Saat masuk ke dalam rumah kakamu kembali berpamitan karena lupa belum menjemput Brandon dari rumah Zero. Kamu mengunci pintu dari dalam, kamu melepaskan mantel yang kamu pakai dan menggantungkannya di tempatnya. Kamu berjalan ke dapur dan menuangkan jus jeruk ke dalam gelas sambil menatap pemandangan jalanan Atlanta yang sedang sepi kala itu. Ponselmu bergetar, kamu menyimpan botol jus jeruk dan merogoh saku celanamu ada e-mail dari seseorang yang tak kau kenal
To : Me
From : Justme@aol.com
Subject : <None>
Hello Girls, I Just wanna say goodnight to you and don't forget to dinner ;)
"Siapa nih? Sok kenal banget," kamu menyimpan ponselmu di meja. Saat akan meneguk minuman datang kembali e-mail
To : Me
From : Justme@aol.com
Subject : <None>
Why don't you reply my message? :/
Kamu tersedak
"Eh?" Kamu mulai mengetik jawaban untuk orang tak di kenal itu
To : Justme@aol.com
From : Me
Subject : leave me alone!
I don't know who you are! So don't distrub me please!!
Saat kamu akan kembali menyimpan ponselmu di meja datang lagi e-mail dari alamat yang sama. Isinya memintamu keluar dari rumah. Kamu menuruti perintahnya, kamu keluar tapi tak ada siapapun disana.
Saat kamu akan kembali masuk ada yang menutup matamu dari belakang, nafasnya menyentuh lehermu. Tangannya juga sangat hangat, kamu menyentuh tangannya yang hangat.
"Si...siapa?"
"Ini aku"
Kamu melepaskan tangannya dan berbalik dia Zero, rambut coklatnya terlihat menyala terkena sinar lampu jalan di dekat pagar rumahmu. Kamu tersenyum pada Zero.
"Kau mengerjaiku" memukul lengan Zero pelan
"Maaf" Zero malah cekikikan
"Tidak lucu Ze" (baca : Zi)
"Hehe... Di luar dingin boleh aku masuk, kamu juga pasti kedinginan" katanya
"Tentu, ayo"
Di ruang tengah kamu menyalakan perapian, dan menghangatkan diri disana, Zero menjelaskan maksudnya datang ke rumahmu, ternyata Brandon akan menginap di rumahnya, dan kakanmu juga dipaksa ikut menginap, kamu melirik jam tanganmu, sudah jam 7 malam, kamu harus bersiap untuk performmu di cafe Greyson.
"Mau kemana?" Zero melihatmu keluar dari kamar dengan pakaian rapi dan tas punggung kecil berisi kostum dan peralatan lainnya. Kamu tersenyum lalu menjawab "bekerja"
"Dimana?"
"Mau ikut?" Kamu menaikkan sebelah alismu sambil tersenyum, Zero mengangguk kamu memakai sepatu boots yang terbuat dari kulit warna coklat muda.
"Tidak cocok sekali dengan pakaianmu" komentar Zero
"Hehe sebenarnya aku membawa kostum disini, daripada sibuk sepatunya dijinjing lebih baik kupakai saja, menghemat waktu pula"
"Benar juga"
Kalian berangkat dengan berjalan kaki, di perjalanan Zero yang membawakan Guitar Casemu. Kalian bercanda dan tertawa bersama. Cuaca sedang buruk malam itu, tapi paling tidak tak ada badai malam itu. Singkat cerita kalian sampai di cafe yang dimaksud, kamu masuk ke lorong biasa dan meminta Zero mencari tempat duduknya sendiri, kamu menggunakan dress putih tanpa tangan, ada sedikit corak bunga diatasnya tapi tidak begitu terlihat, selesai memakai Dress kamu mulai membuat rambutmu curly seperti biasa, kamu tidak sendiri kamu dibantu Nona Trix yang kebetulan sedang ada disana.
"Kamu cantik walau tak didandani sekalipun" Nona Trix membuka percakapan
"Trims nona Trix" kamu tersenyum manis, selesai berdandan, kamu mengeluarkan Guitar Casemu, dan berjalan menuju panggung, kamu tak melihat Greyson malam itu, dimana dia?
Kamu harus segera naik ke atas panggung, kamu tidak duduk, jadi kamu memasang Guitar Belt lebih dulu, selesai memasang Guitar Belt, kamu berdiri di tepi panggung sebelumnya kamu memberi sinyal pada personil band yang ada dibelakangmu
Intro mulai dimainkan olehmu tepuk riuh mulai bergema
You take a deep breath and you walk through the doors
It’s the morning of your very first day
You say “Hi” to your friends you ain’t seen in a while
Try and stay out of everybody’s way
It’s your freshman year and you’re gonna be here
For the next four years in this town
Hoping one of those senior boys will wink at you and say
“You know I haven’t seen you around, before”
Kamu melirik Zero yang duduk di samping kiri panggung, dan tersenyum, dia keliatannya sangat menikmati penampilanmu.
’cause when you’re fifteen and somebody tells you they love you
You’re gonna believe them
And when you’re fifteen
Feeling like there nothing to figure out
Well count to ten, take it in
This is life before who you’re gonna be
Fifteen
Ini pertama kalinya kamu sangat menikmati penampilanmu. Kamu coba menghidupkan suasana cafe, hampir semua kalangan yang berumur diatasmu. Dan berkali-kali menebar senyum.
You sit in class next to a redhead named Abigail
And soon enough you’re best friends
Laughing at the other girls who think they’re so cool
Well be out of here as soon as we can
And then you’re on your very first date and hes got a car
And you’re feeling like flying
And you’re mommas waiting up and you think hes the one
And you’re dancing round your room when the night end
When the night ends
’cause when you’re fifteen and somebody tell you they love you
You’re gonna believe them
When you’re fifteen and your first kiss
Makes your head spin round but
In your life you’ll do things greater than dating the boy of the football team
But I didn’t know it at fifteen
Lagu selesai, belum selesai outro kamu mainkan kamu sudah masuk ke lagu selanjutnya yaitu "Don't Walk Away" dari Miley Cyrus. Di akhir penampilan, kamu membungkuk dalam-dalam. Saat turun dari panggung kamu melihat sosok yang kamu kenali, dia Justin dia bersandar di samping pintu menuju ruang ganti. Kamu menghampirinya
"Hei Justin!"
Justin mengangkat wajahnya yang tertunduk tadi, kamu menyandarkan gitarmu di tembok,
"Ada apa?"
Justin tiba-tiba memelukmu, bersamaan dengan saat Zero bermaksud menemuimu di back stage, kamu tentu kaget apalagi melihat Zero yang tepat di belakang Justin, menatapmu serius. Tapi Justin tak ingin melepaskan pelukannya. Kamu meminta Justin masuk ke ruang ganti dulu. Dia menurut, kamu buru-buru menghampiri Zero yang melangkah pergi.
"Zero!"
Zero tidak mendengar, dia terus berjalan. Kamu mengejarnya sampai keluar cafe. Sementara itu Justin, memutuskan untuk mengikutimu keluar. Dia mengejarmu keluar,
"Zero!" Kamu berhasil mengejar Zero dan menggenggam tangannya yang hangat
"Ada apa?" Tanyamu
Zero berbalik dan merogoh saku mantelnya lalu mengeluarkan sebuah kalung yang berliontinkan sebuah pick gitar dalam bentuk kecil
"Aku menyukaimu! Dan aku mau kamu jadi milikku" kamu tak menyangka Zero mengungkapkan perasaannya padamu. Kamu menggenggam kalung pemberian Chris erat sekali
Dulu Chris sekarang Zero? Aku harus bagaimana? Kalimat itu yang terus menghantui fikiranmu.
"Kamu mau?" Zero menatap matamu, kalian tidak sadar Justin memperhatikan kalian sejak tadi
"Zero.. Aku.." Kamu terbata-bata, kalung pemberian Chris semakin erat kamu genggam, kamu menghela nafas panjang dan berdoa semoga ini jawaban yang terbaik
"Aku mau"
Jawaban yang membuat senyuman Zero mengembang dan wajahnya merah merona. Kamu juga tersenyum,
"Ngomong-ngomong, itu kalung apa?" Zero menunjuk kalung pemberian Chris
"Pemberian sahabatku"
"Ooh, boleh kulepas dan kuganti dengan ini?" Mengacungkan kalung tadi
Kamu mengangguk, Zero melepaskan kalung pemberian Chris lalu menggantinya dengan kalung pemberiannya. Kamu menatap liontinnya yang lucu itu.
"Thanks Nina, I promise to give you the best!" Janji Zero
"I know Zero, I'll keep your promise"
Zero memelukmu, Justin tak ada di tempat persembunyiannya lagi, dia sudah pergi.
"Sh*t!" Teriaknya dalam hati
Dia menendang kerikil kecil, dia langsung masuk ke mobilnya. Sementara kamu dan Zero,
"Eeemm... Aku mau mengajakmu ke sebuah tempat besok, mau ikut?" Ajak Zero
"Kamu yang mengajak, masa kutolak?"
"Kau mau?"
"Iya boleh,"
"Serius?"
"Iya"
Zero tersenyum lalu mendekapmu erat, keesokan harinya pukul 9 Zero menjemputmu menggunakan mobil Honda Jazz warna biru miliknya. Pagi itu kamu terlihat manis dengan tank top hitam, sweater warna abu bertudung, jeans panjang, dan sneakers warna putih. Rambut kamu kuncir satu ke belakang. Sungguh manis, perjalanan sangat menyenangkan karena Zero sangat bersahabat, kalian bercanda dan mengobrol. Singkat cerita, kalian sampai di sebuah bukit, pemandangan Bahama terlihat jelas disana, (PS : tempat tujuan kalian itu Bahama) kamu bersandar di pagar besar warna putih dan merasakan angin yang dingin dari bawah sana. Zero disebelahmu melakukan hal yang sama
"Indah ya?" Ucapmu sambil menatap Zero
"Sangat indah"
Zero tiba-tiba menggenggam tanganmu, entah kenapa kamu merasa canggung pada Zero kamu melepaskan genggamannya, Zero menatapmu bingung.
"Ma.. Maaf" kamu tersenyum dan mengalihkan pandangan
"Tidak masalah, kita pindah tempat ya?"
"Boleh"
Kalian menuju tempat selanjutnya, begitu sampai kamu mengenali tempat itu. Tempat dimana musim panas dulu kamu dan teman-teman Justin bermain dulu. Zero menemukan teman-temannya disana mereka mengobrol sementara kamu mendekati pohon dimana rumah pohon dibangun. Kamu menaiki tangganya diam-diam. Setelah sampai di atas kamu kembali mendekati meja kecil dekat jendela. Dan duduk menyandar disana.
"Tempat yang nyaman" kamu menutup matamu. Tiba-tiba ada yang terjatuh di wajahmu. Kamu membuka matamu, dan melepaskannya, itu sebuah amplop. Kamu membukanya perlahan, kertas amplop itu sudah menguning dan kelihatan sangat tua. Kamu membukanya perlahan, didalamnya terdapat sebuah kertas yang merupakan isi surat. Kamu membacanya tapi isinya malah berbahasa Indonesia.
Tertulis
"Ku selalu berfikir tentangmu hingga waktu tak lagi menghentikanku
hatiku yang hampa tak dapat menemukan perasaanmu
ibarat ku tak bisa melukis gambar yang sama 2x
tapi emosiku selalu muncul dan muncul
'lagu cinta'mu biarkan kudengar,seakan ku bertemu denganmu
aku ingin tau dirimu,biarkan ku jumpa denganmu
walau terasa diri kesepian,kuharap kita bisa bersua kembali
tak perlu alasan,ku tau kau takkan berpaling
pada saat ini diriku seakan menjadi bagian dari kenanganmu bukan?
Emosiku tumpah serta tenggelam dalam air mata
'lagu cinta'mu biarkan kudengar,seakan dirimu hadir
engkau pernah berjumpa seseorang sebelumnya,dapat ku mengerti
tolong beri aku sayap dan mempercayainya
bersama lagu ini,aku janji...
Untuk terima masa lalumu
'lagu cinta'mu kunyanyikan dan senyumanmu seakan menyentuhku
engkau pernah berjumpa seseorang sebelumnya,dapat ku mengerti
'lagu cinta' ini takkan berakhir,walau telah berjumpa denganmu
takkan berakhir
I DO LOVE YOU"
Hampir sebagian kata / kalimat mulai memudar, kamu membolak-balik kertas itu tapi tak ada apapun lagi disana selain tulisan tadi. Kamu memasukan surat itu kedalam amplopnya lagi, saat akan memasukkannya ke dalam laci meja. Kamu melihat sebuah nama tapi kamu kesulitan membacanya karena tintanya sudah memudar
"A...LLY....A, Allya, surat milik Allya"
Kamu terdiam sebentar lalu memasukan surat itu ke dalam saku celanamu.
"Justin harus tau isi surat ini" katamu sambil bergegas turun ke bawah. Kamu mengajak Zero kembali ke Atlanta. Dia awalnya bingung tapi akhirnya dia menurut, kamu menghubungi Caitlin meminta alamat rumah Justin.
"Sibuk sekali" ucap Zero
"Maaf, Ze ini urusan penting" kamu masih mengotak-atik ponselmu dan berkirim pesan dengan Caitlin.
Singkat cerita kamu sampai di depan rumah, kamu tidak ingin Zero tau kamu pergi ke rumah Justin. Kamu menyalin isi surat Allya dan mengubahnya menjadi bahasa Inggris agar Justin mengerti apa isinya lalu memasukkannya ke dalam amplop yang sama. Kamu berpamitan pada Brandon dan kakamu, dan berlari menuju rumah Justin. Singkat cerita kamu sudah sampai di rumah Justin.
Jantungmu berdebar begitu sampai di depan pintu rumah Justin, kamu menepuk-nepuk dadamu pelan menggunakan tangan kiri, lalu mengarahkan jarimu ke tombol bel. Saat kamu akan menekan bel, Justin membuka pintu ada Alice di belakangnya.
"Justin?"
"Nina?"
"Eh? Eeem.. Anu.. Bisa ikut aku? Alice aku pinjam sebentar ya Justinnya?"
"Tentu" Alice tersenyum, kamu menarik tangan Justin, dan mengajaknya ke sebuah taman.
"Kau mau apa?" Justin memasang wajah tak nyaman
"Aku menemukan sesuatu milik Allya kurasa kau harus tau apa isinya"
"Apa?"
Kamu mengeluarkan surat tadi, kamu lupa menyatukan kembali tulisan asli Allya dengan translatetanmu saat di bid tadi. Justin meraihnya dan merobeknya kamu membelalakan matamu tak percaya
"Aku tidak mau tau lagi tentang dia" katanya
"Apa maksudmu?"
"Aku harus melanjutkan hidupku, jangan hanya membaca tulisan darinya"
"Kalau begitu kembalikan buku Allya!! Orang tuanya meminta itu untuk di kembalikan pada mereka!" Ujarmu setengah membentak
Justin membongkar tas punggungnya lalu memberikan buku bersampul merah darah itu padamu dengan kasar. Kamu tidak menyangka Justin bisa seperti itu, setelah memberikan buku itu Justin memakai kacamatanya lalu pergi meninggalkanmu. Kamu memperhatikannya
Itu bukan Justin! Benakmu berkata. Kamu menatap serpihan kertas yang dirobek Justin tadi, lalu melangkah pergi.
"Justin? Ada apa?" Alice bertanya pada Justin
"Tidak ada, ayo pergi"
"Ya sudah"
Alice masuk ke dalam mobil Justin lalu pergi. Kamu menatap mobil itu yang semakin lama semakin jauh. Lalu menatap buku Allya yang kamu pegang.
"Allya, aku tidak menyangka bisa ada orang sekejam dia.. Dia bahkan tak membaca isinya" kamu melangkah pergi. Di dalam bis entah kenapa air matamu menetes, kamu membaca isi Diary dan air matamu semakin tak terbendung lagi, air matamu terus menetes dan membasahi lembaran kertas itu. Bis berhenti di sebuah halte, ada beberapa anak yang naik, salah satunya duduk di sebelahmu dan menawarkanmu sapu tangan. Kamu mengangkat wajahmu dan melihat wajahnya, dia Cody, tapi dia sedikit terlihat berbeda. Pasti dia sedang menyamar.
"Ambillah, kamu membutuhkannya" Cody mengacungkan sapu tangan itu ke wajahmu
"Thanks Cody" kamu meraihnya
"Belakangan Justin memang sedang uring-uringan karena buku itu. Jadi wajar saja kalau dia membentakmu" Cody menunjuk buku Allya yang berada di pangkuanmu
"Bukan Cody dia tak membentakku"
"Baguslah, masalahnya kemarin Caity di bentaknya karena dia membahas buku itu dan pemiliknya"
"Begitu"
"Jangan menangis lagi ok?"
"Eh?"
"Aku tak suka melihat seorang gadis yang seharusnya selalu tersenyum malah menangis sepertimu sekarang"
"Haha.. Oke aku akan selalu tersenyum untukmu"
"Tapi aku selalu ada untuk tempatmu curhat atau semacamnya rahasia dijamin terjaga" Cody membentuk lambang 'OK' dengan tangan kirinya dan tersenyum, kamu tertawa kecil, Cody tersenyum manis. Kamu,Cody dan teman-temannya turun di halte yang sama.
"Dimana rumahmu?" Tanya Zac yang baru saja turun
"Di sekitar sini, tinggal lurus ke depan"
"Waaah, searah" katanya lagi
"Bersama saja, bagaimana?" Tawar Cody
"Boleh"
Malam harinya kamu membaca buku diary Allya di bawah sinar rembulan sudah hampir jam 11 malam, kamu masih terjaga, tiba di halaman yang putih belum terisi apapun. Kamu membuka halaman-halaman selanjutnya, lalu menemukan sebuah kalimat
"Trust me, I will come back"
Di tulis menggunakan tinta merah, kamu menatap rembulan yang terlihat jelas dari kamarmu. Lalu menutup buku Allya dan pergi tidur.
Beberapa bulan berlalu, kamu bukan lagi penyanyi cafe atau penyanyi jalanan kamu sudah merilis sebuah mini album yang berisi judul-judul lagu yang kamu cover dan dibawakan dengan ciri khasmu sendiri. Kamu juga mempertahankan rambut curly sebagai ciri khasmu di atas panggung.
Saat sedang menulis lagu di studio kamu menerima telepon dari seseorang, kamu mengangkatnya. Dia mengajakmu bertemu di suatu tempat, kamu menurut. Begitu sampai kamu bingung karena ada Justin dan managernya begitu juga managermu. Kamu menghampiri mereka.
"Apa aku terlambat?" Kamu mengangkat sebelah alismu
"Tidak, duduklah" Scooter mempersilahkanmu duduk di sebelah Justin. Kamu menjaga jarak dengannya. Ternyata kalian berdua akan di pasangkan untuk membuat suatu single duet! Kamu yang sedang menyeruput jus jeruk tersedak dan mulai terbatuk.
"Kau tak apa?" Tanya managermu
"Tidak...tidak apa-apa"
"Bagaimana? Kalian berdua berbakat" lanjut Scooter
"Tapi...." Kamu menatap Justin "aku belum begitu mengenalnya!" Kamu menunjuk wajah Justin. Kamu balas dendam padanya dulu dia yang pura-pura tak mengenalmu, sekarang giliranmu yang pura-pura tak megenalnya.
Justin menatapmu tajam, kamu menghiraukannya "emang enak?" Katamu dalam hati. Dalam proses pembuatan lagu- take vocal kalian tak pernah sedetikpun akur. Pasti selalu ada cek cok, atau pertengkaran.
Kamu duduk di sofa yang ada di studio dan membuka mac mu. Justin duduk di sebelahmu. Kamu menjaga jarak, tapi dia terus mendekat, kamu mengankat mc mu lalu berpindah. Justin mengikuti, kamu gerah dan berdiri
"Apa maumu! Belum puas menggangguku tadi Hah?!" Hardikmu
"Tidak ada, aku cuma mau bilang, kalau itu mac milikku bukan milikmu"
"Darimana kau tau?"
"Itu" Justin menunjuk sebuah stiker yang bertuliskan "I don't care what you think"
Kamu memberikan mac itu pada Justin lalu bersandar di kursi di mana kau duduk.
