disini sedangkan dia mungkin tengah melahap makan siangnya di kafetaria bersama teman-teman fandom¬nya itu. Aku membaringkan kepalaku diatas meja dan menghadap keluar jendela perpustakaan berharap bisa mendapatkan sedikit hiburan visual diluar sana namun bukan itu yang kudapatkan. Ternyata di sebelahku juga ada seorang namja memakai jaket biru sedang tertidur, chakkaman…
Tiba-tiba seorang yeoja datang dan menaruh sebuah keranjang penuh berisi coklat, keranjang yang terlihat sangat mencolok dengan berbagai pita warna pink di sekelilingnya itu benar-benar menyilaukan mataku. Aku bangkit dari posisiku dan segera mengeluarkan novel dari dalam tasku lalu pura-pura membacanya, ketika yeoja itu tengah tersenyum manis sambil menuliskan sesuatu diatas kertas dengan warna yang senada dengan keranjang coklatnya tadi.
“semoga kau suka oppa” bisiknya lalu melangkah pergi. Namja yang tertidur di sebelahku itu memang… Jinyoung.
“kau sangat tenar rupanya… Bo eun memang luar biasa” bisikku pada diri sendiri. Tiba-tiba Jinyoung terbangun dan menatap keranjang pink di depannya dengan tatapan tak suka, dia beralih melihatku
“bukan aku.. aku baru saja tiba” kataku membantah apapun yang tengah dia pikirkan.
Jinyoung melihat secarik kertas yang terletak di sebelah keranjang itu lalu membacanya sebentar. Dia menaruh kertas itu kembali lalu melangkah pergi meninggalkan perpustakaan tanpa membawa keranjang itu bersamanya.
“oppa!” panggilku, aku menyampirkan tasku, membawa keranjang itu dan mengejarnya keluar. Dia berbalik dan menatapku datar
“kau tak membawanya..?” tanyaku seraya menyodorkan keranjang tadi
“aku tak suka coklat, untukmu” katanya singkat
“oppa… setidaknya kau harus membawa ini bersamamu” kataku bersikeras, Jinyoung menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
“kenapa kau begitu berisik nona?” tanyanya
“eh?”
“untukmu” sepertinya dia tak ingin menghabiskan waktunya denganku, dia kembali berbalik dan melangkah pergi. Aku menatap keranjang berisi coklat ini lekat-lekat, yeoja itu pasti menghabiskan banyak waktu untuk membuatnya, dan namja itu tak menghargai usahanya sama sekali. Tepat saat aku berniat mengejar Jinyoung, Bo eun meneleponku dan mengajakku bertemu di kedai es krim depan kampus. Yah setidaknya aku bisa meminta Bo eun mentraktir semangkuk es krim jika pertemuan disana. ^^
“MWOO? JINYOUNG”
Baiklah kesalahan apa yang kau pelajari hari ini Ji-eun? Jangan menceritakan semua pengalamanmu pada 3 yeoja temanmu yang sangat tergila-gila pada namja bernama Jinyoung itu. Aku tersenyum kaku dan langsung menyodorkan flash disk pada Bo eun, gadis berkuncir dua itu tersenyum senang lalu memberikanku amplop yang berisi uang 15000 won. Aku tersenyum senang lalu memasukan amplop itu kedalam tas.
“hajiman.. jinha Ji-eun kau bertemu Jinyoung di perpustakaan tadi?” dia Eun bin salah satu teman Bo eun yg sama tergila-gilanya pada Jinyoung. Dia selalu memakai kacamata yg sebenarnya tidak minus dan bahkan bukan kacamata baca, itu hanya kacamata gaya yg ketinggalan jaman.
“apa keranjang coklat yg tadi kalian makan isinya itu bukanlah bukti yg cukup?” tanyaku, mereka bertiga mengangguk, satu lagi yang disebelah kirinya Bo eun, dia Shinyoung. Dia tak terlalu tergila-gila pada Jinyoung, namun dia yang sering menolongku ketika aku nyaris ketauan lagi oleh Jinyoung, dia juga yg sering meng-uplaod hasil ‘tangkapan’ku dan mendesain blog kami. Ah.. bukan kami.. aku tak termasuk di dalam kumpulan orang aneh ini.
Baiklah, kebanyakan teman yeoja-ku termasuk kedalam kelompok aneh Fans Jung Jinyoung itu, satu-satunya tempat dimana aku bisa tenang dan tak perlu mendengar pujian-pujian dari namja itu memang disini.. di atap kampus, aku sering menghabiskan soreku disini. Eomma bekerja pada sebuah rumah sakit besar dan ternama, beliau biasa pulang diatas jam 11 malam dan aku rasa percuma saja pulang lebih awal ke rumah. Tak ada yang menungguku disana. Aku anak semata wayang, dan di kampus ini aku memiliki seorang kakak sepupu yang mengambil jurusan seni. Shinwoo namanya. Hmm.. kurasa aku sudah cukup banayk bercerita tentang diriku sendiri.. aku menghela nafasku dan merasakan lembutnya angin di wajahku. Mataku melihat ke sekeliling dan tak sengaja melihat Jinyoung di tangga menuju tempat yang sama denganku, eh?? Mau apa dia kesini?