"Salah nih yee" ledek Justin. Kamu berdiri lalu mengacak-acak rambutnya sampai puas, dan melangkah keluar prodiser hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Justin diam, tapi kelihatannya dia sangat jengkel. Hubunganmu dan Zero sudah 3 bulan yang lalu berakhir sementara Justin dan Alice sebentar lagi akan melakukan pertunangan, kamu menghela nafas panjang dan berjalan-jalan di halaman belakang,
Turn it inside out so I can see
The part of you that's drifting over me
And when I wake you're your never there
But when I sleep you're your everywhere
You're everywhere
Just tell me how I got this far
Just tell me why you're here and who you are
'Cause every time I look
you're never there
And every time I sleep
you're always there
'Cause you're everywhere to me
And when I close my eyes it's you I see
You're everything I know
that makes me believe
I'm not alone
I'm not alone
Kamu bernyanyi-nyanyi kecil, kamu berhenti melangkah dan melihat sekeliling
"Dimana aku?" Tanyamu sambil celingak-celinguk sendiri
"Gawat nyasar lagi!" Katamu lagi, kamu melanjutkan berjalan tanpa perduli kemana kamu akan pergi, sampai kamu tiba di sebuah tempat yang sangat indah, disana kamu melihat sebuah gitar yang masih sangat bagus bersandar pada sebuah pintu kaca, kamu mendekati gitar itu, dan mengangkatnya
"Ini milik siapa?"
Kamu melihat keluar pintu kaca itu, dan membukanya
"Indahnya!" Kamu berjalan pada sebuah aula yang semuanya berwarna putih ada sebuah panggung kecil di tengah ruangan itu.kamu duduk di tepi panggung itu dan memetik gitar yang kamu temukan tadi
Goodbye to you, Goodbye to everything, what I do
You would like to learn I cry
Hoping that I can to hold on to
Petikan dan nyanyianmu terhenti karena melihat seseorang masuk ke ruangan itu. Dia Justin, kamu menyimpan gitar tadi, sementara itu Justin berjalan mendekati panggung lalu duduk di sebelahmu.
Kalian saling diam, kamu menggigit bibir bawahmu karena gugup, Justin mengetuk-mengetuk panggung yang terbuat dari kayu itu menggunakan jarinya.
"Na," ucap Justin pendek
"Apa?"
"Mau ke suatu tempat?" Tanyanya
"Ya, ke sebuah sungai yang dangkal, tapi terdapat air terjun di sana.. Ada apa?"
"Kalau begitu, ikut aku"
Justin menggandeng tanganmu, dan mengajakmu ke tempat yang kamu terangkan tadi.
Di tempat yang kamu maksud Justin tiba-tiba membuka sweaternya, dan melepas sepatunya. Lalu meloncat ke sungai itu. Kamu juga tidak mau kalah, kamu melepas jaketmu dan sepatumu lalu ikut melompat ke dalam sungai, kalian berenang dan bermain air disana. Kalian terlihat sangat akrab. Saat sedang duduk di sebuah batu Justin berenang mendekatimu lalu ikut naik ke batu itu. Kamu menatap matanya begitu juga Justin dia menatap matamu.
Kalian bertatapan sangat lama, sampai akhirnya Kenny menganggu kalian dan menyuruh kalian berganti pakaian
"Mau kemana lagi kita?"
"Sebenarnya produser menyuruhku mengajakmu ke suatu tempat yang jauh dari kota, dan paparazzi"
"Untuk apa?"
"Lagu itu! Aku juga tidak tau apa maksudnya" Justin mengangkat bahunya
Kamu mengambil sepatu dan jaketmu, dan mendekati mobil. Di bagasi sudah terdapat koper berisi baju-bajumu.
"Sebenarnya kita akan kemana?" Tanyamu pada Justin
"Rumah nenekku" dia tersenyum
"Eh?"
"Ada apa?"
"T...tidak"
Kamu dan Justin berganti pakaian setelah selesai, Kenny mengantar kalian berdua ke rumah nenek Justin.
Suasana di rumah itu sangat nyaman. Kamu mendapatkan kamar di sebelah kamar Justin. Satu hari, nenek Justin dan kakeknya pergi ke kota untuk membeli sesuatu, pulang mungkin akan sangat malam. Kamu melihat sebuah memo yang berisi daftar pekerjaan yang harus kamu lakukan bersama dengan Justin.
Kamu dan Justin saling bertatapan
"Banyak Sekali!"
Kalian harus mengurus ternak di rumah paman Sam. Membetulkan gudang di belakang rumah, dan beberapa pekerjaan rumah lainnya.
Semua kalian lakukan bersama.
"Sepertinya produser itu mengerjaiku dengan memberi usul ke rumah nenek" gerutu Justin
"Sudahlah, jangan mengeluh terus! Takkan menyelesaikan pekerjaan"
Selesai bekerja, kecuali membetulkan gudang, kalian istirahat di ruang tengah, tak lama kalian tertidur. Nenek Justin sampai di rumah, dia tersenyum melihatmu dan Justin tertidur di ruang tengah, dengan posisi kepalamu bersandar ke pundak Justin
"Kurasa anak ini lebih cocok menjadi pendamping Justin daripada si Alice itu" ujar sang nenek pada kakek,
Matahari sudah lama terbenam, kamu terbangun. Dan melihat dua mangkuk sup krim di mejamu, dan sebuah memo.
"Kami akan meninggalkan kalian selama seminggu. Lakukan semua pekerjaan dengan baik ya" begitu isi memonya. Kamu melihat Justin yang masih tertidur pulas. Lalu menyelimutinya dengan selimut tipis yang tadi di selimutkan nenek Justin pada kalian berdua.
"Selama seminggu, aku disini hanya berdua dengan Justin, berdua dengan, satu minggu, berdua, HAH!! BERDUA DENGAN JUSTIN DISINI SELAMA SEMINGGU!!!"
To : Me
From : Justme@aol.com
Subject : <None>
Hello Girls, I Just wanna say goodnight to you and don't forget to dinner ;)
"Siapa nih? Sok kenal banget," kamu menyimpan ponselmu di meja. Saat akan meneguk minuman datang kembali e-mail
To : Me
From : Justme@aol.com
Subject : <None>
Why don't you reply my message? :/
Kamu tersedak
"Eh?" Kamu mulai mengetik jawaban untuk orang tak di kenal itu
To : Justme@aol.com
From : Me
Subject : leave me alone!
I don't know who you are! So don't distrub me please!!
Saat kamu akan kembali menyimpan ponselmu di meja datang lagi e-mail dari alamat yang sama. Isinya memintamu keluar dari rumah. Kamu menuruti perintahnya, kamu keluar tapi tak ada siapapun disana.
Saat kamu akan kembali masuk ada yang menutup matamu dari belakang, nafasnya menyentuh lehermu. Tangannya juga sangat hangat, kamu menyentuh tangannya yang hangat.
"Si...siapa?"
"Ini aku"
Kamu melepaskan tangannya dan berbalik dia Zero, rambut coklatnya terlihat menyala terkena sinar lampu jalan di dekat pagar rumahmu. Kamu tersenyum pada Zero.
"Kau mengerjaiku" memukul lengan Zero pelan
"Maaf" Zero malah cekikikan
"Tidak lucu Ze" (baca : Zi)
"Hehe... Di luar dingin boleh aku masuk, kamu juga pasti kedinginan" katanya
"Tentu, ayo"
Di ruang tengah kamu menyalakan perapian, dan menghangatkan diri disana, Zero menjelaskan maksudnya datang ke rumahmu, ternyata Brandon akan menginap di rumahnya, dan kakanmu juga dipaksa ikut menginap, kamu melirik jam tanganmu, sudah jam 7 malam, kamu harus bersiap untuk performmu di cafe Greyson.
"Mau kemana?" Zero melihatmu keluar dari kamar dengan pakaian rapi dan tas punggung kecil berisi kostum dan peralatan lainnya. Kamu tersenyum lalu menjawab "bekerja"
"Dimana?"
"Mau ikut?" Kamu menaikkan sebelah alismu sambil tersenyum, Zero mengangguk kamu memakai sepatu boots yang terbuat dari kulit warna coklat muda.
"Tidak cocok sekali dengan pakaianmu" komentar Zero
"Hehe sebenarnya aku membawa kostum disini, daripada sibuk sepatunya dijinjing lebih baik kupakai saja, menghemat waktu pula"
"Benar juga"
Kalian berangkat dengan berjalan kaki, di perjalanan Zero yang membawakan Guitar Casemu. Kalian bercanda dan tertawa bersama. Cuaca sedang buruk malam itu, tapi paling tidak tak ada badai malam itu. Singkat cerita kalian sampai di cafe yang dimaksud, kamu masuk ke lorong biasa dan meminta Zero mencari tempat duduknya sendiri, kamu menggunakan dress putih tanpa tangan, ada sedikit corak bunga diatasnya tapi tidak begitu terlihat, selesai memakai Dress kamu mulai membuat rambutmu curly seperti biasa, kamu tidak sendiri kamu dibantu Nona Trix yang kebetulan sedang ada disana.
"Kamu cantik walau tak didandani sekalipun" Nona Trix membuka percakapan
"Trims nona Trix" kamu tersenyum manis, selesai berdandan, kamu mengeluarkan Guitar Casemu, dan berjalan menuju panggung, kamu tak melihat Greyson malam itu, dimana dia?
Kamu harus segera naik ke atas panggung, kamu tidak duduk, jadi kamu memasang Guitar Belt lebih dulu, selesai memasang Guitar Belt, kamu berdiri di tepi panggung sebelumnya kamu memberi sinyal pada personil band yang ada dibelakangmu
Intro mulai dimainkan olehmu tepuk riuh mulai bergema
You take a deep breath and you walk through the doors
It’s the morning of your very first day
You say “Hi” to your friends you ain’t seen in a while
Try and stay out of everybody’s way
It’s your freshman year and you’re gonna be here
For the next four years in this town
Hoping one of those senior boys will wink at you and say
“You know I haven’t seen you around, before”
Kamu melirik Zero yang duduk di samping kiri panggung, dan tersenyum, dia keliatannya sangat menikmati penampilanmu.
’cause when you’re fifteen and somebody tells you they love you
You’re gonna believe them
And when you’re fifteen
Feeling like there nothing to figure out
Well count to ten, take it in
This is life before who you’re gonna be
Fifteen
Ini pertama kalinya kamu sangat menikmati penampilanmu. Kamu coba menghidupkan suasana cafe, hampir semua kalangan yang berumur diatasmu. Dan berkali-kali menebar senyum.
You sit in class next to a redhead named Abigail
And soon enough you’re best friends
Laughing at the other girls who think they’re so cool
Well be out of here as soon as we can
And then you’re on your very first date and hes got a car
And you’re feeling like flying
And you’re mommas waiting up and you think hes the one
And you’re dancing round your room when the night end
When the night ends
’cause when you’re fifteen and somebody tell you they love you
You’re gonna believe them
When you’re fifteen and your first kiss
Makes your head spin round but
In your life you’ll do things greater than dating the boy of the football team
But I didn’t know it at fifteen
Lagu selesai, belum selesai outro kamu mainkan kamu sudah masuk ke lagu selanjutnya yaitu "Don't Walk Away" dari Miley Cyrus. Di akhir penampilan, kamu membungkuk dalam-dalam. Saat turun dari panggung kamu melihat sosok yang kamu kenali, dia Justin dia bersandar di samping pintu menuju ruang ganti. Kamu menghampirinya
"Hei Justin!"
Justin mengangkat wajahnya yang tertunduk tadi, kamu menyandarkan gitarmu di tembok,
"Ada apa?"
Justin tiba-tiba memelukmu, bersamaan dengan saat Zero bermaksud menemuimu di back stage, kamu tentu kaget apalagi melihat Zero yang tepat di belakang Justin, menatapmu serius. Tapi Justin tak ingin melepaskan pelukannya. Kamu meminta Justin masuk ke ruang ganti dulu. Dia menurut, kamu buru-buru menghampiri Zero yang melangkah pergi.
"Zero!"
Zero tidak mendengar, dia terus berjalan. Kamu mengejarnya sampai keluar cafe. Sementara itu Justin, memutuskan untuk mengikutimu keluar. Dia mengejarmu keluar,
"Zero!" Kamu berhasil mengejar Zero dan menggenggam tangannya yang hangat
"Ada apa?" Tanyamu
Zero berbalik dan merogoh saku mantelnya lalu mengeluarkan sebuah kalung yang berliontinkan sebuah pick gitar dalam bentuk kecil
"Aku menyukaimu! Dan aku mau kamu jadi milikku" kamu tak menyangka Zero mengungkapkan perasaannya padamu. Kamu menggenggam kalung pemberian Chris erat sekali
Dulu Chris sekarang Zero? Aku harus bagaimana? Kalimat itu yang terus menghantui fikiranmu.
"Kamu mau?" Zero menatap matamu, kalian tidak sadar Justin memperhatikan kalian sejak tadi
"Zero.. Aku.." Kamu terbata-bata, kalung pemberian Chris semakin erat kamu genggam, kamu menghela nafas panjang dan berdoa semoga ini jawaban yang terbaik
"Aku mau"
Jawaban yang membuat senyuman Zero mengembang dan wajahnya merah merona. Kamu juga tersenyum,
"Ngomong-ngomong, itu kalung apa?" Zero menunjuk kalung pemberian Chris
"Pemberian sahabatku"
"Ooh, boleh kulepas dan kuganti dengan ini?" Mengacungkan kalung tadi
Kamu mengangguk, Zero melepaskan kalung pemberian Chris lalu menggantinya dengan kalung pemberiannya. Kamu menatap liontinnya yang lucu itu.
"Thanks Nina, I promise to give you the best!" Janji Zero
"I know Zero, I'll keep your promise"
Zero memelukmu, Justin tak ada di tempat persembunyiannya lagi, dia sudah pergi.
"Sh*t!" Teriaknya dalam hati
Dia menendang kerikil kecil, dia langsung masuk ke mobilnya. Sementara kamu dan Zero,
"Eeemm... Aku mau mengajakmu ke sebuah tempat besok, mau ikut?" Ajak Zero
"Kamu yang mengajak, masa kutolak?"
"Kau mau?"
"Iya boleh,"
"Serius?"
"Iya"
Zero tersenyum lalu mendekapmu erat, keesokan harinya pukul 9 Zero menjemputmu menggunakan mobil Honda Jazz warna biru miliknya. Pagi itu kamu terlihat manis dengan tank top hitam, sweater warna abu bertudung, jeans panjang, dan sneakers warna putih. Rambut kamu kuncir satu ke belakang. Sungguh manis, perjalanan sangat menyenangkan karena Zero sangat bersahabat, kalian bercanda dan mengobrol. Singkat cerita, kalian sampai di sebuah bukit, pemandangan Bahama terlihat jelas disana, (PS : tempat tujuan kalian itu Bahama) kamu bersandar di pagar besar warna putih dan merasakan angin yang dingin dari bawah sana. Zero disebelahmu melakukan hal yang sama
"Indah ya?" Ucapmu sambil menatap Zero
"Sangat indah"
Zero tiba-tiba menggenggam tanganmu, entah kenapa kamu merasa canggung pada Zero kamu melepaskan genggamannya, Zero menatapmu bingung.
"Ma.. Maaf" kamu tersenyum dan mengalihkan pandangan
"Tidak masalah, kita pindah tempat ya?"
"Boleh"
Kalian menuju tempat selanjutnya, begitu sampai kamu mengenali tempat itu. Tempat dimana musim panas dulu kamu dan teman-teman Justin bermain dulu. Zero menemukan teman-temannya disana mereka mengobrol sementara kamu mendekati pohon dimana rumah pohon dibangun. Kamu menaiki tangganya diam-diam. Setelah sampai di atas kamu kembali mendekati meja kecil dekat jendela. Dan duduk menyandar disana.
"Tempat yang nyaman" kamu menutup matamu. Tiba-tiba ada yang terjatuh di wajahmu. Kamu membuka matamu, dan melepaskannya, itu sebuah amplop. Kamu membukanya perlahan, kertas amplop itu sudah menguning dan kelihatan sangat tua. Kamu membukanya perlahan, didalamnya terdapat sebuah kertas yang merupakan isi surat. Kamu membacanya tapi isinya malah berbahasa Indonesia.
Tertulis
"Ku selalu berfikir tentangmu hingga waktu tak lagi menghentikanku
hatiku yang hampa tak dapat menemukan perasaanmu
ibarat ku tak bisa melukis gambar yang sama 2x
tapi emosiku selalu muncul dan muncul
'lagu cinta'mu biarkan kudengar,seakan ku bertemu denganmu
aku ingin tau dirimu,biarkan ku jumpa denganmu
walau terasa diri kesepian,kuharap kita bisa bersua kembali
tak perlu alasan,ku tau kau takkan berpaling
pada saat ini diriku seakan menjadi bagian dari kenanganmu bukan?
Emosiku tumpah serta tenggelam dalam air mata
'lagu cinta'mu biarkan kudengar,seakan dirimu hadir
engkau pernah berjumpa seseorang sebelumnya,dapat ku mengerti
tolong beri aku sayap dan mempercayainya
bersama lagu ini,aku janji...
Untuk terima masa lalumu
'lagu cinta'mu kunyanyikan dan senyumanmu seakan menyentuhku
engkau pernah berjumpa seseorang sebelumnya,dapat ku mengerti
'lagu cinta' ini takkan berakhir,walau telah berjumpa denganmu
takkan berakhir
I DO LOVE YOU"
Hampir sebagian kata / kalimat mulai memudar, kamu membolak-balik kertas itu tapi tak ada apapun lagi disana selain tulisan tadi. Kamu memasukan surat itu kedalam amplopnya lagi, saat akan memasukkannya ke dalam laci meja. Kamu melihat sebuah nama tapi kamu kesulitan membacanya karena tintanya sudah memudar
"A...LLY....A, Allya, surat milik Allya"
Kamu terdiam sebentar lalu memasukan surat itu ke dalam saku celanamu.
"Justin harus tau isi surat ini" katamu sambil bergegas turun ke bawah. Kamu mengajak Zero kembali ke Atlanta. Dia awalnya bingung tapi akhirnya dia menurut, kamu menghubungi Caitlin meminta alamat rumah Justin.
"Sibuk sekali" ucap Zero
"Maaf, Ze ini urusan penting" kamu masih mengotak-atik ponselmu dan berkirim pesan dengan Caitlin.
Singkat cerita kamu sampai di depan rumah, kamu tidak ingin Zero tau kamu pergi ke rumah Justin. Kamu menyalin isi surat Allya dan mengubahnya menjadi bahasa Inggris agar Justin mengerti apa isinya lalu memasukkannya ke dalam amplop yang sama. Kamu berpamitan pada Brandon dan kakamu, dan berlari menuju rumah Justin. Singkat cerita kamu sudah sampai di rumah Justin.
Jantungmu berdebar begitu sampai di depan pintu rumah Justin, kamu menepuk-nepuk dadamu pelan menggunakan tangan kiri, lalu mengarahkan jarimu ke tombol bel. Saat kamu akan menekan bel, Justin membuka pintu ada Alice di belakangnya.
"Justin?"
"Nina?"
"Eh? Eeem.. Anu.. Bisa ikut aku? Alice aku pinjam sebentar ya Justinnya?"
"Tentu" Alice tersenyum, kamu menarik tangan Justin, dan mengajaknya ke sebuah taman.
"Kau mau apa?" Justin memasang wajah tak nyaman
"Aku menemukan sesuatu milik Allya kurasa kau harus tau apa isinya"
"Apa?"
Kamu mengeluarkan surat tadi, kamu lupa menyatukan kembali tulisan asli Allya dengan translatetanmu saat di bid tadi. Justin meraihnya dan merobeknya kamu membelalakan matamu tak percaya
"Aku tidak mau tau lagi tentang dia" katanya
"Apa maksudmu?"
"Aku harus melanjutkan hidupku, jangan hanya membaca tulisan darinya"
"Kalau begitu kembalikan buku Allya!! Orang tuanya meminta itu untuk di kembalikan pada mereka!" Ujarmu setengah membentak
Justin membongkar tas punggungnya lalu memberikan buku bersampul merah darah itu padamu dengan kasar. Kamu tidak menyangka Justin bisa seperti itu, setelah memberikan buku itu Justin memakai kacamatanya lalu pergi meninggalkanmu. Kamu memperhatikannya
Itu bukan Justin! Benakmu berkata. Kamu menatap serpihan kertas yang dirobek Justin tadi, lalu melangkah pergi.
"Justin? Ada apa?" Alice bertanya pada Justin
"Tidak ada, ayo pergi"
"Ya sudah"
Alice masuk ke dalam mobil Justin lalu pergi. Kamu menatap mobil itu yang semakin lama semakin jauh. Lalu menatap buku Allya yang kamu pegang.
"Allya, aku tidak menyangka bisa ada orang sekejam dia.. Dia bahkan tak membaca isinya" kamu melangkah pergi. Di dalam bis entah kenapa air matamu menetes, kamu membaca isi Diary dan air matamu semakin tak terbendung lagi, air matamu terus menetes dan membasahi lembaran kertas itu. Bis berhenti di sebuah halte, ada beberapa anak yang naik, salah satunya duduk di sebelahmu dan menawarkanmu sapu tangan. Kamu mengangkat wajahmu dan melihat wajahnya, dia Cody, tapi dia sedikit terlihat berbeda. Pasti dia sedang menyamar.
"Ambillah, kamu membutuhkannya" Cody mengacungkan sapu tangan itu ke wajahmu
"Thanks Cody" kamu meraihnya
"Belakangan Justin memang sedang uring-uringan karena buku itu. Jadi wajar saja kalau dia membentakmu" Cody menunjuk buku Allya yang berada di pangkuanmu
"Bukan Cody dia tak membentakku"
"Baguslah, masalahnya kemarin Caity di bentaknya karena dia membahas buku itu dan pemiliknya"
"Begitu"
"Jangan menangis lagi ok?"
"Eh?"
"Aku tak suka melihat seorang gadis yang seharusnya selalu tersenyum malah menangis sepertimu sekarang"
"Haha.. Oke aku akan selalu tersenyum untukmu"
"Tapi aku selalu ada untuk tempatmu curhat atau semacamnya rahasia dijamin terjaga" Cody membentuk lambang 'OK' dengan tangan kirinya dan tersenyum, kamu tertawa kecil, Cody tersenyum manis. Kamu,Cody dan teman-temannya turun di halte yang sama.
"Dimana rumahmu?" Tanya Zac yang baru saja turun
"Di sekitar sini, tinggal lurus ke depan"
"Waaah, searah" katanya lagi
"Bersama saja, bagaimana?" Tawar Cody
"Boleh"
Malam harinya kamu membaca buku diary Allya di bawah sinar rembulan sudah hampir jam 11 malam, kamu masih terjaga, tiba di halaman yang putih belum terisi apapun. Kamu membuka halaman-halaman selanjutnya, lalu menemukan sebuah kalimat
"Trust me, I will come back"
Di tulis menggunakan tinta merah, kamu menatap rembulan yang terlihat jelas dari kamarmu. Lalu menutup buku Allya dan pergi tidur.
Beberapa bulan berlalu, kamu bukan lagi penyanyi cafe atau penyanyi jalanan kamu sudah merilis sebuah mini album yang berisi judul-judul lagu yang kamu cover dan dibawakan dengan ciri khasmu sendiri. Kamu juga mempertahankan rambut curly sebagai ciri khasmu di atas panggung.
Saat sedang menulis lagu di studio kamu menerima telepon dari seseorang, kamu mengangkatnya. Dia mengajakmu bertemu di suatu tempat, kamu menurut. Begitu sampai kamu bingung karena ada Justin dan managernya begitu juga managermu. Kamu menghampiri mereka.
"Apa aku terlambat?" Kamu mengangkat sebelah alismu
"Tidak, duduklah" Scooter mempersilahkanmu duduk di sebelah Justin. Kamu menjaga jarak dengannya. Ternyata kalian berdua akan di pasangkan untuk membuat suatu single duet! Kamu yang sedang menyeruput jus jeruk tersedak dan mulai terbatuk.
"Kau tak apa?" Tanya managermu
"Tidak...tidak apa-apa"
"Bagaimana? Kalian berdua berbakat" lanjut Scooter
"Tapi...." Kamu menatap Justin "aku belum begitu mengenalnya!" Kamu menunjuk wajah Justin. Kamu balas dendam padanya dulu dia yang pura-pura tak mengenalmu, sekarang giliranmu yang pura-pura tak megenalnya.
Justin menatapmu tajam, kamu menghiraukannya "emang enak?" Katamu dalam hati. Dalam proses pembuatan lagu- take vocal kalian tak pernah sedetikpun akur. Pasti selalu ada cek cok, atau pertengkaran.
Kamu duduk di sofa yang ada di studio dan membuka mac mu. Justin duduk di sebelahmu. Kamu menjaga jarak, tapi dia terus mendekat, kamu mengankat mc mu lalu berpindah. Justin mengikuti, kamu gerah dan berdiri
"Apa maumu! Belum puas menggangguku tadi Hah?!" Hardikmu
"Tidak ada, aku cuma mau bilang, kalau itu mac milikku bukan milikmu"
"Darimana kau tau?"
"Itu" Justin menunjuk sebuah stiker yang bertuliskan "I don't care what you think"
Kamu memberikan mac itu pada Justin lalu bersandar di kursi di mana kau duduk.
"Salah nih yee" ledek Justin. Kamu berdiri lalu mengacak-acak rambutnya sampai puas, dan melangkah keluar prodiser hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Justin diam, tapi kelihatannya dia sangat jengkel. Hubunganmu dan Zero sudah 3 bulan yang lalu berakhir sementara Justin dan Alice sebentar lagi akan melakukan pertunangan, kamu menghela nafas panjang dan berjalan-jalan di halaman belakang,
Turn it inside out so I can see
The part of you that's drifting over me
And when I wake you're your never there
But when I sleep you're your everywhere
You're everywhere
Just tell me how I got this far
Just tell me why you're here and who you are
'Cause every time I look
you're never there
And every time I sleep
you're always there
'Cause you're everywhere to me
And when I close my eyes it's you I see
You're everything I know
that makes me believe
I'm not alone
I'm not alone
Kamu bernyanyi-nyanyi kecil, kamu berhenti melangkah dan melihat sekeliling
"Dimana aku?" Tanyamu sambil celingak-celinguk sendiri
"Gawat nyasar lagi!" Katamu lagi, kamu melanjutkan berjalan tanpa perduli kemana kamu akan pergi, sampai kamu tiba di sebuah tempat yang sangat indah, disana kamu melihat sebuah gitar yang masih sangat bagus bersandar pada sebuah pintu kaca, kamu mendekati gitar itu, dan mengangkatnya
"Ini milik siapa?"
Kamu melihat keluar pintu kaca itu, dan membukanya
"Indahnya!" Kamu berjalan pada sebuah aula yang semuanya berwarna putih ada sebuah panggung kecil di tengah ruangan itu.kamu duduk di tepi panggung itu dan memetik gitar yang kamu temukan tadi
Goodbye to you, Goodbye to everything, what I do
You would like to learn I cry
Hoping that I can to hold on to
Petikan dan nyanyianmu terhenti karena melihat seseorang masuk ke ruangan itu. Dia Justin, kamu menyimpan gitar tadi, sementara itu Justin berjalan mendekati panggung lalu duduk di sebelahmu.
Kalian saling diam, kamu menggigit bibir bawahmu karena gugup, Justin mengetuk-mengetuk panggung yang terbuat dari kayu itu menggunakan jarinya.
"Na," ucap Justin pendek
"Apa?"
"Mau ke suatu tempat?" Tanyanya
"Ya, ke sebuah sungai yang dangkal, tapi terdapat air terjun di sana.. Ada apa?"
"Kalau begitu, ikut aku"
Justin menggandeng tanganmu, dan mengajakmu ke tempat yang kamu terangkan tadi.
Di tempat yang kamu maksud Justin tiba-tiba membuka sweaternya, dan melepas sepatunya. Lalu meloncat ke sungai itu. Kamu juga tidak mau kalah, kamu melepas jaketmu dan sepatumu lalu ikut melompat ke dalam sungai, kalian berenang dan bermain air disana. Kalian terlihat sangat akrab. Saat sedang duduk di sebuah batu Justin berenang mendekatimu lalu ikut naik ke batu itu. Kamu menatap matanya begitu juga Justin dia menatap matamu.
Kalian bertatapan sangat lama, sampai akhirnya Kenny menganggu kalian dan menyuruh kalian berganti pakaian
"Mau kemana lagi kita?"
"Sebenarnya produser menyuruhku mengajakmu ke suatu tempat yang jauh dari kota, dan paparazzi"
"Untuk apa?"
"Lagu itu! Aku juga tidak tau apa maksudnya" Justin mengangkat bahunya
Kamu mengambil sepatu dan jaketmu, dan mendekati mobil. Di bagasi sudah terdapat koper berisi baju-bajumu.
"Sebenarnya kita akan kemana?" Tanyamu pada Justin
"Rumah nenekku" dia tersenyum
"Eh?"
"Ada apa?"
"T...tidak"
Kamu dan Justin berganti pakaian setelah selesai, Kenny mengantar kalian berdua ke rumah nenek Justin.
Suasana di rumah itu sangat nyaman. Kamu mendapatkan kamar di sebelah kamar Justin. Satu hari, nenek Justin dan kakeknya pergi ke kota untuk membeli sesuatu, pulang mungkin akan sangat malam. Kamu melihat sebuah memo yang berisi daftar pekerjaan yang harus kamu lakukan bersama dengan Justin.
Kamu dan Justin saling bertatapan
"Banyak Sekali!"
Kalian harus mengurus ternak di rumah paman Sam. Membetulkan gudang di belakang rumah, dan beberapa pekerjaan rumah lainnya.
Semua kalian lakukan bersama.
"Sepertinya produser itu mengerjaiku dengan memberi usul ke rumah nenek" gerutu Justin
"Sudahlah, jangan mengeluh terus! Takkan menyelesaikan pekerjaan"
Selesai bekerja, kecuali membetulkan gudang, kalian istirahat di ruang tengah, tak lama kalian tertidur. Nenek Justin sampai di rumah, dia tersenyum melihatmu dan Justin tertidur di ruang tengah, dengan posisi kepalamu bersandar ke pundak Justin
"Kurasa anak ini lebih cocok menjadi pendamping Justin daripada si Alice itu" ujar sang nenek pada kakek,
Matahari sudah lama terbenam, kamu terbangun. Dan melihat dua mangkuk sup krim di mejamu, dan sebuah memo.
"Kami akan meninggalkan kalian selama seminggu. Lakukan semua pekerjaan dengan baik ya" begitu isi memonya. Kamu melihat Justin yang masih tertidur pulas. Lalu menyelimutinya dengan selimut tipis yang tadi di selimutkan nenek Justin pada kalian berdua.
"Selama seminggu, aku disini hanya berdua dengan Justin, berdua dengan, satu minggu, berdua, HAH!! BERDUA DENGAN JUSTIN DISINI SELAMA SEMINGGU!!!"
Kamu kembali menatap memo itu, dan membolak-balik kertasnya, tetap tidak ada perubahan yang kamu harapkan sejak tadi.
"Masa seminggu, berduaan dengannya? Bisa gila beneran kalo gini caranya? Ah! Whatever!" Kamu bangkit dan menuju kamarmu untuk berganti pakaian. Sementara itu Justin baru saja terbangun, dia bingung melihat tak ada siapapun di ruang tengah. Dia menyusulmu ke kamar. Kamu baru saja mandi dan hanya menggunakan handuk panjang untuk menutupi badanmu. Begitu melihat pintu kamrmu yang tak di kunci Justin langsung masuk tanpa mengetuk. Spontan kamu menjerit keras sekali. Justin buru-buru menutup pintu kamarmu dan berteriak dari luar
"Maaf! Kukira, kukira kau kemana? Maaf!" Katanya
Kamu mendekati pintu dan menguncinya
"Fiiuuhh! Syukurlah handuk ini melindungi tubuhku" ucapmu dalam hati "ya sudah! Lain kali mengetuk pintu dulu sebelum masuk!" Ucapmu.
Tak ada jawaban lagi dari Justin, kamu yakin dia sudah pergi, kamu langsung mengganti bajumu dengan tank top biru, sweater tipis warna biru bergaris putih (kaya yang dipake model VC IYIYI) dan celana pendek warna putih. Rambutmu kamu urai begitu saja.
"Aku baru sadar, semakin sering aku mekritingkan rambutku. Semakin mereka terbiasa dan akhirnya menjadi kriting seperti ini... Aku berubah" katamu sambil menyisir rambutmu yang masih basah. Kamu turun ke lantai satu dan melihat Justin di meja makan, wajahnya tertunduk, begitu melihatnya wajahmu memerah karena ingat kejadian bodoh tadi.
"Maaf" ucap Justin wajahnya masih tertunduk
"Tidak apa-apa, aku tau kamu tak sengaja" katamu sambil membetulkan posisi kursimu dan tersenyum.
Justin mengangkat wajahnya, dan tersenyum manis. Jantungmu berdebar kencang. Kamu yang tertunduk sekarang. Justin mulai menghidangkan makan malam. Dia bilang ini buatannya. Setelah makan malam, kamu dan Justin akan berangkat ke sebuah pasar malam untuk bertemu dengan paman Sam disana.
Selesai makan malam, Justin mengendarai sebuah mobil van menuju pasar malam. Oh ya, kenapa mobil van? Karena Kenny membawa Range Rover Justin pulang, itu juga atas perintah Justin sendiri. Kamu duduk di samping kursi supir dengan wajah tertunduk wajahmu yang memerah tertutupi tudung sweatermu.
"Nina?" Tanya Justin
"Ya" kamu melepaskan tudung sweatermu dan memandang Justin
"Ada apa? Kenapa kau tertunduk dan berubah menjjadi pendiam?" Justin sesekali melirikmu
"Tidak ada.. Aku hanya tidak enak badan" jawabmu asal
"Kalau begitu kita tunda saja bertemu dengan paman Sam, aku tak mau kamu sakit"
"Tidak usah, lagipula aku hanya tidak enak badan, jangan dipikirkan" katamu sambil tersenyum
Justin menatapmu sebentar, lalu kembali konsentrasi mengemudikan mobil van berwarna putih itu. Singkat cerita, kalian sampai di tempat yang dituju, paman Sam sudah menunggu di gerbang pasar malam. Justin mengenalkanmu padanya. Kamu tersenyum
"Dia manis.. Apa dia kekasihmu?" Paman Sam memandang Justin
"Bukan, kamu rekan kerja" jawabmu sambil tersenyum
"Oh begitu, padahal kalian sangat cocok"
"Paman" Justin menyenggol lengan pamannya. Kamu tersenyum sambil memandang Justin
"Bagaimana kalau kita masuk?" Justin memakai kacamatanya
Kamu mengangguk, tanpa kamu sadari Justin menggandeng tanganmu. Di sana kalian bersenang-senang walaupun harus menjaga stand milik paman Sam. Tak lama muncul seorang pemuda dengan gadis yang sangat cantik berada di sebelahnya. Benar, dia Cody dan Ka Widy
"Justin?" Katanya sambil menunjuk Justin, Justin memberi sinyal agar Cody menutup mulut
"Kenapa kau ada disini?" Tanya Cody sambil menahan tawa.
"Aku di kerjai Scot dan si produser itu. Dia menyuruhku mengajak Nina kemari, dan akhirnya aku kembali ke aktifitasku dulu. Sebelum kau melihatku di TV" ujar Justin
"Aku tak menyangka" kata Ka Widy
"Oh ya mana Nina?" Tanya Cody
Kamu menepuk pundak Cody dari belakang dan tersenyum. Lalu kamu berpelukkan dengan ka Widy
"Bagaimana kabarmu? Sudah lama kaka tak melihatmu semenjak kau pindah ke LA" tanya kakamu
"Hehe.. Kabarku baik ka" jawabmu sambil tersenyum.
Akhirnya Cody dan kakamu membatu kalian di stand.
Malam berlalu, kamu masih tertidur di kasurmu begitu juga dengan Justin. Sekitar jam 10 pagi kamu baru terbangun. Kamu melihat sekeliling,
"Sudah pagi" katamu sambil menggosok-gosok matamu
Kamu mengambil ikta rambut warna biru. Dan mengikat rambut menggunakan itu. Lalu menuju jendela yang ada dikamarmu dan membuka kordennya lalu membuka jendelanya
"Cuaca cerah" kamu melihat langit yang biru dan terlihat sangat terang, hampir tak ada awan di atas langit sana. Kamu bersiap membuat sarapan. Kamu membuka pintu kamarmu bersamaan dengan Justin membuka pintu kamarnya. Kamu memandangnya, dia tersenyum
"Pagi" sapanya
"Pagi"
"Ayo sarapan" ajak Justin
Kamu hanya mengangguk, kalian sampai di dapur dan memanggang roti masing-masing lalu mengoleskan mentega sendiri-sendiri, tapi saat akan mengambil botol yang penuh berisi seres (baca : ceres) tangan kalian bersentuhan. Dan kalian berpandangan cukup lama sekitar 20 detik lah (segitu dibilang lama). Kamu tersadar dan menyingkirkan tanganmu. Wajah kalian berdua memerah.
Setelah sarapan, Justin mengajakmu ke danau yang dulu pernah kalian datangi, kamu mengangguk tanda setuju. Saat sampai disana dan saat Justin baru saja selesai melepaskan sepatunya kamu iseng mendorongnya hingga terjatuh ke dalam sungai.
"Kamu curang!" Katanya sambil menunjukmu
Kamu mengambil tambang yang cukup besar, tambang itu tergantung di pohon besar dan bisa digunakan untuk berayun di atasnya. Kamu berayun menggunakan tambang itu dan akhirnya terjatuh ke dalam danau. Ternyata posisi jatuhmu sangat dekat dengan Justin. Saat kamu keluar ke permukaan air, bersamaan dengan Justin. Wajah kalian berdekatan lagi-lagi kalian saling berpandangan.
"Kamu memang sangat cantik" puji Justin sambil membenarkan rambut yang menghalangi sebagian wajahmu, kamu tersenyum malu.
"Kalau bisa aku ingin kamu jadi milikku" katanya lagi
"Eh?"
"Iya, seandainya aku dan Alice belum bersama pasti aku sedang mengejar-ngejarmu dan mendapatkan hatimu" katanya lagi
"Haha.. Itu lucu"
"Aku serius" Justin sedikit merendahkan tubuhnya dan tinggi kalian sama sekarang. Bola mata Justin terlihat jelas di matamu. Kamu menikmati pemandangan itu, tanpa kamu sadari Justin menciummu tepat di bibir, ciuman yang sangat singkat, tapi kamu masih bisa merasakan bibirnya yang dingin menyentuh bibirmu. Kamu memegangi bibirmu, Justin hanya tersenyum dan membelai rambutmu lembut.
Sore harinya kalian mulai membetulkan gudang, kamu membantu Justin walau tak dapat berbuat banyak karena semuanya membutuhkan tenaga yang ekstra. Kalian bekerja sambil bercanda.canda tawa khas Justin juga menemani kalian bekerja.
Matahari mulai terbenam, kalian duduk di sebuah bangku yang terbuat dari kayu dan menyeruput es limun buatanmu. Justin menengadahkan kepalanya melihat ke angkasa, kamupun begitu
"Kau melihat apa?" Tanyamu
"Lihat itu, awan itu berwarna ungu" ucap Justin sambil menunjuk sebuah awan yang memang berwarna ungu tapi hanya sedikit
"Tidak begitu terlihat seperti warna ungu" katamu
"Kamu buta warna ya? Itu warna ungu" katanya lagi
"Matamu rusak!"
"Kalau mataku rusak berarti itu kesalahanmu!"
"Kenapa? Aku tidak melakukan apapun"
"Jelas, kau melakukan sesuatu, karena kamu begitu indah sampai-sampai mataku sulit memantulkan lagi bayanganmu sampai akhirnya rusak" canda Justin membuatmu memerah, kamu menyenggolnya pelan.
"Ayo! Ayo! Bekerja" Justin bangkit dan menyimpan gelas es limunnya lalu menggulung lengan kausnya yang panjang. Kamupun begitu. Kalian kembali bekeja sampai malam tiba, kamu melihat jam tanganmu sudah pukul 8 malam.
"Ada apa?" Justin keluar dari gudang dengan satu kardus di tangannya
"Tidak ada, sudah malam, bagaimana kalau kita lanjutkan besok saja?" Usulmu
"Ide bagus" ucap Justin sambil mengelap keringatnya
"Oh ya? Makan malam mau kubuatkan apa?" Tawarmu
"Entahlah, terserah padamu"
"Yessir!"
Setelah mandi dan berganti pakaian kamu sibuk membuat makan malam di dapur, setelah agak lama kamu bingung karena tak terdengar suara Justin lagi, setelah selesai memasak kamu menyusul Justin di ruang tengah, dia tertidur di sofa panjang dengan posisi TV menyala, dan remote di tangannya
"Yah! Malah tidur, pasti kamu kelelahan" katamu sambil membenarkan poni Justin. Tiba-tiba Justin terbangun, kamu menjaga jarak dengannya
"Sudah selesai masaknya?" Tanya Justin
"Sudah.. Ayo,"
"Aku menyusul" Justin meregangkan badannya, kamu menuju ruang makan duluan, Justin menyusulmu kemudian.
Selesai makan malam, kalian terdiam di meja makan.