Aku diam di tempat, berpura-pura tak menyadari keberadaannya, ketika dia sampai diatas keliatannya dia kaget melihat ada manusia disini. Dia bermaksud berbalik namun dia terdiam sejenak dan akhirnya mengambil tempat kosong disampingku.
Deg..
Deg..
Deg..
Tuhaan.. rasanya jantungku ingin berhenti berfungsi, tanganku gatal rasanya ingin segera meraih kameraku dan memfotonya dari jarak sedekat ini,
“coklat yg tadi kau makan semua?” tiba-tiba dia berkata seperti itu, aku terdiam mencerna maksud kalimatnya dan..
“aaaah… ani.. kuberikan pada temanku, aku tak begitu suka coklat” jawabku, sedikit aneh dia amsih mengingat kejadian di 9 jam yang lalu itu.
“geurae… apa yang kau lakukan disini? Menunggu mata kuliah?” tanyanya, aku menggeleng
“anieyo, mencari ketenangan..” jawabku santai
“aku mengganggu?” sekilas aku melihatnya menoleh ke arahku
“ani.. kau tak mengganggu sama sekali” bantahku, perlahan mataku meliriknya perlahan, Jinyoung menatap kedepan dengan seulas senyuman hangat.. entah kenapa aku mengenalnya.. aku pernah melihatnya di satu tempat entah dimana.
“maaf… boleh aku memotretmu?”
---
Author’s pov
Malam kembali datang dan gadis itu masih duduk di samping kasur yeou, temannya berbagi cerita dan pengalamannya di sekolah tadi. Dia tersenyum dan menatap lembut wajah yeou-nya yang terkena snar bulan purnama malam itu.
“yeou..kapan kau bangun?”
Ji-eun masih diam mematung bahkan mungkin membeku melihat layar desktop komputernya, tak ada yang special jika orang lain melihatnya disana hanya terdapat foto seorang namja memakai kemeja warna biru muda tengah tersenyum dan menghadap ke kamera. Namja itu Jinyoung. Entah apa yang ada di pikiran Ji-eun hingga menjadikan foto itu sebagai wallpaper desktopnya.
“aku sepertinya pernah melihat senyuman ini.. dimana ya..” ji-eun memiringkan wajahnya sejenak, dia menggelengkan kepalanya dan mengganti wallpaper desktopnya ke foto sebelumnya. Foto yg sama dengan bingkai di sebelah kasurnya, ji-eun membuka aplikasi Word lalu melanjutkan tugasnya.
Dalam sebuah pagi yang mendung kedua mata itu akhirnya terbuka secara perlahan, dari pandangannya yang masih sangat kabur itu dia melirik sebuah vas berisikan bunga lili putih yang aroma segarnya tertiup angin dan memenuhi kamarnya.
“jadi yang semalam itu.. mimpiku… apa aku dalam kenyataan atau aku masih bermimpi?” hatinya berbisik
“hyuuung… kau kenapa bengong terus seperti itu hah?” chanshik kembali membuka mulutnya ketika jinyoung kembali membisu dan focus menatap layar televisinya.
“kau mau aku bicara apalagi?” Tanya Jinyoung malas, tangannya meraih remot dan memindahkan channelnya lagi
“hyung, tak biasanya kau diam seperti ini… hyuuung~” namja itu menggunakan kartu asnya.
“aiiisshh.. berhenti melakukan awgyo bodoh itu” jinyoung melemparkan bantal ke wajah Chanshik
“aiish.. hyung tergoda kan? Hahahaha”
“berhenti tertawa itu tak lucu”
“bahkan wajah hyung memerah kyaahaahahaah”
“kau… aiiisss bocah ini…”
“mianhae hyung haha kau sangat lucu”
“geurae.. bagaimana yeoja yg kau sebut bidadari waktu itu? Secantik apa dia memangnya?”
“geu yeoja ga? Hmmm…. Molla hyung, mungkin saat kau melihatnya kau akan menganggapnya biasa saja”
“hmm.. dia first love-mu?”
“aiis anieyo”
Ketika suara pintu bergeser kembali terdengar mata itu kembali menutup, masih berpura-pura tertidur. Dari balik pintu itu muncul kepala seorang gadis dengan seragam SMAnya yg sama seperti kemarin kini di tangannya dia mengenggam sebuah kotak bekal berisi bekal makan siangnya. Dia perlahan masuk ke dalam kamar itu.
“hmm.. kau berpura-pura tertidur yeou-ah” katanya dengan senyuman nakal. “ireona!” perintahnya dengan suara lantang, namun kedua mata itu masih tetap tertutup, gadis itu mengeluarkan sebuah bulu angsa lalu menggerak-gerakkan bulu angsa itu di dekat hidung namja yg dipanggilnya yeou itu.
“hatchi!”