"Nina, kalau mau tidur duluan saja, aku masih ada yang harus dikerjakan" ucap Justin
"Eh? Mau apa?"
"Aku ada urusan" Justin bangkit dari tempat dia duduk
Justin meninggalkan ruang makan, kamu membereskan meja makan, tak lama terdengar deru mesin mobil, kamu menatap mobil van yang di kendarai Justin menjauh dari rumah itu, dan menghilang di belokkan. Selesai mencuci piring kamu menonton muncul sebuah berita kalau Justin di temukan berkencan dengan kekasihnya di kawasan Canada. Entah kenapa melihat Justin bermesraan dan romantis di layar kaca dadamu terasa sesak sekali. Kamu memindahkan channelnya, tak lama muncul sebuah fax, kamu menghampiri mesin fax itu dan membaca isi faxnya
Dari Mom Pattie tertulis
"Sudah diputuskan kamu dan Alice akan bertunangan di hari Jum'at minggu ini."
Kamu terkejut membaca isi fax itu, kamu menyimpan fax itu di meja ruang tengah dan berjalan lesu menuju kamarmu.
Kamu mengeluarkan gitarmu dan memetiknya
There's always gonna be another mountain
I'm always gonna wanna make it move
Always gonna be an uphill battle
Somebody's gonna have to lose
Ain't about how fast I get there
Ain't about what's waiting on the other side
It's the climb
There's always gonna be another moun....
Kamu menghentikan nyanyianmu karena air mata mulai menetes melalui pelupuk matamu.
"Ada apa denganmu Nina!" Katamu sambil menepuk-nepuk pelan dadamu menggunakan tangan kiri, tapi air matamu mengalir semakin deras. "Dia bukan milikmu Nina, bukan!" Katamu dalam hati, kamu mengusap pipimu yang basah karena air matamu. Lalu menyimpan gitarmu ke tempatnya. Keesokan harinya, kamu berlaku seperti tidak terjadi apapun, tapi Justin merasakan ada yang aneh padamu. Siang hari yang cukup terik, kalian di minta paman Sam untuk mendatanginya di rumah, di perjalanan kamu memangku dagumu dan menatap ke luar kaca mobil yang kamu biarkan terbuka, lalu menengadahkan kepalamu ke atas terlihat matahari yang bersinar sangat terang. Singkat cerita, kalian sampai di tempat tujuan. Kamu mengikat rambutmu yang kamu gerai sejak tadi. Setelah mengobrol cukup lama, Justin mengajakmu ke suatu tempat, kandang kuda.
"Kau bisa mengendarai kuda?" Tanyanya
"Bisa, kenapa?"
"Kalau begitu...." Justin melirik sebuah topi koboi yang tergantung di sebelahnya lalu memakaikannya padamu. "Kita naik kuda sekarang" katanya tiba-tiba
"Eh?!"
Kamu sebenarnya ingin menolak tapi apa boleh buat, kalian berkuda mengelilingi ladang milik paman Sam yang sangat luas. Pemandangan disana juga sangat indah, rumput-rumput masih sangat lembab dan berwarna hijau cerah, Justin berada di depanmu dia memberi sinyal untuk balapan, kamu menuruti tantangannya. Dan kamu yang keluar sebagai pemenangnya, sepulangnya dari rumah Paman Sam, Justin tak bisa membantumu mengecat ulang gudang dia bilang dia memiliki janji pada Alice, kamu tersenyum lalu mengangguk pelan, Justin sangat senang lalu mencium pipimu tiba-tiba.
Akhirnya kamu mengecat bagian dalam gudang sendirian,
"Sepi" katamu pelan. Kamupun bernyanyi-nyanyi kecil untuk mengobati rasa kesepianmu. Hari sudah sore, kamu melihat Justin baru saja kembali, wajahnya sedikit pucat
"Justin? Ada apa? Wajahmu pucat?" Katamu
"Tidak ada apa-apa, hanya sedikit pusing"
"Ada apa? Ceritakan padaku"
Justin menceritakan semuanya, kencannya dengan Alice berjalan baik tapi tiba-tiba fans Justin berdatangan karena penyamaran Justin terbongkar, dan dalam mobil Alice terus menyalahkan Justin, di tambah di perjalanan tadi, kaki Justin terluka karena terserempet mobil saat mengejar Alice yang tiba-tiba turun dari mobil.
"Kita obati saja dulu lukamu.." Tawarmu
"Tidak usah, aku baik-baik saja"
Bagian dalam gudang sudah selesai di cat, catnya pun sudah kering, kalian mulai memasukkan barang-barang,
"Sebentar, biar kita tata ulang semuanya eeem.. Justin, bantu aku menggeser lemari ini" katamu. Kamu yang mendekorasi ulang bagian dalam gudang, selesai memindah-mindahkan barang-barang seperti lemari dsb. Tinggal kardus-kardus dan barang-barang lainnya. Kamu tak tega melihat Justin yang sepertinya sudah sangat letih
"Justin"
"Apa?"
"Kita lanjutkan besok saja, sekarang kita obati luka di kakimu itu, nanti infeksi"
"Baiklah"
Justin berjalan pincang di depanmu, kamu mengunci gudang lebih dulu baru menyusul Justin. Kamu mengobati luka lecet di lutut kiri dan betis kanan Justin. Setelah selesai, kamu membuat es limun di dapur. Saat kembali kamu melihat Justin tertidur di sofa lagi seperti waktu itu. Kamu tersenyum lalu duduk di lantai dan memandang wajah Justin.
"Manis sekali dia saat tertidur seperti ini" katamu sambil tersenyum. Kamu baru ingat kalau ada barang yang tertinggal di rumah Paman Sam, kamu berangkat sendiri karena tak tega membangunkan Justin. Sementara itu, Justin terbangun dia bingung karena kamu tak ada dimanapun. Kamu baru saja kembali dengan 2 kardus yang lumayan berat. Kamu menariknya masuk. Saat berbalik kamu terkejut karena Justin sudah ada dihadapanmu
"Darimana saja kamu?" Tanyanya
"Dari rumah paman Sam hehe" kamu tersenyum lebar
"Kan bisa kuantar? Kenapa tak membangunkanku?"
"Habisnya tidurmu nyenyak sekali sampai sulit aku membangunkannya" katamu asal
Justin tidak menjawab dia membantumu membawa kardus-kardus itu masuk.
Keesokan harinya, turun hujan yang sangat lebat, kalian terprangkap di dalam gudang yang letaknya terpisah dengan rumah. Kalian duduk di lantai gudang dengan posisi bersebrangan. Atap masih banyak yang belum di perbaiki karena letaknya yang sulit dijangkau, kamu tertidur disana, tapi tidak dengan Justin, dia masih terjaga. Dia merasakan angin berhembus sangat kencang, lalu melepaskan jaketnya dan menyelimutimu menggunakan jaket itu. Dia duduk di sebelahmu. Dia tidak peduli seberapa dingin yang dia rasakan asalkan bisa berada di dekatmu. Diapun ikut memejamkan matanya dan tertidur di pangkuanmu. Hujan baru saja reda, kamu membuka matamu. Dan membangunkan Justin untuk kembali bekerja. Kalian kembali melakukan pekerjaan itu, Justin memintamu membatunya membenarkan atap gudang, kamu mau membantunya. Kamu menengadahkan kepalamu ke angkasa. Matahari bersinar dengan teriknya
"Aku tak mengira bila tadi terjadi hujan kalau mataharinya seperti ini" katamu
Justin hanya tersenyum. Selesai memperbaiki atap, kalian masih harus melakukan pekerjaan rumah yang masih menumpuk.
"Aaah! Rasanya pekerjaan ini takkan pernah selesai" Justin terduduk di atas sofa
"Haha"
"Dulu aku biasa begini, tapi tidak untuk sekarang" katanya lagi
Kamu hanya tersenyum, selesai menyelesaikan pekerjaan rumah, kalian beristirahat sebentar lalu memutuskan untuk mengecat bagian luar gudang.
"Kita harus selesaikan hari ini!" Ujar Justin
"Yaaa!" Serumu
Matahari sangat terik kala itu. Kamu melirik jam tangan masih jam 1 siang. Kalian sibuk mengecat.
Kamu melihat wajah Justin agak pucat dan penuh keringat
"Justin? Kamu sakit?" Tanyamu
"Tidak.. " Jawabnya lalu kembali mengecat
Kamu baru sadar sesuatu, kamu memakai jaket yang seharusnya Justin pakai.
Tiba-tiba Justin terduduk di tanah dia memegangi kepalanya. Kamu juga ikut duduk di sebelahnya
"Ada apa?"
"Tidak ada."
"Kamu sakit ya? Badanmu panas" katamu sambil memegang kening Justin
"Aku tidak apa-apa" Justin menepis tanganmu, dia bangkit dan kembali bekerja.
Disaat yang sama Alice dalam perjalanan menuju rumah Justin, dia bermaksud minta maaf karena kejadian kemarin. singkat cerita, Alice sampai di rumah Justin dia melihat pintu rumah yang sedikit terbuka, dia langsung masuk dan menuju halaman belakang.
Saat kamu kembali dari dalam gudang untuk mengambil sesuatu kamu melihat wajah Justin sudah berbuah dan dia terjatuh di pelukanmu
"Justin!"
Alica hampir saja tiba di halaman belakang, ponselnya berdering telepon dari Mom Pattie. Dia mengangkatnya lalu pergi dari rumah Justin. Kamu membawa Justin ke kamarnya, kamu memegang kening Justin panas sekali.
"Ko, bisa demam si? Kehujanan aja enggak" katamu panik
Kamu mengambil kompresan di bawah dan kembali ke kamar Justin dan mulai mengompresnya, tak lama Justin membuka matanya. Dan melihatmu tertidur di sampingnya, dia terbangun, dan melihat gudang yang sudah selesai di cat sepenuhnya.
"Kamu pasti bekerja keras" katanya sambil menusuk pipimu pelan, lalu Justin mencium keningmu, dia mengecup jari telunjuknya lalu menletakkannya di bibirmu. Dan membisikkan sesuatu di telingamu. Mendengar apa yang Justin katakan kamu terbangun dan menatap matanya.
"Apa kamu bilang? Apa itu candaan?" Katamu
"Masa seminggu, berduaan dengannya? Bisa gila beneran kalo gini caranya? Ah! Whatever!" Kamu bangkit dan menuju kamarmu untuk berganti pakaian. Sementara itu Justin baru saja terbangun, dia bingung melihat tak ada siapapun di ruang tengah. Dia menyusulmu ke kamar. Kamu baru saja mandi dan hanya menggunakan handuk panjang untuk menutupi badanmu. Begitu melihat pintu kamrmu yang tak di kunci Justin langsung masuk tanpa mengetuk. Spontan kamu menjerit keras sekali. Justin buru-buru menutup pintu kamarmu dan berteriak dari luar
"Maaf! Kukira, kukira kau kemana? Maaf!" Katanya
Kamu mendekati pintu dan menguncinya
"Fiiuuhh! Syukurlah handuk ini melindungi tubuhku" ucapmu dalam hati "ya sudah! Lain kali mengetuk pintu dulu sebelum masuk!" Ucapmu.
Tak ada jawaban lagi dari Justin, kamu yakin dia sudah pergi, kamu langsung mengganti bajumu dengan tank top biru, sweater tipis warna biru bergaris putih (kaya yang dipake model VC IYIYI) dan celana pendek warna putih. Rambutmu kamu urai begitu saja.
"Aku baru sadar, semakin sering aku mekritingkan rambutku. Semakin mereka terbiasa dan akhirnya menjadi kriting seperti ini... Aku berubah" katamu sambil menyisir rambutmu yang masih basah. Kamu turun ke lantai satu dan melihat Justin di meja makan, wajahnya tertunduk, begitu melihatnya wajahmu memerah karena ingat kejadian bodoh tadi.
"Maaf" ucap Justin wajahnya masih tertunduk
"Tidak apa-apa, aku tau kamu tak sengaja" katamu sambil membetulkan posisi kursimu dan tersenyum.
Justin mengangkat wajahnya, dan tersenyum manis. Jantungmu berdebar kencang. Kamu yang tertunduk sekarang. Justin mulai menghidangkan makan malam. Dia bilang ini buatannya. Setelah makan malam, kamu dan Justin akan berangkat ke sebuah pasar malam untuk bertemu dengan paman Sam disana.
Selesai makan malam, Justin mengendarai sebuah mobil van menuju pasar malam. Oh ya, kenapa mobil van? Karena Kenny membawa Range Rover Justin pulang, itu juga atas perintah Justin sendiri. Kamu duduk di samping kursi supir dengan wajah tertunduk wajahmu yang memerah tertutupi tudung sweatermu.
"Nina?" Tanya Justin
"Ya" kamu melepaskan tudung sweatermu dan memandang Justin
"Ada apa? Kenapa kau tertunduk dan berubah menjjadi pendiam?" Justin sesekali melirikmu
"Tidak ada.. Aku hanya tidak enak badan" jawabmu asal
"Kalau begitu kita tunda saja bertemu dengan paman Sam, aku tak mau kamu sakit"
"Tidak usah, lagipula aku hanya tidak enak badan, jangan dipikirkan" katamu sambil tersenyum
Justin menatapmu sebentar, lalu kembali konsentrasi mengemudikan mobil van berwarna putih itu. Singkat cerita, kalian sampai di tempat yang dituju, paman Sam sudah menunggu di gerbang pasar malam. Justin mengenalkanmu padanya. Kamu tersenyum
"Dia manis.. Apa dia kekasihmu?" Paman Sam memandang Justin
"Bukan, kamu rekan kerja" jawabmu sambil tersenyum
"Oh begitu, padahal kalian sangat cocok"
"Paman" Justin menyenggol lengan pamannya. Kamu tersenyum sambil memandang Justin
"Bagaimana kalau kita masuk?" Justin memakai kacamatanya
Kamu mengangguk, tanpa kamu sadari Justin menggandeng tanganmu. Di sana kalian bersenang-senang walaupun harus menjaga stand milik paman Sam. Tak lama muncul seorang pemuda dengan gadis yang sangat cantik berada di sebelahnya. Benar, dia Cody dan Ka Widy
"Justin?" Katanya sambil menunjuk Justin, Justin memberi sinyal agar Cody menutup mulut
"Kenapa kau ada disini?" Tanya Cody sambil menahan tawa.
"Aku di kerjai Scot dan si produser itu. Dia menyuruhku mengajak Nina kemari, dan akhirnya aku kembali ke aktifitasku dulu. Sebelum kau melihatku di TV" ujar Justin
"Aku tak menyangka" kata Ka Widy
"Oh ya mana Nina?" Tanya Cody
Kamu menepuk pundak Cody dari belakang dan tersenyum. Lalu kamu berpelukkan dengan ka Widy
"Bagaimana kabarmu? Sudah lama kaka tak melihatmu semenjak kau pindah ke LA" tanya kakamu
"Hehe.. Kabarku baik ka" jawabmu sambil tersenyum.
Akhirnya Cody dan kakamu membatu kalian di stand.
Malam berlalu, kamu masih tertidur di kasurmu begitu juga dengan Justin. Sekitar jam 10 pagi kamu baru terbangun. Kamu melihat sekeliling,
"Sudah pagi" katamu sambil menggosok-gosok matamu
Kamu mengambil ikta rambut warna biru. Dan mengikat rambut menggunakan itu. Lalu menuju jendela yang ada dikamarmu dan membuka kordennya lalu membuka jendelanya
"Cuaca cerah" kamu melihat langit yang biru dan terlihat sangat terang, hampir tak ada awan di atas langit sana. Kamu bersiap membuat sarapan. Kamu membuka pintu kamarmu bersamaan dengan Justin membuka pintu kamarnya. Kamu memandangnya, dia tersenyum
"Pagi" sapanya
"Pagi"
"Ayo sarapan" ajak Justin
Kamu hanya mengangguk, kalian sampai di dapur dan memanggang roti masing-masing lalu mengoleskan mentega sendiri-sendiri, tapi saat akan mengambil botol yang penuh berisi seres (baca : ceres) tangan kalian bersentuhan. Dan kalian berpandangan cukup lama sekitar 20 detik lah (segitu dibilang lama). Kamu tersadar dan menyingkirkan tanganmu. Wajah kalian berdua memerah.
Setelah sarapan, Justin mengajakmu ke danau yang dulu pernah kalian datangi, kamu mengangguk tanda setuju. Saat sampai disana dan saat Justin baru saja selesai melepaskan sepatunya kamu iseng mendorongnya hingga terjatuh ke dalam sungai.
"Kamu curang!" Katanya sambil menunjukmu
Kamu mengambil tambang yang cukup besar, tambang itu tergantung di pohon besar dan bisa digunakan untuk berayun di atasnya. Kamu berayun menggunakan tambang itu dan akhirnya terjatuh ke dalam danau. Ternyata posisi jatuhmu sangat dekat dengan Justin. Saat kamu keluar ke permukaan air, bersamaan dengan Justin. Wajah kalian berdekatan lagi-lagi kalian saling berpandangan.
"Kamu memang sangat cantik" puji Justin sambil membenarkan rambut yang menghalangi sebagian wajahmu, kamu tersenyum malu.
"Kalau bisa aku ingin kamu jadi milikku" katanya lagi
"Eh?"
"Iya, seandainya aku dan Alice belum bersama pasti aku sedang mengejar-ngejarmu dan mendapatkan hatimu" katanya lagi
"Haha.. Itu lucu"
"Aku serius" Justin sedikit merendahkan tubuhnya dan tinggi kalian sama sekarang. Bola mata Justin terlihat jelas di matamu. Kamu menikmati pemandangan itu, tanpa kamu sadari Justin menciummu tepat di bibir, ciuman yang sangat singkat, tapi kamu masih bisa merasakan bibirnya yang dingin menyentuh bibirmu. Kamu memegangi bibirmu, Justin hanya tersenyum dan membelai rambutmu lembut.
Sore harinya kalian mulai membetulkan gudang, kamu membantu Justin walau tak dapat berbuat banyak karena semuanya membutuhkan tenaga yang ekstra. Kalian bekerja sambil bercanda.canda tawa khas Justin juga menemani kalian bekerja.
Matahari mulai terbenam, kalian duduk di sebuah bangku yang terbuat dari kayu dan menyeruput es limun buatanmu. Justin menengadahkan kepalanya melihat ke angkasa, kamupun begitu
"Kau melihat apa?" Tanyamu
"Lihat itu, awan itu berwarna ungu" ucap Justin sambil menunjuk sebuah awan yang memang berwarna ungu tapi hanya sedikit
"Tidak begitu terlihat seperti warna ungu" katamu
"Kamu buta warna ya? Itu warna ungu" katanya lagi
"Matamu rusak!"
"Kalau mataku rusak berarti itu kesalahanmu!"
"Kenapa? Aku tidak melakukan apapun"
"Jelas, kau melakukan sesuatu, karena kamu begitu indah sampai-sampai mataku sulit memantulkan lagi bayanganmu sampai akhirnya rusak" canda Justin membuatmu memerah, kamu menyenggolnya pelan.
"Ayo! Ayo! Bekerja" Justin bangkit dan menyimpan gelas es limunnya lalu menggulung lengan kausnya yang panjang. Kamupun begitu. Kalian kembali bekeja sampai malam tiba, kamu melihat jam tanganmu sudah pukul 8 malam.
"Ada apa?" Justin keluar dari gudang dengan satu kardus di tangannya
"Tidak ada, sudah malam, bagaimana kalau kita lanjutkan besok saja?" Usulmu
"Ide bagus" ucap Justin sambil mengelap keringatnya
"Oh ya? Makan malam mau kubuatkan apa?" Tawarmu
"Entahlah, terserah padamu"
"Yessir!"
Setelah mandi dan berganti pakaian kamu sibuk membuat makan malam di dapur, setelah agak lama kamu bingung karena tak terdengar suara Justin lagi, setelah selesai memasak kamu menyusul Justin di ruang tengah, dia tertidur di sofa panjang dengan posisi TV menyala, dan remote di tangannya
"Yah! Malah tidur, pasti kamu kelelahan" katamu sambil membenarkan poni Justin. Tiba-tiba Justin terbangun, kamu menjaga jarak dengannya
"Sudah selesai masaknya?" Tanya Justin
"Sudah.. Ayo,"
"Aku menyusul" Justin meregangkan badannya, kamu menuju ruang makan duluan, Justin menyusulmu kemudian.
Selesai makan malam, kalian terdiam di meja makan.
"Nina, kalau mau tidur duluan saja, aku masih ada yang harus dikerjakan" ucap Justin
"Eh? Mau apa?"
"Aku ada urusan" Justin bangkit dari tempat dia duduk
Justin meninggalkan ruang makan, kamu membereskan meja makan, tak lama terdengar deru mesin mobil, kamu menatap mobil van yang di kendarai Justin menjauh dari rumah itu, dan menghilang di belokkan. Selesai mencuci piring kamu menonton muncul sebuah berita kalau Justin di temukan berkencan dengan kekasihnya di kawasan Canada. Entah kenapa melihat Justin bermesraan dan romantis di layar kaca dadamu terasa sesak sekali. Kamu memindahkan channelnya, tak lama muncul sebuah fax, kamu menghampiri mesin fax itu dan membaca isi faxnya
Dari Mom Pattie tertulis
"Sudah diputuskan kamu dan Alice akan bertunangan di hari Jum'at minggu ini."
Kamu terkejut membaca isi fax itu, kamu menyimpan fax itu di meja ruang tengah dan berjalan lesu menuju kamarmu.
Kamu mengeluarkan gitarmu dan memetiknya
There's always gonna be another mountain
I'm always gonna wanna make it move
Always gonna be an uphill battle
Somebody's gonna have to lose
Ain't about how fast I get there
Ain't about what's waiting on the other side
It's the climb
There's always gonna be another moun....
Kamu menghentikan nyanyianmu karena air mata mulai menetes melalui pelupuk matamu.
"Ada apa denganmu Nina!" Katamu sambil menepuk-nepuk pelan dadamu menggunakan tangan kiri, tapi air matamu mengalir semakin deras. "Dia bukan milikmu Nina, bukan!" Katamu dalam hati, kamu mengusap pipimu yang basah karena air matamu. Lalu menyimpan gitarmu ke tempatnya. Keesokan harinya, kamu berlaku seperti tidak terjadi apapun, tapi Justin merasakan ada yang aneh padamu. Siang hari yang cukup terik, kalian di minta paman Sam untuk mendatanginya di rumah, di perjalanan kamu memangku dagumu dan menatap ke luar kaca mobil yang kamu biarkan terbuka, lalu menengadahkan kepalamu ke atas terlihat matahari yang bersinar sangat terang. Singkat cerita, kalian sampai di tempat tujuan. Kamu mengikat rambutmu yang kamu gerai sejak tadi. Setelah mengobrol cukup lama, Justin mengajakmu ke suatu tempat, kandang kuda.
"Kau bisa mengendarai kuda?" Tanyanya
"Bisa, kenapa?"
"Kalau begitu...." Justin melirik sebuah topi koboi yang tergantung di sebelahnya lalu memakaikannya padamu. "Kita naik kuda sekarang" katanya tiba-tiba
"Eh?!"
Kamu sebenarnya ingin menolak tapi apa boleh buat, kalian berkuda mengelilingi ladang milik paman Sam yang sangat luas. Pemandangan disana juga sangat indah, rumput-rumput masih sangat lembab dan berwarna hijau cerah, Justin berada di depanmu dia memberi sinyal untuk balapan, kamu menuruti tantangannya. Dan kamu yang keluar sebagai pemenangnya, sepulangnya dari rumah Paman Sam, Justin tak bisa membantumu mengecat ulang gudang dia bilang dia memiliki janji pada Alice, kamu tersenyum lalu mengangguk pelan, Justin sangat senang lalu mencium pipimu tiba-tiba.
Akhirnya kamu mengecat bagian dalam gudang sendirian,
"Sepi" katamu pelan. Kamupun bernyanyi-nyanyi kecil untuk mengobati rasa kesepianmu. Hari sudah sore, kamu melihat Justin baru saja kembali, wajahnya sedikit pucat
"Justin? Ada apa? Wajahmu pucat?" Katamu
"Tidak ada apa-apa, hanya sedikit pusing"
"Ada apa? Ceritakan padaku"
Justin menceritakan semuanya, kencannya dengan Alice berjalan baik tapi tiba-tiba fans Justin berdatangan karena penyamaran Justin terbongkar, dan dalam mobil Alice terus menyalahkan Justin, di tambah di perjalanan tadi, kaki Justin terluka karena terserempet mobil saat mengejar Alice yang tiba-tiba turun dari mobil.
"Kita obati saja dulu lukamu.." Tawarmu
"Tidak usah, aku baik-baik saja"
Bagian dalam gudang sudah selesai di cat, catnya pun sudah kering, kalian mulai memasukkan barang-barang,
"Sebentar, biar kita tata ulang semuanya eeem.. Justin, bantu aku menggeser lemari ini" katamu. Kamu yang mendekorasi ulang bagian dalam gudang, selesai memindah-mindahkan barang-barang seperti lemari dsb. Tinggal kardus-kardus dan barang-barang lainnya. Kamu tak tega melihat Justin yang sepertinya sudah sangat letih
"Justin"
"Apa?"
"Kita lanjutkan besok saja, sekarang kita obati luka di kakimu itu, nanti infeksi"
"Baiklah"
Justin berjalan pincang di depanmu, kamu mengunci gudang lebih dulu baru menyusul Justin. Kamu mengobati luka lecet di lutut kiri dan betis kanan Justin. Setelah selesai, kamu membuat es limun di dapur. Saat kembali kamu melihat Justin tertidur di sofa lagi seperti waktu itu. Kamu tersenyum lalu duduk di lantai dan memandang wajah Justin.
"Manis sekali dia saat tertidur seperti ini" katamu sambil tersenyum. Kamu baru ingat kalau ada barang yang tertinggal di rumah Paman Sam, kamu berangkat sendiri karena tak tega membangunkan Justin. Sementara itu, Justin terbangun dia bingung karena kamu tak ada dimanapun. Kamu baru saja kembali dengan 2 kardus yang lumayan berat. Kamu menariknya masuk. Saat berbalik kamu terkejut karena Justin sudah ada dihadapanmu
"Darimana saja kamu?" Tanyanya
"Dari rumah paman Sam hehe" kamu tersenyum lebar
"Kan bisa kuantar? Kenapa tak membangunkanku?"
"Habisnya tidurmu nyenyak sekali sampai sulit aku membangunkannya" katamu asal
Justin tidak menjawab dia membantumu membawa kardus-kardus itu masuk.
Keesokan harinya, turun hujan yang sangat lebat, kalian terprangkap di dalam gudang yang letaknya terpisah dengan rumah. Kalian duduk di lantai gudang dengan posisi bersebrangan. Atap masih banyak yang belum di perbaiki karena letaknya yang sulit dijangkau, kamu tertidur disana, tapi tidak dengan Justin, dia masih terjaga. Dia merasakan angin berhembus sangat kencang, lalu melepaskan jaketnya dan menyelimutimu menggunakan jaket itu. Dia duduk di sebelahmu. Dia tidak peduli seberapa dingin yang dia rasakan asalkan bisa berada di dekatmu. Diapun ikut memejamkan matanya dan tertidur di pangkuanmu. Hujan baru saja reda, kamu membuka matamu. Dan membangunkan Justin untuk kembali bekerja. Kalian kembali melakukan pekerjaan itu, Justin memintamu membatunya membenarkan atap gudang, kamu mau membantunya. Kamu menengadahkan kepalamu ke angkasa. Matahari bersinar dengan teriknya
"Aku tak mengira bila tadi terjadi hujan kalau mataharinya seperti ini" katamu
Justin hanya tersenyum. Selesai memperbaiki atap, kalian masih harus melakukan pekerjaan rumah yang masih menumpuk.
"Aaah! Rasanya pekerjaan ini takkan pernah selesai" Justin terduduk di atas sofa
"Haha"
"Dulu aku biasa begini, tapi tidak untuk sekarang" katanya lagi
Kamu hanya tersenyum, selesai menyelesaikan pekerjaan rumah, kalian beristirahat sebentar lalu memutuskan untuk mengecat bagian luar gudang.
"Kita harus selesaikan hari ini!" Ujar Justin
"Yaaa!" Serumu
Matahari sangat terik kala itu. Kamu melirik jam tangan masih jam 1 siang. Kalian sibuk mengecat.
Kamu melihat wajah Justin agak pucat dan penuh keringat
"Justin? Kamu sakit?" Tanyamu
"Tidak.. " Jawabnya lalu kembali mengecat
Kamu baru sadar sesuatu, kamu memakai jaket yang seharusnya Justin pakai.
Tiba-tiba Justin terduduk di tanah dia memegangi kepalanya. Kamu juga ikut duduk di sebelahnya
"Ada apa?"
"Tidak ada."
"Kamu sakit ya? Badanmu panas" katamu sambil memegang kening Justin
"Aku tidak apa-apa" Justin menepis tanganmu, dia bangkit dan kembali bekerja.
Disaat yang sama Alice dalam perjalanan menuju rumah Justin, dia bermaksud minta maaf karena kejadian kemarin. singkat cerita, Alice sampai di rumah Justin dia melihat pintu rumah yang sedikit terbuka, dia langsung masuk dan menuju halaman belakang.
Saat kamu kembali dari dalam gudang untuk mengambil sesuatu kamu melihat wajah Justin sudah berbuah dan dia terjatuh di pelukanmu
"Justin!"
Alica hampir saja tiba di halaman belakang, ponselnya berdering telepon dari Mom Pattie. Dia mengangkatnya lalu pergi dari rumah Justin. Kamu membawa Justin ke kamarnya, kamu memegang kening Justin panas sekali.
"Ko, bisa demam si? Kehujanan aja enggak" katamu panik
Kamu mengambil kompresan di bawah dan kembali ke kamar Justin dan mulai mengompresnya, tak lama Justin membuka matanya. Dan melihatmu tertidur di sampingnya, dia terbangun, dan melihat gudang yang sudah selesai di cat sepenuhnya.
"Kamu pasti bekerja keras" katanya sambil menusuk pipimu pelan, lalu Justin mencium keningmu, dia mengecup jari telunjuknya lalu menletakkannya di bibirmu. Dan membisikkan sesuatu di telingamu. Mendengar apa yang Justin katakan kamu terbangun dan menatap matanya.
"Apa kamu bilang? Apa itu candaan?" Katamu
Kamu menatap matanya,
"Kamu jangan bercanda.."
"Aku serius, apa itu salah?"
"Sudahlah, itu tidak akan mungkin terjadi" kamu bangkit dan berjalan meninggalkan kamar Justin.
"Mungkin, asalkan Alice belum memilikiku sepenuhnya" kamu menutup pintu kamarnya, dan berjalan menuju kamarmu. Dan menguncinya dari dalam.
Kamu menggeser sebuah kursi dari meja rias menuju sebuah lemari kayu yang berada di bawah jendela. Dan mengambil selembar kertas dan pulpen. Kamu duduk di kursi itu, dan memainkan pulpen
"Setelah lagu ini selesai di tulis.... Apa yang akan kulakukan? Kenapa otakku jadi kacau begini?" Kamu memandang pulpen yang kamu putar-putar sejak tadi. Kamu membaringkan wajahmu di meja dan menutup matamu, senyum tipis mulai mengambang di wajahmu. Kamu terbangun dan menulis kalimat-kalimat dan bernyanyi-nyanyi kecil. Setelah selesai, kamu membawa kertas itu dan meletakannya di atas kasur. Kamu mengeluarkan gitar dan duduk bersila di atas kasur dan mulai mencari nada yang pas, dan bernyanyi kecil.
Would it be better if I didn’t know? Time vaguely passes by
I met you at a live performance that a friend suddenly invited me to
When you spoke in my ear inside the loud venue
That little person living inside me jumped up and down
I know that. It’s unstoppable
Sementara itu, Justin di kamarnya mendengar suaramu. Dia bangkit dan mencoba menguping melalui tembok kayu yang memisahkan kamar kalian berdua.
"Suara yang lembut" ujarnya sambil tersenyum.
I won’t give up, even though I’ve crashed into an invisible wall
I believe miracles can happen
Can we see each other if I wish not to see you?
Even though I’m crying, crying I will survive
Kamu tiba-tiba berhenti menyanyi dan melihat kalimat selanjutnya yang kelihatannya tidak cocok, kamu meraih pulpen lalu menggantinya dengan yang baru. Lalu kembali memainkan gitarmu.
A mail with only a few words, that is all that’s needed to alarm me
My fingers immediately type a reply without hesitation
I want you to back off. I want to set the record straight
Though I know there’s no way I can hate you
I pretend not to notice
Kamu menghela nafas, kamu melirik ponselmu yang kamu simpan tepat di sebelah kertas itu. Di layarnya tertulis "new e-mail received"
Kamu mengangkat ponselmu dan membuka e-mailnya. E-mail dari Alice
From : Alice
To : Me
Subject : <None>
Bagaimana kabarmu? Dan bagaimana kabar Justin?
Kamu mulai mengetik balasan
To : Alice
From : Alice
Subject : <None>
Kabarku baik, tapi tidak dengan Justin dia sakit, tapi sekarang sudah baikan, tenang saja. Oh ya, selamat ya :)
From : Alice
To : Me
Subject : <None>
Begitukah? Sakit apa dia? Eh? Selamat apa? Jangan bicarakan di E-mail, kita bertemu saja di cafe sebelah Omaha Mall OK? ;)
Kamu segera bersiap setelah menerima balasan dari Alice, kamu mengganti bajumu, sekarang kamu menggunakan kaus warna merah, kemeja putih sebagai luaran, jeans panjang, dan kamu menyiapkan boots putih pendek. Rambutmu kamu kuncir satu, sangat manis. Kamu keluar dari kamar, sebelum berangkat kamu berpamitan dulu pada Justin.
"Justin, aku mau pergi sebentar, tak apakan kutinggal sendiri?" Tanyamu
"Mau kemana?"
"Bertemu dengan calon tunanganmu, sudah! Dia menungguku. Aku segera kembali Ok?"
Justin mengangguk pelan, sebenarnya dia ingin sekali mengantarmu. Kamu mengunci pintu depan lalu masuk ke dalam mobil jazz milikmu yang terparkir di garasi.
Kamu mengirim pesan Justin bahwa pintu depan di kunci. Lalu kamu masuk ke dalam mobil, memasang sabuk pengaman kemudian mengemudikan mobilmu menuju cafe yang dimaksud Alice dalam e-mail. Singkat cerita kamu sampai di tempat janji. Di depan cafe terlihat seorang gadis berambut pirang dan berponi, menggunakan dress selutut warna merah muda dan biru muda, sangat manis. Dia melambaikan tangannya padamu.kamu menghampirinya
"Kamu tetap tak berubah, selalu saja tampil seperti laki-laki seperti ini" katanya
"Hehe, aku menggunakan dress hanya saat ke acara-acara formal atau saat ke pesta."
"Ya sudah, ayo masuk! Kita makan siang sekalian" ajaknya
"Ayo!"
"Oh ya, tadi apa maksudnya 'selamat'?" Tanya Alice sambil mengaduk-aduk caffe lattenya
"Bukannya kamu akan bertunangan dengan Justin Jum'at ini?" Kamu mengangkat sebelah alismu
"Ooh itu" ujarnya sambil tertawa kecil "memang betul, thanks ya" katanya lagi sambil tersenyum
"Lo? Aku temanmu masa tak memberi selamat?"
"Iya juga ya? Haha bodohnya aku" Alice menepuk jidatnya lalu tertawa bersamamu. Setelah makan-makan di cafe tersebut, kalian berjalan-jalan sebentar. Kamu pura-pura melirik jam tanganmu lalu berpamitan pada Alice. Kamu tidak langsung pulang, kamu mampir ke air terjun tempat kamu dan Justin biasa berenang, kamu duduk di sana sendirian.
Kamu mulai bernyanyi kecil,
The important thing you lost
I want to hold it to the light and make it shine again
And if it’s about to disappear
I’ll collect countless of stars and send them to you
So please wait
Kamu menghentikan nyanyianmu dan memandang bayangan wajahmu di air
"Ekspresi macam apa ini? Aku harus membuangnya jauh-jauh" katamu dalam hati. Kamu mencoba tersenyum tapi sulit, ponselmu bergetar, sms dari Justin dia memintamu segera pulang. Kamu bangkit lalu masuk ke mobil dan segera pulang. Kamu sampai di rumah, tapi rumah itu sangat sepi seperti tak ada penghuninya.
"Justin??" Panggilmu
Kamu berjalan menuju halaman belakang, tapi tak ada siapapun, saat kamu menuju kamar Justinpun dia tak ada.
"Kemana dia?" Kamu mengeluarkan ponselmu bermaksud menelepon Justin, saat akan duduk di sofa ruang tengah muncul sosok menyeramkan spontan kamu menjerit sekuat mungkin sambil memukuli mahluk yang entah darimana munculnya.
"Aww! Ampun, aww!"
Kamu membuka topeng itu, ternyata Justin, dia tersenyum jail kamu memukulinya semakin keras, tiba-tiba Justin terjatuh di pelukanmu, kamu tentu saja panik
"Justin? Justin?" Kamu menepuk-nepuk pipi Justin,
"Dia pasti mengerjaiku" katamu dalam hati, kamupun mencubit pipinya kuat-kuat otomatis Justin menjerit kesakitan
"Kamu sadis" katanya sambil mengelus pipinya yang merah sebelah
"Kamunya juga yang rese" kamu menjulurkan lidahmu, Justin tersenyum manja, dia membaringkan badannya di pangkuanmu.
"Aku mau tidur disini.. Boleh kan?"
"Tidak"
"Ayolah, kepalaku pusing"
"Oh ya? Kalau pusing kenapa masih sempat-sempatnya mengerjaiku?"
"Hehe"
Justin mebenamkan wajahnya, tapi sebelum tidur dia meletakan tanganmu di kepalanya, kamu tau apa maksudnya, kamupun membelai kepalanya lembut.
"Kadang terlihat seperti perempuan, gentle, menyebalkan, tapi ada juga saat dimana dia sangat manja seperti anak-anak" katamu dalam hati
Tak terasa sudah pukul 9 malam, kalian berdua tertidur di sofa ruang tengah TV pun dalam keadaan menyala. Kamu terbangun dari tidurmu dan melihat Justin yang masih tertidur pulas. Kamu mendengar suara ketukan
"Justin, banguun, ada yang datang" katamu
Justin langsung terbangun, dia duduk disampingmu dengan rambut yang berantakan
"Aku yang buka OK?" Katamu sambil menahan tawa. Justin mengangguk, kamu menuju pintu depan, ada Mom Pattie disana. Dia heran melihatmu ada disini.
"Tante, silahkan masuk" katamu sambil mempersilahkan Mom Pattie masuk. Justin muncul dari ruang tengah, dengan rambut berantakan Mom Pattie menggeleng-gelengkan kepalanya
"Apa-apaan kamu?" Katanya sambil menghampiri Justin
"Mama"
"Rambutmu berantakan begitu, apa tidak malu pada Nina?" Mom mulai merapikan rambut Justin
"Moom!" Ujar Justin. Kamu berjalan menuju dapur sambil menahan tawa. Disana kamu membuat minuman untuk Mom. Saat akan mengambil teman minum teh di ruang tengah kamu mendengar pembicaraan Mom Pattie dengan Justin.
Pesta pertunangan Justin di percepat! Menjadi malam ini.
"Tapi.. Mom.. Aku bahkan belum menyiapkan apapun, aku bahkan sedang sakit" ucap Justin
"Mom tau itu, tapi jika pesta tetap dilaksanakan pada hari Jum'at maka itu akan berbenturan dengan single barumu itu kan? Lagipula, bukan Mom yang memutuskan hal ini"
Justin menyandarkan tubuhnya ke sandaran tempat duduknya
"Ya sudah, aku akan mandi, kita berangkat sekarang" Justin bangkit dan meninggalkan Mom Pattie di ruang tamu. Kamu kembali ke dapur, tak lama Justin mendatangimu
"Ganti bajumu" katanya
"Ada apa?" Tanyamu
"Kamu akan jadi tamu spesialku dalam acara pertunanganku malam ini"
"Eh? Bukannya Jum'at"
"Dimajukan, sudahlah! Ganti bajumu. Kita berangkat sekarang"
Malam itu kamu memakai, dress tanpa tangan warna putih, kalung kecil dengan liontin berbentuk pita, kamu menggunakan jaket hitam sebagai luaran, dan sepatu hak warna putih. Kamu tak sempat berdandan sehingga kamu hanya memakai bedak tipis dan lipgloss. Justin mengetuk pintu kamarmu.
"Kamu duluan saja! Tinggalkan peta! Aku akan berangkat sendiri!" Katamu
"Oke"
Suara mesin mobil Justin semakin lama semakin menjauh, kamu masih terdiam di depan meja rias memandang bayangan wajahmu. Kamu mengambil kertas dan pulpen lalu menulis sesuatu di atasnya, setelah selesai, kamu turun ke lantai satu. Ada sebuah kertas di meja ruang tengah. Kamu membacanya, itu peta buatan Justin. Di balik peta itu Justin menulis sesuatu, kamu duduk di anak tangga terakhir dan membacanya.