“hahahahha~ sudah kuduga~ kau sudah sadar kan yeou-ah” katanya bangga
“yeou?” namja itu bertanya “kau siapa? Kenapa memanggilku.. aku……” kalimat itu terhenti ketika kedua mata namja itu akhirnya menatap wajah dari suara yang selalu dia dengar beberapa hari yang lalu itu.
“ah, ya.. siapa namamu? Mianhae.. selama ini aku memanggilmu yeou..”
Namja itu tak menghiraukan segala yang dikatakan gadis itu, dia tenggelam dalam apa yang terdapat di depan matanya
“ani.. gwenchana.. kau boleh memanggilku yeou” katanya. Awalnya gadis itu terlihat bingung namun dia kembali tersenyum lalu menawarkan bekal yang dibawanya tadi
“oh ya siapa namamu? Maksudku aku harus memanggilmu siapa?”
“teman-temanku menanggilku Liji kau boleh memanggilku liji” sahut gadis itu
Paginya entah kenapa itu pagi dimana pertama kalinya Jinyoung bangun sepagi dan seawal itu dia melirik jam di dekat kasurnya, dia tersenyum dan langsung beranjak ke kamar mandi.
Pagi ini, Ji-eun dan kameranya kembali mengintai dan memotret semua kegiatan Jinyoung, hari ini slah satu hari terlancar untuk mendapatkan banyak foto Jinyoung tanpa ketauan sama sekali. Ji-eun tersenyum ketika melihat semua hasilnya di kamera kesayangannya itu
“Ji-eun –ah apa yang membuatmu tersenyum sendiri seperti itu?”
“eh?” Ji-eun mengangkat kepalanya dan tanpa ia sadari di depannya telah duduk Shinwoo kakak sepupunya “oppa~ haha anieyo” ji-eun mematikan kameranya
“kau masih hobi memotret rupanya?” ujar Shinwoo
“hehe.. ne oppa… fotografi sudah seperti hidupku”
“arrasseo.. apa yang kau foto sampai tersenyum sendiri seperti itu? Oppa boleh tau?”
“anieyo..”
Ji-eun’s pov
Aku cukup kaget ketika oppa sampai bertanya seperti itu padaku, dalam lorong di kampus aku kembali melihat hasil fotoku tadi, dan entah kenapa rasanya aku sangat senang bisa mendapatkan foto sebanyak ini dengan sangat mudah, tak sengaja aku melihat sesuatu di UKS dan tak lama kemudian salah satu temanku dari fakutas fotografi juga keluar dari sana.
“sunwoo-ya, wae geurae?” tanyaku pada sunwoo –temanku itu yang baru saja keluar dari UKS
“aniya, gwenchana.. ohya, tadi Bo eun memintamu membawakannya obat maag”
“eh, maagnya kambuh?” tanyaku panic
“ani.. dia Cuma bilang begitu”
Aku mengangguk tanda mengerti, sunwoo pergi meninggalkan tempat itu, perlahan aku melangkah masuk ke dalam UKS, aku tersenyum dan member salam pada penjaganya(?) dan menanyakan obat maag, dia masuk kedalam ruangans empit berisi obat-obatan itu dan mataku tiba-tiba tertarik melihat ke atas kasur di UKS, seorang namja berbaring disana, aku mendekatinya dan saat aku melihat wajahnya otakku tiba-tiba berputar dan deretan kejadian di masa lalu yang sudah lama tak pernah kuingat lagi berputar di balik mataku seperti sebuah film. Semuanya terasa seperti dejavu.
“ahgaessi”
“ne!”
aku keluar dari UKS dengan obat maag di tanganku dan fikiran yang kembali melayang ke masa lalu yang sudah aku lupakan dan buang jauh-jauh. Kenapa semuanya benar-benar seperti dejavu?
“eomma.eomma… kapan eomma pulang?”
“ji-eun.. mianhae.. eomma sedang mengurus seorang pasien kecelakaan nak, kau sudah liat beritanya di tivi kan? Eomma harus tinggal di rumah sakit lebih lama.. shinwoo-oppa ada disana?”
“ada eomma..”
“jadi anak baik ya.. tinggal dengan shinwoo-oppa dulu, ne? saranghae”
“nadoo”
Ottheyo? ._.
Sepertinya aku comeback bukan dengan FF yang ditunggu-tunggu .____. Mianhaeyo~ FF yg lain masih dalam tahap di proses –meski pada stuck semua—yah mungkin sambil menunggu FF yg lain aku akan post FF ini dulu .__. Coba-coba pake alur maju-mundur dan jadinya sangat abstrak seperti ini hahaha ;w; yah, castnya itu Lee Ji-eun (IU) sama Jinyoung ._. gatau kenapa rasanya ingin pake cast ini aja, ada beberapa member B1A4 juga di dalemnya, dan yah.. dengan di postnya FF ini berarti YMT di cancel == mianhae .__. Aku ga ada ide apa-apa untuk FF itu, mungkin Silent reader akan bertebaran disini jadi… yah biarlah~
Mohon RCLnya m(_ _)m
Dan tolong jangan di copas tanpa seizinku ;A;
Ppyong~!
-dean
No comments:
Post a Comment