"Setelah pesta nanti kita akan kembali ke Atlanta, aku harap hubungan kita takkan pernah berubah OK?"
Kamu menjatuhkan kertas itu, dan kembali naik ke lantai dua, kamu mengemasi barangmu, setelah selesai, kamu memasukan semuanya ke dalam mobilmu.
Saat akan mengunci pintu depan, kamu masuk sebentar dan memandang koper dan mantel yang akan Justin kenakan nanti. Kamu mengangkat mantel itu lalu menyelipkan kertas tadi ke dalam sakunya.
Singkat cerita kamu sampai di tempat dimana pesta sedang berlangsung. Kamu disambut oleh Cody dan sahabat-sahabat Justin, ada kakek dan nenek Justin juga disana. Ryan bilang prosesi pertukaran cincin belum berlangsung jadi kamu belum terlambat. Kamu hanya tersenyum mendengarnya.
Sementara itu,
"Justin, aku mau bertanya sesuatu" Alice duduk di hadapan Justin dan meletakan gelasnya di samping tangan kiri Justin.
"Bertanya apa?"
"Apa aku benar-benar orang yang kamu cintai?"
"Jelas saja, buktinya kita sudah ada disini sekarang, dan kau akan jadi milikku seutuhnya"
"Bukan itu maksudku, apa cincin yang akan kau pakaikan untukku nanti benar-benar untukku? Dan apa kau tak sedang membayangkan wanita lain?"
Justin terdiam, dia tidak bisa menjawab pertanyaan pasangannya itu. Dia menatap kedua tangannya yang memegang segelas jus apel.
"Aku tau jawabannya, tak usah kau jawab" Alice tersenyum tipis
"Jangan sok tau"
"Kamu masih punya waktu, sebelum pertukaran cincin, jika ada orang lain yang kau sukai datangi dia."
Justin menatap mata Alice
"Bagaimana denganmu?"
"Memangnya laki-laki di dunia ini hanya ada kamu? Masih ada Chris" Alice tersenyum jail
"Tidak mungkin, ada gadis lain yang kusukai selain kamu" Justin merangkul Alice. Mereka sangat romantis,
Kamu duduk di sebuah kursi dekat kolam renang dan memainkan gelas minumanmu. Tak lama Justin mendatangimu dan duduk di sebelahmu, dia tesenyum manis
"Hei Justin" katamu
"Hei.. Sendirian?"
"Seperti yang kau lihat."
"Alice?"
"Dia bersama Chris"
Kamu menatap lurus ke depan, sementara itu Justin masih memandang wajahmu
"Sekarang apa yang kau katakan takkan pernah terwujud" kamu memecahkan lamunan Justin
"Ikut aku" Justin menggenggam tanganmu dan membawamu ke suatu tempat. kalian menuju sebuah taman yang ada di dekat pesta kalian disinari dari lampu-lampu yang berasal dari pesta.
"Mau apa kita kemari?" Tanyamu
"Aku benci keramaian, aku ingin di tempat yang seperti ini" Justin merentangkan kedua tangannya.
Justin mendekatimu, lama kelamaan dia mendekatkan wajahnya ke wajahmu. Kamu mendorongnya pelan
"Aku tidak bisa Justin, aku bukan milikmu"
"Kalau ingin menangis, menangislah" Justin memegang kedua pipimu
"Untuk apa aku menangis?"
"aku tau kamu ingin menangis, menangis saja, tak ada yang melihat"
Airmatamu tak bisa kamu bendung lagi, kamu memeluk Justin dan menangis dalam pelukannya. Setelah puas menangis, kamu membisikan sesuatu ke telinga Justin
"Goodbye To You" kamu tersenyum lalu meninggalkan Justin disana. Saat kembali ke pesta kamu berpapasan dengan Alice.
"Selamat" kamu menjabat tangan Alice sambil tersenyum.
Kamu berlari kecil menuju mobilmu, kamu masuk ke dalam mobilmu, menyalakan mesinnya lalu mengendarainya menuju rumahmu yang berada di kawasan New York. Sementara itu, Cody mencarimu kemana-mana
"Justin, kau lihat Nina?" Tanyanya
"Mana kutau, kukira dia bersamamu"
"Tidak, dia tak bersamaku. Sudahlah" Cody berjalan meninggalkan Justin sambil terus mencarimu
Dalam perjalanan kamu menangis. Kamu menepuk-nepuk dadamu pelan, untuk meredakan rasa sakit yang kamu rasakan.
Kamu menghentikan mobilmu di dekat sebuah danau yang berada di perbatasan Canda dan Atlanta. Kamu mengeluarkan gitarmu dan memainkannya di depan mobil
Of all the things I've believed in
I just want to get it over with
Tears form behind my eyes
But I do not cry
Counting the days that pass me by
I've been searching deep down in my soul
Words that I'm hearing are starting to get old
It feels like I'm starting all over again
The last three years were just pretend
Pertukaran cincin mulai dilaksanakan, Justin dan Alice kelihatan sangat bahagia. Semua hadirin meneriakan kata "Cium" bersamaan. Justin menaikan sebelah alisnya dan tersenyum manja, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Alice
And I said
Bibir mereka bersentuhan, semua hadirin bertepuk tangan. Kamu memandang danau yang terlihat sangat tenang itu, sambil terus menyanyi

Goodbye to you
Goodbye to everything I thought I knew
You were the one I loved
The one thing that I tried to hold on to
I still get lost in your eyes
And it seems that I can't live a day without you
Closing my eyes and you chase my facts away
To a place where I am blinded by the light
But it's not right
Pesta terus berlanjut, semuanya memberi selamat pada Justin.
Goodbye to you
Goodbye to everything I thought I knew
You were the one I loved
The one thing that I tried to hold on to
Ponsel yang kamu letakan di sampingmu bergetar tanda telepon masuk, di layarnya tertulis nama Justin. Kamu mengacuhkannya dan terus bernyanyi. Lama kelamaan ponselmu terjatuh ke dalam semak-semak liar yang tumbuh di bawahmu
And it hurts to want everything and nothing at the same time
I want what's yours and I want what's mine
I want you
But I'm not giving in this time
Goodbye to you
Goodbye to everything I thought I knew
You were the one I loved
The one thing that I tried to hold on to
Kamu berhenti menyanyi, dan menengadahkan kepalamu ke atas. Bulan menampakan dirinya yang sejak tadi tertutupi awan, kamu tersenyum melihat pemandangan itu, kamu melihat layar ponselmu yang masih menyala. Kamu meletakan gitarmu, lalu memungut ponselmu dan mengangkat telepon dari Justin.
"Nina?" Katanya
And when the stars fall
I will lie awake
You're my shooting star
"Goodbye Justin" katamu mengakhiri pembicaran, kamu memutuskan telepon dari Justin, lalu mematikan ponselmu. Kamu menyakukan ponselmu lalu membawa gitarmu masuk ke dalam mobil, dan kembali mengendarai mobilmu pulang ke rumah.
"Diangkat?" Tanya Alice
"Diangkat tapi tak terdengar apapun" jawab Justin berbohong
"Begitu.. Besok datangi dia ke rumahnya"
"Aku tidak tau dimana"
"Nanti kutanyakan OK?"
"Thanks Alice"
"No Prob. Asalkan kamu bisa tersenyum akan kulakukan apapun"
"Your the best" Justin memeluk Alice erat-erat.
Pesta berakhir, sekarang Justin harus kembali ke Atlanta, dia mengenakan mantelnya.
Keesokan paginya, kamu bangun dan melihat langi-langit kamarmu yang kosong. Kemarin malam, kamu memundurkan diri dari proyek duat dengan Justin. Kamu butuh waktu sendiri saat ini, meski kamu sendiri tidak tau apa alasanmu menyendiri kali ini.
Justin berjalan di jalanan, jalan yang sama yang kamu pijak. Kamu berniat memotong rambutmu hari ini, kamu masuk ke sebuah salon. Bersamaan dengan Justin melewati salon itu. Kamu memotong rambut sepinggangmu menjadi sebahu, kamu mengkritingkan rambutmu, sehingga rambutmu terlihat lebih pendek dari aslinya. Saat berjalan keluar, lewat segerombolan gadis yang berteriak memanggil-manggil nama Justin. Kamu melihat ke arah kanan, memang Justin ada disana.
"Bodoh, muncul ke jalanan terang-terangan begitu" katamu sambil menggeleng-gelengkan kepalamu.
Kamu berjalan tenang meskipun ada segerombolan gadis yang melewatimu dan berkali-kali hampir menabrakmu. Kamu tidak tega melihat Justin yang sudah kelelahan. Kamu bersembunyi di balik sebuah gang sempit saat Justin lewat, kamu menarik tangannya dan membuat kalian berdua terjatuh. Kamu jatuh menimpa badan Justin, wajah kalian berdekatan.
"Thank you" Justin bangun dan membersihkan bajunya yang sedikit kotor
"Anytime" jawabmu sambil tersenyum
"Kamu manis, thanks Cantik" Justin mengedipkan sebelah matanya
"Genit" katamu dalam hati
"Oh ya, wajahmu familiar sekali rasanya mirip seseorang"
"Haha itu lucu,"
"Benar, seperti siapa yaaa.."
"Taylor Swift" kamu mencoba melawak
"Taylor? Hahahaha kau lucu ya, kalian mirip" Justin memflip rambutnya
"Tapi mamaku bilang aku mirip dengan Miley Cyrus kau tau?"
"Hahahahaha" Justin tertawa lepas
"Kau sendiri mirip dengan Justin Bieber, kau tau? Oh ya! Bodohnya aku.. Kau memang dia"
"Haha tentu saja"
Kamu pura-pura melirik jam tanganmu lalu berpamitan dengan Justin.
"Senang bisa bertemu denganmu" kamu tersenyum manis. Lalu berlari kecil menerobos banyak orang yang berlalu lalang. Justin berniat mengejarmu tapi dia terlambat, dia kembali ke tempat persembunyiannya. Dia melihat sesuatu yang berkilau, itu kalung yang tadi kamu kenakan, terjatuh saat kamu menarik Justin tadi.
"Pasti ini miliknya, hmm... Aku harus tau siapa namanya" Justin memfoto kalung itu lalu menyakukannya dalam saku celananya lalu menelepon Kenny dan memintanya menjemputnya.
Sementara itu, kamu melihat ke belakang
"Sudah cukup jauh, dia pasti tak bisa lagi mengejarku.. Eh? Kalung? Lo? Kalungku? Lo? Lo? Hilang?" Kamu mencari di sekelilingmu tapi tidak menemukannya
"Jangan-jangan terjatuh tadi" kamu berjalan kembali menuju gang tadi. Begitu sampai kamu tak menemukannya dimana-mana
"Bagaimana ini, mana pemberian Kaka lagi.." Kamu memberantakan rambutmu.
"Kamu jangan bercanda.."
"Aku serius, apa itu salah?"
"Sudahlah, itu tidak akan mungkin terjadi" kamu bangkit dan berjalan meninggalkan kamar Justin.
"Mungkin, asalkan Alice belum memilikiku sepenuhnya" kamu menutup pintu kamarnya, dan berjalan menuju kamarmu. Dan menguncinya dari dalam.
Kamu menggeser sebuah kursi dari meja rias menuju sebuah lemari kayu yang berada di bawah jendela. Dan mengambil selembar kertas dan pulpen. Kamu duduk di kursi itu, dan memainkan pulpen
"Setelah lagu ini selesai di tulis.... Apa yang akan kulakukan? Kenapa otakku jadi kacau begini?" Kamu memandang pulpen yang kamu putar-putar sejak tadi. Kamu membaringkan wajahmu di meja dan menutup matamu, senyum tipis mulai mengambang di wajahmu. Kamu terbangun dan menulis kalimat-kalimat dan bernyanyi-nyanyi kecil. Setelah selesai, kamu membawa kertas itu dan meletakannya di atas kasur. Kamu mengeluarkan gitar dan duduk bersila di atas kasur dan mulai mencari nada yang pas, dan bernyanyi kecil.
Would it be better if I didn’t know? Time vaguely passes by
I met you at a live performance that a friend suddenly invited me to
When you spoke in my ear inside the loud venue
That little person living inside me jumped up and down
I know that. It’s unstoppable
Sementara itu, Justin di kamarnya mendengar suaramu. Dia bangkit dan mencoba menguping melalui tembok kayu yang memisahkan kamar kalian berdua.
"Suara yang lembut" ujarnya sambil tersenyum.
I won’t give up, even though I’ve crashed into an invisible wall
I believe miracles can happen
Can we see each other if I wish not to see you?
Even though I’m crying, crying I will survive
Kamu tiba-tiba berhenti menyanyi dan melihat kalimat selanjutnya yang kelihatannya tidak cocok, kamu meraih pulpen lalu menggantinya dengan yang baru. Lalu kembali memainkan gitarmu.
A mail with only a few words, that is all that’s needed to alarm me
My fingers immediately type a reply without hesitation
I want you to back off. I want to set the record straight
Though I know there’s no way I can hate you
I pretend not to notice
Kamu menghela nafas, kamu melirik ponselmu yang kamu simpan tepat di sebelah kertas itu. Di layarnya tertulis "new e-mail received"
Kamu mengangkat ponselmu dan membuka e-mailnya. E-mail dari Alice
From : Alice
To : Me
Subject : <None>
Bagaimana kabarmu? Dan bagaimana kabar Justin?
Kamu mulai mengetik balasan
To : Alice
From : Alice
Subject : <None>
Kabarku baik, tapi tidak dengan Justin dia sakit, tapi sekarang sudah baikan, tenang saja. Oh ya, selamat ya :)
From : Alice
To : Me
Subject : <None>
Begitukah? Sakit apa dia? Eh? Selamat apa? Jangan bicarakan di E-mail, kita bertemu saja di cafe sebelah Omaha Mall OK? ;)
Kamu segera bersiap setelah menerima balasan dari Alice, kamu mengganti bajumu, sekarang kamu menggunakan kaus warna merah, kemeja putih sebagai luaran, jeans panjang, dan kamu menyiapkan boots putih pendek. Rambutmu kamu kuncir satu, sangat manis. Kamu keluar dari kamar, sebelum berangkat kamu berpamitan dulu pada Justin.
"Justin, aku mau pergi sebentar, tak apakan kutinggal sendiri?" Tanyamu
"Mau kemana?"
"Bertemu dengan calon tunanganmu, sudah! Dia menungguku. Aku segera kembali Ok?"
Justin mengangguk pelan, sebenarnya dia ingin sekali mengantarmu. Kamu mengunci pintu depan lalu masuk ke dalam mobil jazz milikmu yang terparkir di garasi.
Kamu mengirim pesan Justin bahwa pintu depan di kunci. Lalu kamu masuk ke dalam mobil, memasang sabuk pengaman kemudian mengemudikan mobilmu menuju cafe yang dimaksud Alice dalam e-mail. Singkat cerita kamu sampai di tempat janji. Di depan cafe terlihat seorang gadis berambut pirang dan berponi, menggunakan dress selutut warna merah muda dan biru muda, sangat manis. Dia melambaikan tangannya padamu.kamu menghampirinya
"Kamu tetap tak berubah, selalu saja tampil seperti laki-laki seperti ini" katanya
"Hehe, aku menggunakan dress hanya saat ke acara-acara formal atau saat ke pesta."
"Ya sudah, ayo masuk! Kita makan siang sekalian" ajaknya
"Ayo!"
"Oh ya, tadi apa maksudnya 'selamat'?" Tanya Alice sambil mengaduk-aduk caffe lattenya
"Bukannya kamu akan bertunangan dengan Justin Jum'at ini?" Kamu mengangkat sebelah alismu
"Ooh itu" ujarnya sambil tertawa kecil "memang betul, thanks ya" katanya lagi sambil tersenyum
"Lo? Aku temanmu masa tak memberi selamat?"
"Iya juga ya? Haha bodohnya aku" Alice menepuk jidatnya lalu tertawa bersamamu. Setelah makan-makan di cafe tersebut, kalian berjalan-jalan sebentar. Kamu pura-pura melirik jam tanganmu lalu berpamitan pada Alice. Kamu tidak langsung pulang, kamu mampir ke air terjun tempat kamu dan Justin biasa berenang, kamu duduk di sana sendirian.
Kamu mulai bernyanyi kecil,
The important thing you lost
I want to hold it to the light and make it shine again
And if it’s about to disappear
I’ll collect countless of stars and send them to you
So please wait
Kamu menghentikan nyanyianmu dan memandang bayangan wajahmu di air
"Ekspresi macam apa ini? Aku harus membuangnya jauh-jauh" katamu dalam hati. Kamu mencoba tersenyum tapi sulit, ponselmu bergetar, sms dari Justin dia memintamu segera pulang. Kamu bangkit lalu masuk ke mobil dan segera pulang. Kamu sampai di rumah, tapi rumah itu sangat sepi seperti tak ada penghuninya.
"Justin??" Panggilmu
Kamu berjalan menuju halaman belakang, tapi tak ada siapapun, saat kamu menuju kamar Justinpun dia tak ada.
"Kemana dia?" Kamu mengeluarkan ponselmu bermaksud menelepon Justin, saat akan duduk di sofa ruang tengah muncul sosok menyeramkan spontan kamu menjerit sekuat mungkin sambil memukuli mahluk yang entah darimana munculnya.
"Aww! Ampun, aww!"
Kamu membuka topeng itu, ternyata Justin, dia tersenyum jail kamu memukulinya semakin keras, tiba-tiba Justin terjatuh di pelukanmu, kamu tentu saja panik
"Justin? Justin?" Kamu menepuk-nepuk pipi Justin,
"Dia pasti mengerjaiku" katamu dalam hati, kamupun mencubit pipinya kuat-kuat otomatis Justin menjerit kesakitan
"Kamu sadis" katanya sambil mengelus pipinya yang merah sebelah
"Kamunya juga yang rese" kamu menjulurkan lidahmu, Justin tersenyum manja, dia membaringkan badannya di pangkuanmu.
"Aku mau tidur disini.. Boleh kan?"
"Tidak"
"Ayolah, kepalaku pusing"
"Oh ya? Kalau pusing kenapa masih sempat-sempatnya mengerjaiku?"
"Hehe"
Justin mebenamkan wajahnya, tapi sebelum tidur dia meletakan tanganmu di kepalanya, kamu tau apa maksudnya, kamupun membelai kepalanya lembut.
"Kadang terlihat seperti perempuan, gentle, menyebalkan, tapi ada juga saat dimana dia sangat manja seperti anak-anak" katamu dalam hati
Tak terasa sudah pukul 9 malam, kalian berdua tertidur di sofa ruang tengah TV pun dalam keadaan menyala. Kamu terbangun dari tidurmu dan melihat Justin yang masih tertidur pulas. Kamu mendengar suara ketukan
"Justin, banguun, ada yang datang" katamu
Justin langsung terbangun, dia duduk disampingmu dengan rambut yang berantakan
"Aku yang buka OK?" Katamu sambil menahan tawa. Justin mengangguk, kamu menuju pintu depan, ada Mom Pattie disana. Dia heran melihatmu ada disini.
"Tante, silahkan masuk" katamu sambil mempersilahkan Mom Pattie masuk. Justin muncul dari ruang tengah, dengan rambut berantakan Mom Pattie menggeleng-gelengkan kepalanya
"Apa-apaan kamu?" Katanya sambil menghampiri Justin
"Mama"
"Rambutmu berantakan begitu, apa tidak malu pada Nina?" Mom mulai merapikan rambut Justin
"Moom!" Ujar Justin. Kamu berjalan menuju dapur sambil menahan tawa. Disana kamu membuat minuman untuk Mom. Saat akan mengambil teman minum teh di ruang tengah kamu mendengar pembicaraan Mom Pattie dengan Justin.
Pesta pertunangan Justin di percepat! Menjadi malam ini.
"Tapi.. Mom.. Aku bahkan belum menyiapkan apapun, aku bahkan sedang sakit" ucap Justin
"Mom tau itu, tapi jika pesta tetap dilaksanakan pada hari Jum'at maka itu akan berbenturan dengan single barumu itu kan? Lagipula, bukan Mom yang memutuskan hal ini"
Justin menyandarkan tubuhnya ke sandaran tempat duduknya
"Ya sudah, aku akan mandi, kita berangkat sekarang" Justin bangkit dan meninggalkan Mom Pattie di ruang tamu. Kamu kembali ke dapur, tak lama Justin mendatangimu
"Ganti bajumu" katanya
"Ada apa?" Tanyamu
"Kamu akan jadi tamu spesialku dalam acara pertunanganku malam ini"
"Eh? Bukannya Jum'at"
"Dimajukan, sudahlah! Ganti bajumu. Kita berangkat sekarang"
Malam itu kamu memakai, dress tanpa tangan warna putih, kalung kecil dengan liontin berbentuk pita, kamu menggunakan jaket hitam sebagai luaran, dan sepatu hak warna putih. Kamu tak sempat berdandan sehingga kamu hanya memakai bedak tipis dan lipgloss. Justin mengetuk pintu kamarmu.
"Kamu duluan saja! Tinggalkan peta! Aku akan berangkat sendiri!" Katamu
"Oke"
Suara mesin mobil Justin semakin lama semakin menjauh, kamu masih terdiam di depan meja rias memandang bayangan wajahmu. Kamu mengambil kertas dan pulpen lalu menulis sesuatu di atasnya, setelah selesai, kamu turun ke lantai satu. Ada sebuah kertas di meja ruang tengah. Kamu membacanya, itu peta buatan Justin. Di balik peta itu Justin menulis sesuatu, kamu duduk di anak tangga terakhir dan membacanya.
"Setelah pesta nanti kita akan kembali ke Atlanta, aku harap hubungan kita takkan pernah berubah OK?"
Kamu menjatuhkan kertas itu, dan kembali naik ke lantai dua, kamu mengemasi barangmu, setelah selesai, kamu memasukan semuanya ke dalam mobilmu.
Saat akan mengunci pintu depan, kamu masuk sebentar dan memandang koper dan mantel yang akan Justin kenakan nanti. Kamu mengangkat mantel itu lalu menyelipkan kertas tadi ke dalam sakunya.
Singkat cerita kamu sampai di tempat dimana pesta sedang berlangsung. Kamu disambut oleh Cody dan sahabat-sahabat Justin, ada kakek dan nenek Justin juga disana. Ryan bilang prosesi pertukaran cincin belum berlangsung jadi kamu belum terlambat. Kamu hanya tersenyum mendengarnya.
Sementara itu,
"Justin, aku mau bertanya sesuatu" Alice duduk di hadapan Justin dan meletakan gelasnya di samping tangan kiri Justin.
"Bertanya apa?"
"Apa aku benar-benar orang yang kamu cintai?"
"Jelas saja, buktinya kita sudah ada disini sekarang, dan kau akan jadi milikku seutuhnya"
"Bukan itu maksudku, apa cincin yang akan kau pakaikan untukku nanti benar-benar untukku? Dan apa kau tak sedang membayangkan wanita lain?"
Justin terdiam, dia tidak bisa menjawab pertanyaan pasangannya itu. Dia menatap kedua tangannya yang memegang segelas jus apel.
"Aku tau jawabannya, tak usah kau jawab" Alice tersenyum tipis
"Jangan sok tau"
"Kamu masih punya waktu, sebelum pertukaran cincin, jika ada orang lain yang kau sukai datangi dia."
Justin menatap mata Alice
"Bagaimana denganmu?"
"Memangnya laki-laki di dunia ini hanya ada kamu? Masih ada Chris" Alice tersenyum jail
"Tidak mungkin, ada gadis lain yang kusukai selain kamu" Justin merangkul Alice. Mereka sangat romantis,
Kamu duduk di sebuah kursi dekat kolam renang dan memainkan gelas minumanmu. Tak lama Justin mendatangimu dan duduk di sebelahmu, dia tesenyum manis
"Hei Justin" katamu
"Hei.. Sendirian?"
"Seperti yang kau lihat."
"Alice?"
"Dia bersama Chris"
Kamu menatap lurus ke depan, sementara itu Justin masih memandang wajahmu
"Sekarang apa yang kau katakan takkan pernah terwujud" kamu memecahkan lamunan Justin
"Ikut aku" Justin menggenggam tanganmu dan membawamu ke suatu tempat. kalian menuju sebuah taman yang ada di dekat pesta kalian disinari dari lampu-lampu yang berasal dari pesta.
"Mau apa kita kemari?" Tanyamu
"Aku benci keramaian, aku ingin di tempat yang seperti ini" Justin merentangkan kedua tangannya.
Justin mendekatimu, lama kelamaan dia mendekatkan wajahnya ke wajahmu. Kamu mendorongnya pelan
"Aku tidak bisa Justin, aku bukan milikmu"
"Kalau ingin menangis, menangislah" Justin memegang kedua pipimu
"Untuk apa aku menangis?"
"aku tau kamu ingin menangis, menangis saja, tak ada yang melihat"
Airmatamu tak bisa kamu bendung lagi, kamu memeluk Justin dan menangis dalam pelukannya. Setelah puas menangis, kamu membisikan sesuatu ke telinga Justin
"Goodbye To You" kamu tersenyum lalu meninggalkan Justin disana. Saat kembali ke pesta kamu berpapasan dengan Alice.
"Selamat" kamu menjabat tangan Alice sambil tersenyum.
Kamu berlari kecil menuju mobilmu, kamu masuk ke dalam mobilmu, menyalakan mesinnya lalu mengendarainya menuju rumahmu yang berada di kawasan New York. Sementara itu, Cody mencarimu kemana-mana
"Justin, kau lihat Nina?" Tanyanya
"Mana kutau, kukira dia bersamamu"
"Tidak, dia tak bersamaku. Sudahlah" Cody berjalan meninggalkan Justin sambil terus mencarimu
Dalam perjalanan kamu menangis. Kamu menepuk-nepuk dadamu pelan, untuk meredakan rasa sakit yang kamu rasakan.
Kamu menghentikan mobilmu di dekat sebuah danau yang berada di perbatasan Canda dan Atlanta. Kamu mengeluarkan gitarmu dan memainkannya di depan mobil
Of all the things I've believed in
I just want to get it over with
Tears form behind my eyes
But I do not cry
Counting the days that pass me by
I've been searching deep down in my soul
Words that I'm hearing are starting to get old
It feels like I'm starting all over again
The last three years were just pretend
Pertukaran cincin mulai dilaksanakan, Justin dan Alice kelihatan sangat bahagia. Semua hadirin meneriakan kata "Cium" bersamaan. Justin menaikan sebelah alisnya dan tersenyum manja, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Alice
And I said
Bibir mereka bersentuhan, semua hadirin bertepuk tangan. Kamu memandang danau yang terlihat sangat tenang itu, sambil terus menyanyi

Goodbye to you
Goodbye to everything I thought I knew
You were the one I loved
The one thing that I tried to hold on to
I still get lost in your eyes
And it seems that I can't live a day without you
Closing my eyes and you chase my facts away
To a place where I am blinded by the light
But it's not right
Pesta terus berlanjut, semuanya memberi selamat pada Justin.
Goodbye to you
Goodbye to everything I thought I knew
You were the one I loved
The one thing that I tried to hold on to
Ponsel yang kamu letakan di sampingmu bergetar tanda telepon masuk, di layarnya tertulis nama Justin. Kamu mengacuhkannya dan terus bernyanyi. Lama kelamaan ponselmu terjatuh ke dalam semak-semak liar yang tumbuh di bawahmu
And it hurts to want everything and nothing at the same time
I want what's yours and I want what's mine
I want you
But I'm not giving in this time
Goodbye to you
Goodbye to everything I thought I knew
You were the one I loved
The one thing that I tried to hold on to
Kamu berhenti menyanyi, dan menengadahkan kepalamu ke atas. Bulan menampakan dirinya yang sejak tadi tertutupi awan, kamu tersenyum melihat pemandangan itu, kamu melihat layar ponselmu yang masih menyala. Kamu meletakan gitarmu, lalu memungut ponselmu dan mengangkat telepon dari Justin.
"Nina?" Katanya
And when the stars fall
I will lie awake
You're my shooting star
"Goodbye Justin" katamu mengakhiri pembicaran, kamu memutuskan telepon dari Justin, lalu mematikan ponselmu. Kamu menyakukan ponselmu lalu membawa gitarmu masuk ke dalam mobil, dan kembali mengendarai mobilmu pulang ke rumah.
"Diangkat?" Tanya Alice
"Diangkat tapi tak terdengar apapun" jawab Justin berbohong
"Begitu.. Besok datangi dia ke rumahnya"
"Aku tidak tau dimana"
"Nanti kutanyakan OK?"
"Thanks Alice"
"No Prob. Asalkan kamu bisa tersenyum akan kulakukan apapun"
"Your the best" Justin memeluk Alice erat-erat.
Pesta berakhir, sekarang Justin harus kembali ke Atlanta, dia mengenakan mantelnya.
Keesokan paginya, kamu bangun dan melihat langi-langit kamarmu yang kosong. Kemarin malam, kamu memundurkan diri dari proyek duat dengan Justin. Kamu butuh waktu sendiri saat ini, meski kamu sendiri tidak tau apa alasanmu menyendiri kali ini.
Justin berjalan di jalanan, jalan yang sama yang kamu pijak. Kamu berniat memotong rambutmu hari ini, kamu masuk ke sebuah salon. Bersamaan dengan Justin melewati salon itu. Kamu memotong rambut sepinggangmu menjadi sebahu, kamu mengkritingkan rambutmu, sehingga rambutmu terlihat lebih pendek dari aslinya. Saat berjalan keluar, lewat segerombolan gadis yang berteriak memanggil-manggil nama Justin. Kamu melihat ke arah kanan, memang Justin ada disana.
"Bodoh, muncul ke jalanan terang-terangan begitu" katamu sambil menggeleng-gelengkan kepalamu.
Kamu berjalan tenang meskipun ada segerombolan gadis yang melewatimu dan berkali-kali hampir menabrakmu. Kamu tidak tega melihat Justin yang sudah kelelahan. Kamu bersembunyi di balik sebuah gang sempit saat Justin lewat, kamu menarik tangannya dan membuat kalian berdua terjatuh. Kamu jatuh menimpa badan Justin, wajah kalian berdekatan.
"Thank you" Justin bangun dan membersihkan bajunya yang sedikit kotor
"Anytime" jawabmu sambil tersenyum
"Kamu manis, thanks Cantik" Justin mengedipkan sebelah matanya
"Genit" katamu dalam hati
"Oh ya, wajahmu familiar sekali rasanya mirip seseorang"
"Haha itu lucu,"
"Benar, seperti siapa yaaa.."
"Taylor Swift" kamu mencoba melawak
"Taylor? Hahahaha kau lucu ya, kalian mirip" Justin memflip rambutnya
"Tapi mamaku bilang aku mirip dengan Miley Cyrus kau tau?"
"Hahahahaha" Justin tertawa lepas
"Kau sendiri mirip dengan Justin Bieber, kau tau? Oh ya! Bodohnya aku.. Kau memang dia"
"Haha tentu saja"
Kamu pura-pura melirik jam tanganmu lalu berpamitan dengan Justin.
"Senang bisa bertemu denganmu" kamu tersenyum manis. Lalu berlari kecil menerobos banyak orang yang berlalu lalang. Justin berniat mengejarmu tapi dia terlambat, dia kembali ke tempat persembunyiannya. Dia melihat sesuatu yang berkilau, itu kalung yang tadi kamu kenakan, terjatuh saat kamu menarik Justin tadi.
"Pasti ini miliknya, hmm... Aku harus tau siapa namanya" Justin memfoto kalung itu lalu menyakukannya dalam saku celananya lalu menelepon Kenny dan memintanya menjemputnya.
Sementara itu, kamu melihat ke belakang
"Sudah cukup jauh, dia pasti tak bisa lagi mengejarku.. Eh? Kalung? Lo? Kalungku? Lo? Lo? Hilang?" Kamu mencari di sekelilingmu tapi tidak menemukannya
"Jangan-jangan terjatuh tadi" kamu berjalan kembali menuju gang tadi. Begitu sampai kamu tak menemukannya dimana-mana
"Bagaimana ini, mana pemberian Kaka lagi.." Kamu memberantakan rambutmu.
Kamu duduk di samping kasurmu dan menatap sampul buku bersampul merah darah, kertasnya mulai menguning karena sudah sangat lama kamu biarkan di dalam laci mejamu.
"Sekarang dia sudah temukan penggantimu Allya, kau bahagia?" Katamu sambil menatap sampul itu. Tak lama terdengar bunyi bel dari pintu depan. Kamu bergegas menuju pintu depan. Setelah sampai kamu membuka pintu, kamu mendapat kejutan yang selalu kamu tunggu-tunggu. Yap, Greyson mendatangi rumahmu. Tingginya sudah bertambah, meski masih 12 tahun tapi suaranya mulai mengalami proses perubahan seperti anak laki-laki pada umumnya.
"Kaka" ucapnya sambil tersenyum lebar, kamu memeluknya erat sekali karena sudah sekitar 6 bulan tak bertemu.
Kamu mempersilahkan Greyson masuk, dia melihat sekeliling.
"Rumah yang sangat mewah" katanya
"Mewah sebelah mananya? Kecil begini"
"Tidak, yaa.. Memang si tipe minimalis, tapi terlihat sangat mewah mencerminkan kaka sekali" katanya sambil tersenyum dan duduk di sebuah sofa putih di ruang tamu.
Kamu menghilang untuk membuatkan minum. Greyson berdiri dan memperhatikan setiap foto atau lukisan kecil yang ada di ruang tamu. Dia melihat sebuah piano kecil warna putih yang terletak di persimpangan menuju Ruang tengah. Dia menghampirinya lalu duduk di kursinya. Dia meraba tutsnya
"Masih sangat baru" katanya dalam hati.
Kamu terkejut melihat Greyson ada disana. Kamu mendekatinya dan meletakan gelas berisi es limun di bagian atas piano.
"Mau main?" Tawarmu
"Boleh?" Tanyanya
"Tentu, kenapa tidak"
"Berdua ya?" Pintanya
"Lo? Oke,oke.. Aku bass ya?"
"Yaah, aku saja"
"Aku ga bisa main melodi, kamu saja, kamu kan guruku"
"Haha oke,oke"
Kalian bertukar posisi duduk,
"Lagu apa?" Greyson menoleh ke arahmu
"Eemm.. Lagu faforitmu?"
"Paparazzi" katanya sambil tersenyum malu
"Kalau begitu ayo mainkan"
Intro mulai kalian mainkan, jari kalian menari di atas puluhan tuts piano dan menghasilkan suara yang enak di dengar.
We are the crowd
We're c-coming out
Got my flash on it's true
Need that picture of you
It's so magical
We'd be so fantastical
Kamu menyanyikan verse pertama, sesekali kamu menatap Greyson. "Dia terlihat dewasa sekarang berbeda dengan Greyson yang dulu" katamu dalam hati
Leather and jeans
Your watch glamorous
Not sure what it means
But this photo of us
It don't have a price
Ready for those flashing lights
'Cause you know that baby I
I'm your biggest fan
I'll follow you until you love me
paparazzi
Baby there's no other superstar
You know that I'll be your
paparazzi
Getaran suara Greyson merasuk telingamu, membuatmu terlarut kedalamnya. Dia begitu menikmati lagunya, dia juga sesekali menatapmu sambil tersenyum.
Promise I'll be kind
But I won't stop until that boy is mine
Baby you'll be famous
Chase you down until you love me
paparazzi
I'll be your girl
Backstage at your show
Velvet ropes and guitars
Yeah cause you'll know
I'm staring between the sets
Eyeliner and cigarettes
Shadow is burnt
Yellow dance and return
My lashes are dry
But with teardrops I cry
It don't have a price
Loving you is cherry pie
'Cause you know that baby I
I'm your biggest fan
I'll follow you until you love me
Papa-paparazzi
Baby there's no other superstar
You know that I'll be your
Papa-paparazzi
Promise I'll be kind
But I won't stop until that boy is mine
Baby you'll be famous
Chase you down until you love me
Papa-paparazzi
Lagu selesai, kalian tertawa, dan saling berpandangan.
"Aku baru sadar sesuatu" kata Greyson tiba-tiba
"Apa?"
"Kau memotong rambutmu?" Greyson menyentuh rambutmu
"Hehe iya, aku perlu ganti suasana"
"Cantik"
"Apa?"
"Eh... Tidak, bukan apa-apa" wajah Greyson memerah, dia meraih segelas es limun tadi lalu meneguknya. Kamupun melakukan hal yang sama.
Jam menunjukkan pukul 12 siang, Justin tak ada acara apapun hari ini. Ini liburan yang sangat membosankan baginya, dia menatap kalungmu terus menerus
"Wajahnya persis seperti Nina, apa dia Nina? Tapi setauku rambut Nina panjang, dan berwarna coklat tua. Yang tadi malah Coklat kopi selain itu pendek dan feminin sekali.. Kontras sekali dengan Nina"
Ponselnya berdering, Justin mengangkat ponselnya di layar ponselnya tertulis "New Message's Received" Justin menekan timbol "Read Now" pesan dari Alice rupanya. Dia mengajak Justin makan siang, kebetulan kelas kuliah Alice juga sudah selesai. Justin membalas dan mengkonfirmasi ajakan gadis manis berponi itu. Justin segera bersiap untuk janji dengan Alice itu.
Sementara itu,
"Ka, sudah makan siang?" Tanya Greyson di tengah obrolannya denganmu, kamu menggeleng.
"Belum?" Greyson meyakinkan
"Begitulah, kamu sendiri?"
"Aku juga belum, oh ya, aku tau restoran yang memiliki makanan di New York, mau kesana?" Ajak Greyson
"Entahlah Gre (baca: Gri), setelah ini aku ada rapat di Sony" kamu melirik jam tanganmu
"Jam berapa? Aku juga akan Sony nanti"
"Jam 1 siang"
"Kalau begitu kita berangkat sekarang, masih ada waktu kan?"
"Baiklah, aku ambil Guitar Caseku dulu"
Kamu masuk ke kamar, dan mengganti pakaianmu dengan, kaus merah jambu tapi warnanya agak tua, kemeja putih, lalu rok di atas lutut berampel (kaya rampelan rok SD gitulah) warna hitam, lalu kamu menyiapkan sneakers warna hitam. Kamu menjinjing sepatu itu ke lantai satu, dan memakainya.
"Ayo!" Ajakmu pada Greyson yang masih duduk di tempat duduknya. Dia memperhatikanmu dari ujung kepala sampai kaki.
"Ada apa?" Katamu sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajahnya
"Eh? Tidak ada.. Kaka lucu"
"Lucu?"
"Yaa.. Imut" katanya sambil menaikkan kedua bahunya.
"Haha aneh,aneh saja.. Mana mobilmu aku tak melihatnya"
"Aku menggunakan bis kemari" Greyson tersenyum lebar
"Hee? Bis? Ko bisa?"
"Ceritanya panjang, pakai mobil kaka saja ya?"
"Oke.."
Di dalam mobil Greyson menceritakan pengalamannya menaiki bis sendirian untuk pertama kalinya. Kamu tersenyum mendengar ceritanya yang terdengar sedikit konyol itu. Singkat cerita kalian sampai di restoran yang dimaksud Greyson. Kalian berdua mengambil tempat duduk yang menghadap ke parkiran dan terletak di ujung ruangan. Greyson iseng menyalakan lilin yang seharusnya digunakan malam hari, ketika candle light dinner.
"Kita akan candle light lunch" candanya
"Hahaha.. Itu konyol, mana ada candle light lunch?"
"Ada, kita sedang melakukannya"
"Kau aneh"
Sebuah mobil Range Rover baru saja tiba. Kamu menatap mobil itu, terlihat Justin dan Alice di dalamnya. Saat Justin keluar dari mobil dia menoleh ke arahmu, kamu menutupi wajahmu menggunakan buku Menu.
"Ada apa?" Greyson ikut-ikutan menutupi wajahnya menggunakan buku menu tapi buku miliknya terbalik dan terbuka pula (--"). Kamu menahan tawa
"Kau aneh" katamu
"Kenapa si?"
"Lupakan" kamu mengembalikan buku itu ke tempat asalnya.
"Jadi ada apa?" Greyson meletakan buku itu di samping tangan kirinya
"Tidak ada.." Ucapmu.
"Aaah! Pasti paparazzi" Greyson mendekatkan wajahnya ke wajahmu, otomatis kamu memundurkan wajahmu
"Bukaan.." Kamu menggelengkan kepalamu
"Ooh" Greyson memundurkan wajahnya dan menyandarkan badannya ke sandaran kursi.
Pesanan kalian datang, kamu menatap mobil Range Rover milik Justin yang terparkir tepat di depan jendela dimana kalian duduk, ditambah di sebelah kiri mobil Justin ada mobil Honda Jazz Biru milikmu. Kamu mendengar suara yang tak asing lagi denganmu, dia seperti sedang berbincang-bincang dengan seorang gadis, kamu menoleh kebelakang, rambut coklat milik orang itu berada tepat di depan wajahmu.
"Ka, itu Justin kan?" Greyson membuatmu semakin yakin dia Justin. "Kupanggil ya Jus..." Kamu membekam mulut Greyson. Kamu memberi tanda agar tidak memanggil Justin apapun yang terjadi. Greyson mengangguk
"Kenapa?" Tanya Greyson
"Aku sedang tak ingin bertemu dengannya Gre" katamu sambil memainkan sedotan di jus apelmu lalu meminumnya
"Begitu.."
Selesai makan kalian bergegas pergi, kamu menggenggam tangan Greyson begitu akan melewati meja Justin dan Alice duduk. Tapi sialnya, Justin melihat itu, dan memanggil Greyson, Greyson memegang tanganmu erat lalu menarikmu mendekati Justin. Dia berbisik
"Dia pasti pangling melihat kaka yang baru"
Justin menatapmu bingung, karena sejak tadi kamu menunduk, dan menyembunyikan wajahmu di belakang bahu Greyson
"Siapa dia pacarmu?" Tanya Alice
"Eh? Bukan ini ka Ni.... Aaaaww!!" Kamu menginjak kaki Greyson
"Hah?" Justin mulai bingung, Greyson memegangi kakinya. Justin menatapmu sepertinya dia mengenalimu.
"Nina?" Katanya berusaha meyakinkan apa yang dia lihat
"Ada apa dengan rambutmu?" Alice juga sama, dia berusaha meyakinkan apa yang dia lihat
"Hehe" kamu pura-pura melirik jam tangan milik Greyson, "maaf, kami buru-buru. Sampai jumpa lagi" kamu menarik Greyson meninggalkan mereka berdua. Begitu keluar dari restoran dan menuju parkiran tempat mobilmu diparkirkan. Greyson terus menanyakan pertanyaan yang hampir sama semuanya bertema "kenapa tadi kamu seperti itu?"
Kamu masuk ke dalam mobil begitu juga Greyson. Saat menstater mobil
"Aku cemburu Gre" katamu tiba-tiba
"Cemburu?"
"Jujur, aku menyukai Justin, sejak dulu. saat sebelum mereka bertunangan, tapi yaah.. Beginilah jika kau tak berani mengungkapkan perasaanmu" kamu mulai memundurkan mobil
"Memang si.. Sekarang sudah agak terlambat tapi kaka masih punya kesempatan untuk menjadi kekasihnya Justin kan?" Greyson menatapmu.
"Eh?"
"Mereka belum menikah bukan?"
"Belum si.. Tapi aku tak mau di cap sebagai pencuri tunangan orang lain" kamu menatap jalanan, Greyson diam. Dia menganggap tanggapanmu itu benar. Percuma mendapatkan apa yang kita inginkan bila akhirnya kita akan di cap sebagai seseorang yang jelek nantinya.
"Jangan contoh kakamu ini ya?" Kamu menatap Greyson sesekali
"Iya kaaa" Greyson mengangguk mantap persis seperti anak kecil. Kamu menahan tawa.
Kamu terdiam di depan meja kerjamu dan memainkan pensilmu. Kamu mengambil kertas tapi tak kamu gunakan satu detikpun. Tak lama ada yang menepuk pundakmu dari belakang. Kamu menoleh dia Cody. Dia tersenyum dan duduk disebelahmu.
"Sedang apa?" Tanyanya
"Haha akupun tak tau" kamu kembali memainkan pensilmu
"Boleh aku menggambar wajahmu di kertas itu?"
"Tentu" jawabmu sambil menyodorkan kertas itu. Cody mengambil pensil dan mulai menggambar wajahmu. Sesekali dia menatap wajahmu sambil tersenyum. 5 menit kemudian dia berkata
"Selesai!" Serunya
"Mana kulihat" Cody memberikan kertasnya. Bentuk bulat yang dia anggap wajahmu terlihat lumayan besar, ada dua titik dengan ukuran lumayan besar sebagai matamu, garis pendek untuk hidungmu, dan garis melengkung menyerupai huruf U sebagai bibirmu. Singkatnya hanya rambutmu yang mirip dengan aslinya. Kamu menaikan sebelah alismu, lalu memukul lengan Cody pelan
"Masa aku begini?"
"Haha lucu kan?"
"Lucu sebelah mananya?" Kamu cemberut melihat hasil lukisan Cody yang asal-asalan
Dia merangkulmu lalu mencubit pipimu pelan, kalian sangat akrab. Itu sudah sangat biasa bagi kalian berdua, kru-kru di kantor sudah terbiasa dengan tingkah kalian, tapi tidak dengan para paparazzi, mereka tetap penasaran dengan hubungan kalian berdua, meskipun sudah di jelaskan berkali-kali bahwa hubungan kalian tak lebih dari sahabat dekat.
Kamu baru tau kalau Justin menyembunyikan pertunangannya dengan Justin, buktinya tak ada media yang memberitakan hubungan mereka. Kamu ingin menanyakan apa alasannya tapi selalu saja tidak sempat. Ponselmu bergetar, pertanda ada e-mail masuk, kamu mengeluarkan ponselmu dari saku kemeja. E-mail dari orang yang tak di kenal, dia mengajakmu bertemu, awalnya kamu menghiraukannya. Tapi kamu penasaran akhirnya kamu menerima undangan orang itu.
Kamu sampai di tempat janji itu sebuah taman bermain. Kamu melihat sekeliling, tapi tak ada yang kamu kenali, kamu berniat kembali ke mobil tapi ada yang menahanmu. Kamu menoleh dia mengacungkan kalungmu yang waktu itu hilang.
"Justin?"
"Sudah kuduga kamu akan datang walaupun terlambat 5 menit"
"Habisnya, kau menggunakan alamat e-mail yang tak kukenal" keluhmu
"Maaf, kudengar dari Greyson kau sedang tak ingin bertemu denganku. Ada apa?"
"Tidak ada.."
"Aku lost contac selama 3 bulan denganmu. I Miss You"
"Apa maksudmu?"
"Aku merindukanmu. Segala hal tentangmu, harus kuakui Aku mencintaimu sebelum aku menyadari semuanya"
"Sekarang dia sudah temukan penggantimu Allya, kau bahagia?" Katamu sambil menatap sampul itu. Tak lama terdengar bunyi bel dari pintu depan. Kamu bergegas menuju pintu depan. Setelah sampai kamu membuka pintu, kamu mendapat kejutan yang selalu kamu tunggu-tunggu. Yap, Greyson mendatangi rumahmu. Tingginya sudah bertambah, meski masih 12 tahun tapi suaranya mulai mengalami proses perubahan seperti anak laki-laki pada umumnya.
"Kaka" ucapnya sambil tersenyum lebar, kamu memeluknya erat sekali karena sudah sekitar 6 bulan tak bertemu.
Kamu mempersilahkan Greyson masuk, dia melihat sekeliling.
"Rumah yang sangat mewah" katanya
"Mewah sebelah mananya? Kecil begini"
"Tidak, yaa.. Memang si tipe minimalis, tapi terlihat sangat mewah mencerminkan kaka sekali" katanya sambil tersenyum dan duduk di sebuah sofa putih di ruang tamu.
Kamu menghilang untuk membuatkan minum. Greyson berdiri dan memperhatikan setiap foto atau lukisan kecil yang ada di ruang tamu. Dia melihat sebuah piano kecil warna putih yang terletak di persimpangan menuju Ruang tengah. Dia menghampirinya lalu duduk di kursinya. Dia meraba tutsnya
"Masih sangat baru" katanya dalam hati.
Kamu terkejut melihat Greyson ada disana. Kamu mendekatinya dan meletakan gelas berisi es limun di bagian atas piano.
"Mau main?" Tawarmu
"Boleh?" Tanyanya
"Tentu, kenapa tidak"
"Berdua ya?" Pintanya
"Lo? Oke,oke.. Aku bass ya?"
"Yaah, aku saja"
"Aku ga bisa main melodi, kamu saja, kamu kan guruku"
"Haha oke,oke"
Kalian bertukar posisi duduk,
"Lagu apa?" Greyson menoleh ke arahmu
"Eemm.. Lagu faforitmu?"
"Paparazzi" katanya sambil tersenyum malu
"Kalau begitu ayo mainkan"
Intro mulai kalian mainkan, jari kalian menari di atas puluhan tuts piano dan menghasilkan suara yang enak di dengar.
We are the crowd
We're c-coming out
Got my flash on it's true
Need that picture of you
It's so magical
We'd be so fantastical
Kamu menyanyikan verse pertama, sesekali kamu menatap Greyson. "Dia terlihat dewasa sekarang berbeda dengan Greyson yang dulu" katamu dalam hati
Leather and jeans
Your watch glamorous
Not sure what it means
But this photo of us
It don't have a price
Ready for those flashing lights
'Cause you know that baby I
I'm your biggest fan
I'll follow you until you love me
paparazzi
Baby there's no other superstar
You know that I'll be your
paparazzi
Getaran suara Greyson merasuk telingamu, membuatmu terlarut kedalamnya. Dia begitu menikmati lagunya, dia juga sesekali menatapmu sambil tersenyum.
Promise I'll be kind
But I won't stop until that boy is mine
Baby you'll be famous
Chase you down until you love me
paparazzi
I'll be your girl
Backstage at your show
Velvet ropes and guitars
Yeah cause you'll know
I'm staring between the sets
Eyeliner and cigarettes
Shadow is burnt
Yellow dance and return
My lashes are dry
But with teardrops I cry
It don't have a price
Loving you is cherry pie
'Cause you know that baby I
I'm your biggest fan
I'll follow you until you love me
Papa-paparazzi
Baby there's no other superstar
You know that I'll be your
Papa-paparazzi
Promise I'll be kind
But I won't stop until that boy is mine
Baby you'll be famous
Chase you down until you love me
Papa-paparazzi
Lagu selesai, kalian tertawa, dan saling berpandangan.
"Aku baru sadar sesuatu" kata Greyson tiba-tiba
"Apa?"
"Kau memotong rambutmu?" Greyson menyentuh rambutmu
"Hehe iya, aku perlu ganti suasana"
"Cantik"
"Apa?"
"Eh... Tidak, bukan apa-apa" wajah Greyson memerah, dia meraih segelas es limun tadi lalu meneguknya. Kamupun melakukan hal yang sama.
Jam menunjukkan pukul 12 siang, Justin tak ada acara apapun hari ini. Ini liburan yang sangat membosankan baginya, dia menatap kalungmu terus menerus
"Wajahnya persis seperti Nina, apa dia Nina? Tapi setauku rambut Nina panjang, dan berwarna coklat tua. Yang tadi malah Coklat kopi selain itu pendek dan feminin sekali.. Kontras sekali dengan Nina"
Ponselnya berdering, Justin mengangkat ponselnya di layar ponselnya tertulis "New Message's Received" Justin menekan timbol "Read Now" pesan dari Alice rupanya. Dia mengajak Justin makan siang, kebetulan kelas kuliah Alice juga sudah selesai. Justin membalas dan mengkonfirmasi ajakan gadis manis berponi itu. Justin segera bersiap untuk janji dengan Alice itu.
Sementara itu,
"Ka, sudah makan siang?" Tanya Greyson di tengah obrolannya denganmu, kamu menggeleng.
"Belum?" Greyson meyakinkan
"Begitulah, kamu sendiri?"
"Aku juga belum, oh ya, aku tau restoran yang memiliki makanan di New York, mau kesana?" Ajak Greyson
"Entahlah Gre (baca: Gri), setelah ini aku ada rapat di Sony" kamu melirik jam tanganmu
"Jam berapa? Aku juga akan Sony nanti"
"Jam 1 siang"
"Kalau begitu kita berangkat sekarang, masih ada waktu kan?"
"Baiklah, aku ambil Guitar Caseku dulu"
Kamu masuk ke kamar, dan mengganti pakaianmu dengan, kaus merah jambu tapi warnanya agak tua, kemeja putih, lalu rok di atas lutut berampel (kaya rampelan rok SD gitulah) warna hitam, lalu kamu menyiapkan sneakers warna hitam. Kamu menjinjing sepatu itu ke lantai satu, dan memakainya.
"Ayo!" Ajakmu pada Greyson yang masih duduk di tempat duduknya. Dia memperhatikanmu dari ujung kepala sampai kaki.
"Ada apa?" Katamu sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajahnya
"Eh? Tidak ada.. Kaka lucu"
"Lucu?"
"Yaa.. Imut" katanya sambil menaikkan kedua bahunya.
"Haha aneh,aneh saja.. Mana mobilmu aku tak melihatnya"
"Aku menggunakan bis kemari" Greyson tersenyum lebar
"Hee? Bis? Ko bisa?"
"Ceritanya panjang, pakai mobil kaka saja ya?"
"Oke.."
Di dalam mobil Greyson menceritakan pengalamannya menaiki bis sendirian untuk pertama kalinya. Kamu tersenyum mendengar ceritanya yang terdengar sedikit konyol itu. Singkat cerita kalian sampai di restoran yang dimaksud Greyson. Kalian berdua mengambil tempat duduk yang menghadap ke parkiran dan terletak di ujung ruangan. Greyson iseng menyalakan lilin yang seharusnya digunakan malam hari, ketika candle light dinner.
"Kita akan candle light lunch" candanya
"Hahaha.. Itu konyol, mana ada candle light lunch?"
"Ada, kita sedang melakukannya"
"Kau aneh"
Sebuah mobil Range Rover baru saja tiba. Kamu menatap mobil itu, terlihat Justin dan Alice di dalamnya. Saat Justin keluar dari mobil dia menoleh ke arahmu, kamu menutupi wajahmu menggunakan buku Menu.
"Ada apa?" Greyson ikut-ikutan menutupi wajahnya menggunakan buku menu tapi buku miliknya terbalik dan terbuka pula (--"). Kamu menahan tawa
"Kau aneh" katamu
"Kenapa si?"
"Lupakan" kamu mengembalikan buku itu ke tempat asalnya.
"Jadi ada apa?" Greyson meletakan buku itu di samping tangan kirinya
"Tidak ada.." Ucapmu.
"Aaah! Pasti paparazzi" Greyson mendekatkan wajahnya ke wajahmu, otomatis kamu memundurkan wajahmu
"Bukaan.." Kamu menggelengkan kepalamu
"Ooh" Greyson memundurkan wajahnya dan menyandarkan badannya ke sandaran kursi.
Pesanan kalian datang, kamu menatap mobil Range Rover milik Justin yang terparkir tepat di depan jendela dimana kalian duduk, ditambah di sebelah kiri mobil Justin ada mobil Honda Jazz Biru milikmu. Kamu mendengar suara yang tak asing lagi denganmu, dia seperti sedang berbincang-bincang dengan seorang gadis, kamu menoleh kebelakang, rambut coklat milik orang itu berada tepat di depan wajahmu.
"Ka, itu Justin kan?" Greyson membuatmu semakin yakin dia Justin. "Kupanggil ya Jus..." Kamu membekam mulut Greyson. Kamu memberi tanda agar tidak memanggil Justin apapun yang terjadi. Greyson mengangguk
"Kenapa?" Tanya Greyson
"Aku sedang tak ingin bertemu dengannya Gre" katamu sambil memainkan sedotan di jus apelmu lalu meminumnya
"Begitu.."
Selesai makan kalian bergegas pergi, kamu menggenggam tangan Greyson begitu akan melewati meja Justin dan Alice duduk. Tapi sialnya, Justin melihat itu, dan memanggil Greyson, Greyson memegang tanganmu erat lalu menarikmu mendekati Justin. Dia berbisik
"Dia pasti pangling melihat kaka yang baru"
Justin menatapmu bingung, karena sejak tadi kamu menunduk, dan menyembunyikan wajahmu di belakang bahu Greyson
"Siapa dia pacarmu?" Tanya Alice
"Eh? Bukan ini ka Ni.... Aaaaww!!" Kamu menginjak kaki Greyson
"Hah?" Justin mulai bingung, Greyson memegangi kakinya. Justin menatapmu sepertinya dia mengenalimu.
"Nina?" Katanya berusaha meyakinkan apa yang dia lihat
"Ada apa dengan rambutmu?" Alice juga sama, dia berusaha meyakinkan apa yang dia lihat
"Hehe" kamu pura-pura melirik jam tangan milik Greyson, "maaf, kami buru-buru. Sampai jumpa lagi" kamu menarik Greyson meninggalkan mereka berdua. Begitu keluar dari restoran dan menuju parkiran tempat mobilmu diparkirkan. Greyson terus menanyakan pertanyaan yang hampir sama semuanya bertema "kenapa tadi kamu seperti itu?"
Kamu masuk ke dalam mobil begitu juga Greyson. Saat menstater mobil
"Aku cemburu Gre" katamu tiba-tiba
"Cemburu?"
"Jujur, aku menyukai Justin, sejak dulu. saat sebelum mereka bertunangan, tapi yaah.. Beginilah jika kau tak berani mengungkapkan perasaanmu" kamu mulai memundurkan mobil
"Memang si.. Sekarang sudah agak terlambat tapi kaka masih punya kesempatan untuk menjadi kekasihnya Justin kan?" Greyson menatapmu.
"Eh?"
"Mereka belum menikah bukan?"
"Belum si.. Tapi aku tak mau di cap sebagai pencuri tunangan orang lain" kamu menatap jalanan, Greyson diam. Dia menganggap tanggapanmu itu benar. Percuma mendapatkan apa yang kita inginkan bila akhirnya kita akan di cap sebagai seseorang yang jelek nantinya.
"Jangan contoh kakamu ini ya?" Kamu menatap Greyson sesekali
"Iya kaaa" Greyson mengangguk mantap persis seperti anak kecil. Kamu menahan tawa.
Kamu terdiam di depan meja kerjamu dan memainkan pensilmu. Kamu mengambil kertas tapi tak kamu gunakan satu detikpun. Tak lama ada yang menepuk pundakmu dari belakang. Kamu menoleh dia Cody. Dia tersenyum dan duduk disebelahmu.
"Sedang apa?" Tanyanya
"Haha akupun tak tau" kamu kembali memainkan pensilmu
"Boleh aku menggambar wajahmu di kertas itu?"
"Tentu" jawabmu sambil menyodorkan kertas itu. Cody mengambil pensil dan mulai menggambar wajahmu. Sesekali dia menatap wajahmu sambil tersenyum. 5 menit kemudian dia berkata
"Selesai!" Serunya
"Mana kulihat" Cody memberikan kertasnya. Bentuk bulat yang dia anggap wajahmu terlihat lumayan besar, ada dua titik dengan ukuran lumayan besar sebagai matamu, garis pendek untuk hidungmu, dan garis melengkung menyerupai huruf U sebagai bibirmu. Singkatnya hanya rambutmu yang mirip dengan aslinya. Kamu menaikan sebelah alismu, lalu memukul lengan Cody pelan
"Masa aku begini?"
"Haha lucu kan?"
"Lucu sebelah mananya?" Kamu cemberut melihat hasil lukisan Cody yang asal-asalan
Dia merangkulmu lalu mencubit pipimu pelan, kalian sangat akrab. Itu sudah sangat biasa bagi kalian berdua, kru-kru di kantor sudah terbiasa dengan tingkah kalian, tapi tidak dengan para paparazzi, mereka tetap penasaran dengan hubungan kalian berdua, meskipun sudah di jelaskan berkali-kali bahwa hubungan kalian tak lebih dari sahabat dekat.
Kamu baru tau kalau Justin menyembunyikan pertunangannya dengan Justin, buktinya tak ada media yang memberitakan hubungan mereka. Kamu ingin menanyakan apa alasannya tapi selalu saja tidak sempat. Ponselmu bergetar, pertanda ada e-mail masuk, kamu mengeluarkan ponselmu dari saku kemeja. E-mail dari orang yang tak di kenal, dia mengajakmu bertemu, awalnya kamu menghiraukannya. Tapi kamu penasaran akhirnya kamu menerima undangan orang itu.
Kamu sampai di tempat janji itu sebuah taman bermain. Kamu melihat sekeliling, tapi tak ada yang kamu kenali, kamu berniat kembali ke mobil tapi ada yang menahanmu. Kamu menoleh dia mengacungkan kalungmu yang waktu itu hilang.
"Justin?"
"Sudah kuduga kamu akan datang walaupun terlambat 5 menit"
"Habisnya, kau menggunakan alamat e-mail yang tak kukenal" keluhmu
"Maaf, kudengar dari Greyson kau sedang tak ingin bertemu denganku. Ada apa?"
"Tidak ada.."
"Aku lost contac selama 3 bulan denganmu. I Miss You"
"Apa maksudmu?"
"Aku merindukanmu. Segala hal tentangmu, harus kuakui Aku mencintaimu sebelum aku menyadari semuanya"
No comments:
Post a Comment